Mohon tunggu...
ANDI FIRMANSYAH
ANDI FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Guru - Guru yang Belum Tentu Digugu dan Ditiru

Hanya Seorang Marhaen yang menyenangi bidang Geopolitik, Sejarah dan Ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Badai Al Aqsa akan Mengubah Segalanya

29 November 2023   19:47 Diperbarui: 29 November 2023   19:47 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terlepas dari apakah strategi yang dilancarkan Hamas atau gerakan Palestina lainnya itu tepat atau tidak, serangan militer berani dan merangsek jauh ke dalam wilayah Israel pada hari Sabtu itu hanya mungkin terjadi karena masyarakat Palestina sudah muak.

Enam belas tahun yang lalu, Israel memberlakukan pengepungan di Jalur Gaza. Kisah pengepungan ini sering disajikan melalui dua interpretasi yang sangat berbeda. Bagi yang pro Palestina, ini adalah tindakan hukuman kolektif yang tidak manusiawi. Bagi pihak yang pro Israel, hal ini merupakan sebuah kejahatan yang diperlukan agar Israel dapat melindungi dirinya dari apa yang disebut sebagai terorisme.

Namun, hal yang luput dari cerita ini adalah bahwa selama 16 tahun adalah waktu yang cukup bagi seluruh generasi untuk tumbuh di bawah pengepungan, untuk bergabung dalam perlawanan dan kemudian memperjuangkan kebebasannya.

Menurut Save The Children, hampir setengah dari 2,3 juta warga Palestina yang tinggal di Gaza saat ini adalah anak-anak. Fakta ini sering digunakan untuk menggambarkan penderitaan masyarakat di Jalur Gaza yang kecil dan miskin seluas 365 km persegi. Namun angka-angka tersebut sering kali hanya digunakan untuk menceritakan sebagian kecil dari sebuah cerita yang kompleks.

Generasi Gaza ini, yang tumbuh atau lahir setelah diberlakukannya blokade, telah mengalami setidaknya lima perang besar yang menghancurkan di mana mereka bersama ibu, ayah dan saudara kandung mereka menjadi sasaran dan korban utama. .

"Jika Anda mengepung musuh Anda sepenuhnya, tidak memberi mereka kesempatan untuk melarikan diri, tidak memberi mereka ruang, maka mereka akan bertarung sampai akhir," tulis Sun Tzu dalam "The Art of War." Namun anehnya, tahun demi tahun, justru tindakan inilah yang dilakukan Israel. Akhirnya strategi ini terbukti merupakan kesalahan perhitungan strategis yang harus dibayar mahal.

Segala upaya dari sekadar memprotes ketidakadilan dalam pengepungan tersebut. Berkumpul dalam jumlah besar di pagar yang memisahkan Gaza yang terkepung dari Israel, tidak pernah diizinkan.

Protes massal tahun 2018-2019 yang dikenal dengan Great March of Return dibalas dengan peluru Sniper. Adegan anak-anak muda yang menggendong pemuda lain yang berdarah-darah sambil meneriakkan "Allahu Akbar" menjadi pemandangan yang biasa terjadi di pagar. Namun, seiring bertambahnya jumlah korban, minat media terhadap berita tersebut memudar seiring berjalannya waktu.

Ratusan pejuang yang menyeberang ke Israel melalui berbagai titik masuk saat fajar pada hari Sabtu itu adalah anak-anak muda Palestina yang tidak tahu apa-apa selain perang, pengepungan dan kebutuhan untuk melindungi satu sama lain.

Mereka capek belajar bagaimana bertahan hidup karena di Gaza memang kekurangan segala sesuatunya termasuk air bersih dan perawatan medis yang layak.

Di sinilah kisah generasi ini bersinggungan dengan kisah Hamas atau Jihad Islam Palestina atau kelompok Palestina lainnya. Hamas telah memilih waktu dan sifat serangan militernya yang sangat tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun