Mohon tunggu...
ANDI FIRMANSYAH
ANDI FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Guru - Guru yang Belum Tentu Digugu dan Ditiru

Hanya Seorang Marhaen yang menyenangi bidang Geopolitik, Sejarah dan Ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nilai-nilai Kemanusiaan VS Kenyataan dalam Perang

26 November 2023   21:40 Diperbarui: 26 November 2023   21:40 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Israel dan Palestina telah mengalami saat yang memilukan. Penderitaan terutama anak-anak sangatlah menyedihkan. Selain itu, kejadian ini seakan menyoroti dan memperburuk keadaan karena begitu banyak orang termasuk para pemimpin politik dan media beralih ke mentalitas kelompok.

Manusia memang hidup berkelompok seperti yang dikatakan psikolog sosial Jonathan Haidt. Kita mempunyai kecenderungan yang kuat untuk mengidentifikasi diri dengan kelompok kita terutama ketika kelompok kita diserang dan secara kolektif mencap setiap orang di kelompok lain sebagai orang yang bermusuhan dan bertanggung jawab atas penderitaan yang dialami kelompok kita.

Serangan tanggal 7 Oktober oleh Hamas dan kelompok militan lainnya berasal dari keyakinan mereka bahwa semua warga Israel bertanggung jawab atas penindasan warga Palestina sehingga Hamas membenarkan penyanderaan dan menyatakan bahwa semua warga Israel bertanggung jawab atas penderitaan warga Palestina.

Sementara di pihak pemimpin Israel menyatakan bahwa seluruh warga Palestina di Gaza bertanggung jawab atas serangan Hamas dan dengan logika ini mereka membenarkan pembunuhan besar-besaran terhadap warga sipil di Gaza. Sehingga siklus saling menyalahkan dan dehumanisasi ini akhirnya memicu lebih banyak kekerasan disana.

Dalam menghadapi kekerasan ekstrem seperti ini, sulit untuk mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan. Bagaimana seseorang misalnya dengan gampang menyalahkan orang tua yang kehilangan anaknya karena mengamuk pada pihak lain.

Itulah sebabnya para pemimpin politik dan militer serta tokoh media harus mengambil tanggung jawab untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan pada saat terjadi kemarahan dan rasa sakit hati.

Dalam semua konflik, ada dua prinsip utama yang harus didorong. Pertama, semua kehidupan itu penting, apapun kebangsaan, agama, ras, suku dan lain sebagainya. Dalam hal ini kehidupan rakyat Israel dan Palestina adalah hal yang penting. Kedua, menargetkan warga sipil adalah sebuah kejahatan.

Penindasan dan pendudukan selama puluhan tahun tidak membenarkan adanya penargetan terhadap warga sipil. Menanggapi serangan yang mengerikan tidak membenarkan tindakan menargetkan warga sipil. Serangan Hamas terhadap warga sipil Israel dan penyanderaan warga sipil Israel termasuk anak-anak harus dikutuk. Serangan Israel yang menargetkan dan membunuh warga sipil Palestina juga harus dikutuk.

Konsekuensi dari prinsip ini adalah bahwa operasi terhadap sasaran militer harus mengambil langkah-langkah nyata untuk membatasi dampak buruk terhadap warga sipil.

Terkait konflik Israel-Palestina, para pemimpin dan tokoh media juga harus menyadari tiga realitas penting. Pertama, dua bangsa Israel dan Palestina menginginkan tanah yang sama. Keduanya percaya bahwa mereka mempunyai klaim yang sah atas tanah yang sama.

Kedua, baik warga Palestina maupun Israel tidak mungkin kemana-mana. Setelah selamat dari genosida di Eropa, kemudian warga diaspora Yahudi berbondong-bondong ke Palestina dan mendirikan negara Israel disana kemudian tinggal di sana selama beberapa dekade hingga warga Yahudi Israel telah mengembangkan identitas unik mereka dan tidak mungkin kembali secara massal ke Eropa atau ke tempat asal orang tua, kakek-nenek bahkan kakek buyut mereka.

Baca juga: Neo Kolonialisme

Demikian pula warga Palestina tidak mungkin ke tempat lain karena memang itu kampung mereka. Meskipun orang Israel berargumen bahwa "orang Palestina" bukanlah identitas yang sebenarnya. Warga Palestina mempunyai akar di tanah itu sejak beberapa generasi yang lalu. Selain itu, setelah konflik selama beberapa dekade, warga Palestina juga telah mengembangkan identitas berbeda berdasarkan trauma dan pengalaman bersama sebagai masyarakat tanpa kewarganegaraan.

Warga Palestina di Gaza tidak mungkin pindah ke tempat lain. Lebih dari setengah dari mereka sudah menjadi pengungsi di kampung sendiri dan pasti tidak tertarik untuk menjadi pengungsi lagi di tempat lain meskipun mereka mendapatkan pengalaman hidup yang sangat buruk di Gaza. Bahkan bagi mereka yang mungkin punya keinginan untuk pergi pun tidak dapat melakukan hal tersebut.

Seruan dari pihak berwenang Israel agar warga sipil Palestina meninggalkan Gaza sementara Israel tidak pernah mengizinkan mereka menyeberang ke Israel dan mereka juga tahu bahwa Mesir tidak akan mengizinkan ribuan atau jutaan orang masuk ke wilayahnya. Jadi ini jelas pernyataan yang aneh.

Seolah ingin membuktikan hal tersebut, Israel mengebom penyeberangan Rafah ke Mesir. Selain itu memerintahkan lebih dari 1 juta orang untuk mengungsi melalui zona perang di salah satu wilayah terpadat di dunia bukanlah bentuk perlindungan yang bertanggung jawab terhadap warga sipil.

Ketiga, terdapat ketidakseimbangan kekuasaan yang mendasar dalam konflik ini. Israel sejauh ini merupakan pemain yang jauh lebih kuat dalam hal kekuatan militer dan ekonomi. Sebaliknya, ketidakseimbangan kekuatan adalah kenyataan yang harus diakui oleh negara-negara asing agar dapat mendukung perdamaian.

Serangan tanggal 7 Oktober meluncurkan fase baru dalam konflik Israel-Palestina dan sangat berdarah-darah. Perang yang terjadi saat ini mengingatkan dunia bahwa konflik tersebut belum terselesaikan.

Para pemimpin di Washington, Eropa, negara-negara Arab dan negara-negara lain yang ingin mengakhiri penderitaan dan ketidakstabilan ini harus mulai dengan mengakui kemanusiaan orang-orang Palestina dan Israel dan yang terpenting, menerima kenyataan bahwa keduanya tidak mungkin pindah dari tanah tersebut. Satu-satunya jalan menuju perdamaian adalah menemukan cara bagi Israel dan Palestina untuk hidup di tanah yang sama dengan hak yang sama menuju keamanan dan harapan untuk masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun