Kerusuhan di Prancis telah mereda, namun pelajaran dari kerusuhan tersebut harus diambil hikmahnya.
 Mengingat Eropa adalah ruang peradaban yang terdiri dari negara-negara berdaulat yang secara tradisional masing-masing didefinisikan oleh orang-orang yang relatif homogen, tidak mengherankan jika imigrasi massal lintas peradaban mempertanyakan integritas mereka.
 Ironisnya, imigrasi massal Eropa modern muncul dengan pembubaran kerajaan lintas benua mereka. Negara-negara Eropa Barat merekrut subjek kolonial untuk mengisi kekurangan tenaga kerja untuk rekonstruksi pasca-Perang Dunia II. Dengan dekolonisasi, gelombang imigran berimigrasi untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Â
Saat ini, Eropa menghadapi krisis pengungsi.Ketegangan antara siapa yang seharusnya diwakili oleh negara-bangsa versus imigrasi massal akan tetap bermasalah kecuali persatuan yang lebih besar dapat dicapai berdasarkan sejarah Eropa yang inklusif dengan kepemilikan bersama untuk semua kelompok etnis. Â Ini kemudian dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk membangun masa depan bersama bagi semua orang Eropa lama dan baru.
Kita perlu memahami bahwa migrasi dan imigrasi Eropa secara historis tidak demokratis dan tetap demikian sampai sekarang. Migrasi keluar dikondisikan oleh ketegangan kelas di mana kemiskinan memaksa kelompok-kelompok yang terpinggirkan berangkat ke Amerika dan sekitarnya hingga pada gilirannya menggusur kelompok etnis lain yang menetap. Â
 Tren tidak demokratis ini bertahan hingga hari ini. Di dalam negeri, orang Eropa ada yang memiliki namun ada juga yang tidak memiliki pilihan demokratis dalam menerima imigrasi massal.
Pada dasarnya semuanya adalah korban. Â Populasi yang menetap akan kurang solidaritasnya dengan pendatang baru dan merasa demokrasi liberal tidak bekerja atas nama mereka. Secara internasional mereka tidak memilih perang dan di dalam negeri mereka tidak memilih imigrasi massal.
 Demikian pula, imigran baru mungkin mengalami permusuhan dan diskriminasi etnis. Diskriminasi ini dapat berjalan dua arah karena komunitas yang menetap dipandang sebagai perwakilan fisik dari mereka yang melakukan kolonialisme dan intervensi atas tanah air mereka.  Marginalisasi dan permusuhan etnis dapat berubah menjadi kekacauan dan ketidakpercayaan yang mengarah pada reaksi keras yang melampiaskan rasa frustrasi ini.
 Kerusuhan Prancis baru-baru ini yang menguatkan pendapat beberapa orang yang tidak menyadari kontradiksi global akhirnya memperkuat pendapat negatif mereka tentang imigran. Beberapa bahkan melihat kekacauan sebagai manifestasi budaya dimana mereka melihat ini sebagai kontradiksi utama yang pada gilirannya mereka percaya ini akan menyebabkan runtuhnya Eropa.
Perpecahan akhirnya akan membawa kepada tidak tercapainya tujuan bersama. Tanpa tujuan bersama, perubahan yang berhasil untuk semua tidak mungkin terjadi. Demokrasi akhirnya hanyalah menjadi permainan pemungutan suara saja. Maka dengan demikian persatuan harus dibangun atau Eropa akan stagnan.
 Salah satu cara untuk mencapai persatuan ini adalah dengan memiliki narasi sejarah bersama yang dapat dibanggakan oleh semua orang Eropa dari semua etnis dan tidak menjelekkan satu kelompok. Seperti disebutkan di atas, para imigran yang masuk dan keluar Eropa berbagi kisah perjuangan dan mengatasi kemiskinan yang sama.
 Ketika seseorang memiliki pemahaman yang sama tentang sejarah yang menyatukan keragaman Eropa maka yang perlu dilakukan adalah pertama, mereka harus menghentikan prasangka liberal bahwa imigrasi massal adalah beban. Sebab pro dan kontra pasti berbeda secara subyektif untuk semua.  Namun, secara objektif, imigrasi massal yang didasarkan pada hubungan ketidaksetaraan ekonomi global dan perang akan menjadi imigrasi yang berdasarkan penderitaan. Â
 Memahami bahwa imigrasi massal bukanlah kesalahan para migran itu sendiri tetapi disebabkan oleh kemiskinan dan perang maka akan melemahkan narasi hak politik yang menyerang mereka dan membantu memahami dampak perang terhadap manusia. Pemahaman tentang penyebab sebenarnya dari imigrasi ini pada gilirannya dapat mengarah pada solidaritas yang lebih besar di antara semua kelompok etnis dan keluhan rasional dari kelas pekerja Eropa dapat diatasi tanpa melabeli mereka sebagai fanatik.
 Kedua, untuk mencapai masa depan yang positif bagi orang Eropa dari semua etnis, penyebab hegemonik utama dari imigrasi yang tidak demokratis harus dihilangkan. Memang ini membutuhkan Eropa baru yang bekerja dengan sungguh-sungguh demi kepentingan multipolaritas yang menurut definisinya adalah dunia yang dicirikan oleh pembangunan global dan kesetaraan yang lebih besar. Â
Agar hal ini tercapai, penyebab utama ketidaksetaraan dan penderitaan harus diganti dengan perdamaian yang menghormati pilihan ekonomi-politik peradaban lain.
 Ini adalah tatanan dunia demokratis yang harus diperjuangkan dan harus diikuti oleh Eropa. Â
Migrasi akan menjadi proses yang mengalir secara merata di mana-mana berdasarkan penyebab tarik-ulur yang lebih tinggi. Hanya ketika telah mencapai tahap sejarah ini yang ditentukan oleh persatuan global, pembangunan, dan perdamaian, kita dapat benar-benar memuji kebaikan dari masyarakat multikultural yang terbentuk dalam tatanan dunia baru ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H