Mohon tunggu...
ANDI FIRMANSYAH
ANDI FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Guru - Guru yang Belum Tentu Digugu dan Ditiru

Hanya Seorang Marhaen yang menyenangi bidang Geopolitik, Sejarah dan Ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jepang Menggandeng Korea Selatan dalam Kampanye Limbah Nuklir Mereka

5 September 2023   19:34 Diperbarui: 5 September 2023   19:46 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JEPANG MENGGANDENG KOREA SELATAN DALAM KAMPANYE LIMBAH NUKLIR MEREKA

Secara teori, masalah yang paling memprihatinkan bagi warga negara harus selalu menjadi prioritas utama dan dijaga oleh para pemimpinnya. Namun, cerita yang berbeda terjadi di Korea Selatan.

Di Tokyo, sekelompok orang dari Korea Selatan dan Jepang bersama-sama memprotes rencana Jepang untuk membuang air yang terkontaminasi nuklir ke laut. Sementara di Vilnius, Lithuania, para pemimpin Korea Selatan dan Jepang mengadakan pembicaraan di sela-sela KTT NATO dimana Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol meminta Jepang untuk "berbagi informasi pemantauan secara real-time" tentang pembuangan air yang terkontaminasi nuklir dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menegaskan akan menjamin pelaksanaan yang aman.

Kedua belah pihak membahas apa yang disebut ancaman keamanan regional dan memperkuat kerja sama bilateral serta kerja sama trilateral dengan Amerika serikat. Namun konsensus baru tentang rencana air yang terkontaminasi nuklir Jepang patut mendapat perhatian.

Yoon mengatakan Seoul menghormati penilaian Badan Energi Atom Internasional (IAEA) tentang rencana  Jepang tersebut. Dia juga meminta Jepang untuk mengizinkan para ahli Korea Selatan berpartisipasi dalam proses pelepasan air limbah yang diolah tersebut dan membuat pemberitahuan segera ke Korea Selatan jika konsentrasi bahan radioaktif dalam air yang terkontaminasi melebihi standar yang dapat ditoleransi. Sebagai tanggapan Kishida mengatakan Jepang akan menerapkan respon yang sesuai termasuk penghentian segera setelah pelepasan.

Janji tentang "penghentian segera" termasuk hal baru. Tampaknya kedua pemimpin tersebut menjawab keprihatinan orang-orang yang ada di Jepang dan Korea Selatan dan sekaligus menunjukkan "ketulusan" Jepang untuk meningkatkan hubungan dengan Korea Selatan. Sayangnya mengapa Jepang tidak memberikan jaminan seperti itu kepada semua negara di dunia yang bisa saja terkena dampak dari polusi nuklir mereka?

Meskipun protes atas masalah ini belum berhenti, tetap saja politisi Jepang dan Korea Selatan sibuk meningkatkan hubungan militer satu sama lain. Begitu juga dengan Amerika Serikat dan NATO dengan mengabaikan kecemasan rakyat mereka.

Bahkan yang lebih lucu lagi saat beberapa politisi melakukan guyon politik seperti yang dilakukan oleh Sekretaris Parlemen Jepang untuk Kantor Kabinet Yasuhiro Sonoda yang  meminum segelas air dekontaminasi. Juga seperti apa yang pernah dikatakan oleh Perdana Menteri Korea Selatan Han Duck-soo yang berkata bahwa jika air limbah diolah sesuai dengan standar air minum Organisasi Kesehatan Dunia maka kita tidak masalah jika meminumnya.

Jika memang air limbah yang telah di dekontaminasi itu memang cukup aman, mengapa Jepang tidak menggunakan air itu untuk mengirigasi lahan pertanian mereka?

Jelas bahwa Jepang berusaha untuk mencuci otak warga dunia dengan teori bahwa dilution adalah solusi terhadap polusi. Apalagi mereka mendapat dukungan dari mitra dekatnya dan IAEA meskipun mengabaikan kekhawatiran para ahli yang beberapa di antaranya percaya bahwa radiasi berbahaya bagi manusia dalam level apapun.

Satu-satunya tangan tersembunyi di balik drama ini adalah Amerika Serikat yang membutuhkan kerja sama Jepang-Korea Selatan sebagai bagian dari Strategi Indo-Pasifik mereka. Akibatnya, politik lebih diutamakan daripada sains dan bahkan kesehatan penduduk dunia.

Sayangnya, kemesraan antara Jepang dan Korea Selatan ini sebenarnya dibayang-bayangi oleh potensi konflik yang tersembunyi. Baik itu masalah sejarah bahkan sengketa teritorial yang belum terselesaikan.

Opini publik di Korea Selatan sendiri sangat beragam. Rekonsiliasi antara kedua belah pihak hanya terjadi di kalangan elit politik bukan di kalangan masyarakat umum. Keberagaman opini publik bisa saja menyebabkan perubahan kekuatan politik di Korea Selatan dan kontradiksi diantara kedua belah pihak pun bisa saja berkobar lagi kapan saja.

Harusnya Jepang dan Korea Selatan lebih bijak lagi dalam menerapkan strategi politiknya bukan dengan mendukung strategi Amerika Serikat di Indo Pasifik tetapi menjaga kepentingan praktis rakyat mereka, memperbaiki perpecahan di antara mereka sekaligus  memperbaiki masalah struktural di antara keduanya.

Dengan mendorong rakyatnya sendiri ke garis depan polusi nuklir sambil membiarkan mesin perang NATO merayap ke tanah mereka sebenarnya mereka telah membawa kegelisahan dan kekacauan ke wilayah tersebut dengan kedok perdamaian dan stabilitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun