Jadi menurut Keynes defisit adalah alat. Saat negara terdampak krisis maka pemerintah harus belanja lebih banyak. Bahkan lebih dari Revenue atau penghasilan. Otomatis hutang naik dong. Gimana mau spending banyak coba kalau cuma ngandelin dari penghasilan. Ya ga mungkinlah. Makanya harus dibantu sama utangan. Yang penting roda ekonomi tetap berjalan sampai suatu saat bisa keluar dari krisis. Setelah keluar dari krisis baru belanja dikendalikan lagi jangan sampai defisit. Nanti setelah ada kelebihan dana baru bayar hutang.
Itu kata Keynes. Kalau Friedman beda lagi. Menurut beliau belanja berlebihan dan hutang yang berlebihan juga bisa mengakibatkan inflasi kecuali ada pertumbuhan ekonomi. Ibaratnya lu mau belanja jor-joran ya silahkan. Mau ambil utangan yang gede juga ya silahkan asalkan penghasilan lu bertambah terus ga segitu-gitu aja. Kalau ga lu bakalan inflasi alias kolaps.
Nah kembali lagi ke Prancis. Negara ini sudah lama belanja jor-joran karena mentalitas. Negara ini terlalu sayang pada warga negaranya. Makanya semua ditanggung negara. Mulai dari biaya rumah sakit, pensiun, gaji PNS yang tinggi bahkan biaya panti jompo untuk warga senior pun ditanggung negara.
Sebenarnya negara-negara maju pun banyak yang menerapkan prinsip seperti itu. Hanya masalahnya Prancis ini seperti tidak peduli dengan stimulus ekonomi.
Akibatnya pajak tak seimbang dan produktifitas menjadi amburadul. Makanya pertumbuhan ekonomi pun menjadi slow down.
Jadi kesimpulannya defisit itu tidak masalah agar pembangunan tetap berjalan. Pembangunan ekonomi akan selaras dengan hutang negara. Tidak ada masalah sampai disini. Masalah baru terjadi saat hutang negara naik tapi pertumbuhan ekonomi stagnan. Itu baru masalah.
Prancis ini sudah mengalami masalah hutang sejak 2008. Tiap tahun hutang mereka naik terus karena belanja mereka pun ya gila-gilaan juga. Belum lagi terkena wabah Covid-19.
Untuk saat ini mungkin Prancis masih diminati oleh para investor. Makanya Macron mati-matian berusaha menyelesaikan kemelut ini. Meskipun langkah tak populer terpaksa diambil. Asalkan negara tetap kompetitif dan bisa bersaing dengan negara-negara lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H