Mohon tunggu...
ANDI FIRMANSYAH
ANDI FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Guru - Guru yang Belum Tentu Digugu dan Ditiru

Hanya Seorang Marhaen yang menyenangi bidang Geopolitik, Sejarah dan Ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Revolusi Industri di Zaman Artificial Intelligence

11 Agustus 2023   21:28 Diperbarui: 12 Agustus 2023   00:05 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap manusia memiliki keahlian masing-masing. Namun keahlian itu tidak sama antara satu dengan yang lain.

Ada yang pintar menulis tapi belum tentu pintar berpidato. Makanya ada penulis yang harus membaca teks saat berpidato.

Di satu bidang mungkin kita sangat menguasainya sementara di bidang lain terpaksa kita harus minta bantuan orang lain.

Baca juga: The Great Recession

Nah saat kita meminta bantuan orang lain maka ada upah yang harus kita bayar. Mungkin kita hebat di bidang tertentu. Namun karena kebetulan kita banyak orderan maka mau tidak mau kita harus mempekerjakan orang lain yang memiliki keahlian yang sama agar dapat menyelesaikan orderan tersebut tepat waktu. Untuk itu ada upah yang harus kita keluarkan.

Jadi saat saya diminta untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan (Demand) dan saya mempekerjakan orang lain (Labor) maka hasilnya adalah sebuah orderan (Job).

Demand + Labor = Job

Saat ini. Hal inilah yang hendak di porak-poranda oleh hal aneh yang disebut AI alias Artificial Intelligence. Hal anehnya lagi orang-orang seperti tidak perduli meskipun saat ini dunia mereka sedang dikacaukan oleh entitas ini.

Dulu untuk membuat baju kita membutuhkan empat jenis pekerjaan agar dapat menyelesaikannya. Tukang buat benang, Tukang pintal, Tukang tenun dan terakhir Penjahit. Pertanyaannya kemana ketiga tukang ini pergi? Semuanya telah digantikan oleh pabrik di jaman Revolusi Industri 1.0.

Lantas mengapa Penjahit belum punah? Karena pekerjaan ini butuh kreativitas. Apalagi setiap orang memiliki seleranya sendiri dalam berbusana sehingga muncul profesi baru yaitu desainer.

Kesimpulan pertama jika tidak ingin punah maka harus kreatif karena hanya kreatifitas lah yang akan menyelamatkan kita dari pengaruh Revolusi Industri.

Revolusi industri 1.0 telah banyak menghapus kerja-kerja dengan tangan. Para pengrajin yang mendapatkan ilmunya secara turun temurun digantikan oleh mesin-mesin. Semakin berkembang teknologi maka semakin beragam mesin yang berhasil diciptakan. Untuk itu para industriawan merasa perlu membangun pabrik. Setelah membangun pabrik mereka juga butuh tenaga kerja. Maka berbondong-bondonglah para petani meninggalkan sawah dan ladang mereka untuk menjadi buruh pabrik yang lebih jelas penghasilannya tiap bulan daripada menjadi petani yang menunggu panen itupun kadang gagal. Sekali lagi Revolusi Industri 2.0 telah mengacaukan dunia kerja.

Setelah itu masuk ke Revolusi Industri 3.0. ini jaman digital. Microprocessor diciptakan untuk membuat robot. Sehingga tidak perlu banyak tenaga kerja. Sebab tangan-tangan robot itu ternyata kerjanya lebih cermat dan terampil karena sudah terprogram.

Dulu pabrik Ford untuk menghasilkan satu buah mobil membutuhkan waktu 12.5 jam. Sejak ada tangan-tangan robot terampil ini mereka hanya butuh waktu 93 menit untuk merakit sebuah mobil. Bayangkan! Berapa besar keuntungan yang bakal mereka raih meskipun harus mengeluarkan investasi besar diawal.

Sekarang kita akan kaji apa yang bisa kita pelajari dari Revolusi Industri ini.

Revolusi industri 1.0 berlangsung selama 80 tahun (1760-1840). Revolusi industri 2.0 berlangsung selama 70 tahun (1870-1947). Revolusi industri 3.0 berlangsung selama 54 tahun (1969-sekarang). Saat ini kita berada diambang Revolusi Industri 4.0.

Menurut Klaus Schwab pada tahun 2015 Revolusi Industri 4.0 ini bukan saja perbaikan dari Revolusi Industri 3.0 tetapi berubah total. Cara hidup berubah. Teknologi semakin pintar (AI) dan internet semakin cepat(5G). Sekat antara dunia fisik, dunia digital dan biologis akan semakin menipis.

Maka di Revolusi Industri 4.0 perlu tenaga kerja yang level pendidikannya lebih tinggi. Mungkin master bahkan doktor. Sarjana levelnya malah jadi mirip lulusan SMA. Jadi standar pendidikan minimal.

Jadinya saat masuk ke Revolusi Industri 4.0 nanti tidak ada gap antara dengan Revolusi Industri 3.0. Jika Revolusi Industri 1.0 dan Revolusi Industri 2.0 ada gap puluhan tahun. Dari 2.0 ke 3.0 gapnya semakin kecil. Namun tetap kita masih punya waktu untuk belajar menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

Dalam bahasa teknologi perubahan dalam jangka waktu 10 tahun itu sebenarnya dianggap cepat. Namun dalam ukuran waktu manusia 10 tahun itu adalah waktu yang sangat cukup untuk kita belajar skill-skill baru.

Pekerjaan-pekerjaan seperti data entri misalnya itu pasti akan terancam dengan semakin canggihnya AI saat sekarang ini.

Operator yang biasa menangani percakapan 24 jam juga akan mengalami kemusnahan suatu saat kelak. Mungkin sekarang masih bisa karena processor untuk merancang AI yang sanggup melakukan itu masih mahal. Tapi 10 tahun yang akan datang saat processor itu semakin murah bisa saja AI yang akan menggantikan para operator itu.

Maka saran saya mulai sekarang kita harus update informasi tentang AI tersebut. Kita harus tahu di bidang apa yang AI tersebut bakalan tidak bisa mengambil alihnya dari kita. Disitulah nanti harapannya kita akan meletakkan anak-anak kita untuk mendalaminya lebih lanjut.

Jangan paksa mereka terus belajar robotik jika nanti AI mampu mengalahkan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun