Mohon tunggu...
ANDI FIRMANSYAH
ANDI FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Guru - Guru yang Belum Tentu Digugu dan Ditiru

Hanya Seorang Marhaen yang menyenangi bidang Geopolitik, Sejarah dan Ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Belajar dari Chegg

23 Juni 2023   17:00 Diperbarui: 23 Juni 2023   17:51 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

CHEGG ini adalah perusahaan berbasis teknologi pendidikan. Jadi kalau di Indonesia mungkin mirip-mirip dengan Ruang Guru.

Jadi di platform itu pengguna bisa mengerjakan tugas, menyewa buku teks, buat kelas online dan banyak lagi.

Karena rate-nya murah maka banyak siswa maupun mahasiswa di Amerika yang menggunakan platform ini. 

Perusahaan ini berdiri sejak tahun 2000. Didirikan oleh tiga orang mahasiswa dari Universitas Iowa. 

Pada waktu terjadinya badai Covid-19, perusahaan ini berhasil menggaet 2,9 juta pelanggan dengan cara menyusun buku teks mirip Netflix. Karena satu dunia pada berdiam dirumah saja otomatis pelanggan mereka menggelembung dengan cepat. Saham langsung melambung tinggi.

Hanya perusahaan ini asasnya adalah demand driven business system'. Artinya keuntungan berasal dari permintaan. Jadi kalau permintaan menurun ya otomatis laba menurun dan saham pun ikut turun. Itulah yang terjadi pada mereka.

Tanggal 14 Februari 2021 saham mereka sempat diperdagangkan $113.96 dolar Amerika. Gila ga tuh. Tinggi banget. Namun di tanggal 28 November 2021 saham mereka langsung anjlok ke $26.50. Ini sudah bukan terpeleset lagi. Tapi nyungsep sambil guling-guling. Kenapa bisa terjadi? Karena Lockdown sudah berlalu maseh....

Meskipun menurut pengamat ekonomi bahwa sebenarnya harga saham CHEGG itu bukan anjlok tetapi kembali ke fitrah. Artinya untuk perusahaan sekelas CHEGG nominal harga saham normalnya ya memang segitu. Mengapa sempat diatas harga 100 dolar ya karena faktor X tadi yaitu Pandemi. 

Pandemi telah membuka mata para pembuat teknologi. Bahwa industri berbasis teknologi membutuhkan AI. Karena banyak pekerja yang mulai doyan kerja di rumah. Mereka sudah pada malas ngantor lagi. Banyak perusahaan juga menginginkan hal yang sama. Apalagi yang kantornya masih nyewa. 

Tahun 2030 AI diramalkan akan lebih ganas lagi. Banyak kerjaan dan sistem bisa berjalan dengan mengandalkan AI. Tak perlu melibatkan banyak campur tangan manusia. Cukup diawasi saja. Selesai. Cukup letak satu atau dua operator saja. Biaya bisa dihemat. Namun akibatnya apa? Pengangguran dimana-mana.

Itu belum di tambah jika Artificial General Intelligence (AGI) berhasil dikembangkan. Ini malah lebih dahsyat lagi. Kelebihan kognitif nya malah melebihi AI. Bisa menyerap dan memberi ilmu dan informasi yang lebih presisi ketimbang AI. 

Sekarang ini pemain industri berbasis teknologi sedang berinvestasi besar-besaran di dunia AI ini. Jumlah investor pun meningkat terus sejak tahun 2018. Bukan cuma investor saja, perusahaan berbasis teknologi pun mulai menjamur dan merambah bidang ini. 

Jadi kalau kembali ke kasus CHEGG. Mengapa bisa langsung tengkurep sahamnya dalam 4 jam adalah karena pernyataan CEO nya dalam sebuah wawancara menyatakan bahwa siswa dan mahasiswa sekarang lebih senang main ChatGPT ketimbang akses ke CHEGG dan itu otomatis mempengaruhi pertumbuhan pelanggan baru kami.

Fix sudah. Ini pernyataan negatif. ChatGPT adalah teknologi AI yang saat ini sedang dipuja-puja banyak orang. Lantas CEO CHEGG buat pernyataan kaya gitu. Maka orang langsung beranggapan ini CHEGG kayanya ga punya masa depan. Makanya investor yang pegang saham CHEGG otomatis langsung SELL.

AI sekarang saja sudah bisa buat laporan lebih baik dari manusia. Bagaimana kalau 10 tahun lagi. Tentunya dia akan lebih pintar dan lebih bijak lagi dan waktu 10 tahun itu tidak lama. Maka generasi Indonesia sekarang ini harus dibekali dengan teknologi ini. Kita jangan sampai gagal dalam mengadaptasi teknologi ini. Jangan seperti CHEGG yang justru bersikap negatif dengan kehadiran AI ini.

Ingatlah...

AI ini bukan bagian dari Job Destruction. AI adalah bagian dari Job Disruption. Hanya peralihan bentuk pekerjaan saja. 

Sama seperti masa Revolusi Industri dulu. Masa itu pandai besi, tukang jahit dan kerja tangan punah di ganti pekerja pabrik.

Pekerjaan model lama diganti pekerjaan model baru. Revolusi industri 5.0 sepertinya bakal mengarah ke hal tersebut.

Maka satu-satunya cara agar kita bisa survive di jaman AI ini adalah dengan beradaptasi. Sekali lagi kata kuncinya adalah ADAPTASI.

Carilah skill yang nantinya dapat kita gunakan dalam menjawab tantangan AI ini. Jangan seperti CHEGG..

Wassalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun