Ada seorang kepala bagian HRD. Tugasnya mengurusi legalitas perusahaan selama 20 tahun. Orangnya sangat pintar. Kerjanya pun sangat hati-hati. Pernah satu kali saat ngobrol bareng di kantin dia bilang bahwa mengerjakan legalitas dokumen perusahaan itu perlu kehati-hatian. Bahkan kalimat sedetil apapun harus diperhatikan. Waktu itu saya tidak ambil peduli dengan ucapannya. Bagi saya waktu itu apa yang diucapkannya itu hanya sekedar penegasan bahwa posisinya di perusahaan memang sangat penting. Namun sekarang saya baru menyadari ucapan teman saya itu. Dokumen legalitas perusahaan memang sangat penting sebab semua itu menyangkut perlindungan hukum bagi perusahaan tersebut.
Tapi pada dasarnya beliau saya anggap memang sangat menghargai kekuatan kata-kata.
Oke, mari sekarang kita fokus pada apa yang ingin saya sampaikan pada artikel ini. Bagaimana caranya membuat tulisan kita “hidup” dan selalu diingat pembaca?
Cerita seperti apa yang kita inginkan?
Tentu kita ingin membuat cerita yang tampak nyata, bisa dipercaya dan konsisten dengan alur cerita yang menarik. Nah, dari semua novel BEST SELLER yang pernah saya baca intinya bahwa cerita itu menarik saat si penulis mampu menggambarkan benda-benda, karakter tokoh dan peristiwa dalam cerita tersebut dengan sangat baik.
Apakah tokoh dalam cerita tersebut sedang marah, kecewa, terganggu, tersakiti, tertekan, bersemangat, khawatir, takut, jengkel, atau apapun itu harus dapat anda gambarkan dengan jelas dan hidup.
Novel BEST SELLER tidak diukur dari tebalnya halaman, synopsis yang memikat ataupun judul yang bombastis. Tulisan yang menarik ternyata ditinjau dari “kepribadian” cerita tersebut yang terangkai dalam untaian kata-kata memikat. Cerita tersebut harus memiliki karakter. Kalau tidak, maka yang tinggal hanya narasi kering dan cepat ditinggalkan oleh pembaca.
Memang sulit menemukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan suatu adegan menjadi lebih hidup. Kalau saya biasanya memulai dengan membangkitkan antusiasme untuk menulis. Setelah itu mulai melatih kesabaran sebab saya sering terjebak pada situasi untuk selekas mungkin mengakhiri suatu adegan. Sulit untuk mendramatisirnya. Itulah mengapa lebih banyak penulis wanita yang sukses ketimbang penulis pria. Mungkin karena mereka lebih sabar dan lebih gampang untuk mendramatisir suatu adegan.
Sehingga adegan demi adegan menjadi benar-benar lebih hidup kalau dirangkai dengan kata-kata yang tepat. Kalau anda perhatikan novel BEST SELLER, anda akan mendapati bahwa karakter pada cerita tersebut memang digali sangat dalam. Mereka jadi lebih hidup, kredibel dan berwarna. Beberapa penulis terkenal kadang menggarapnya dalam sebuah percakapan atau si tokoh menjadi bahan diskusi tanpa dia sendiri hadir pada adegan itu.
Bahkan terlihat jelas perbedaan antar tokoh. Baik itu cara berbicara, kepribadiannya bahkan jalan pikirannya. Oleh karena itu maka saya sangat menyarankan sekali sebelum mengurai sebuah alur cerita menjadi adegan, maka ada baiknya kita gambarkan dulu tokoh yang akan kita ceritakan dalam tulisan kita. Tentukan dulu bentuk fisik mereka. Kalau perlu suara bahkan cara mereka berbicara. Inilah seninya menulis. Semakin jelas gambaran tokoh pada cerita tersebut, semakin gampang kita mengatur dan mendramatisir adegan.
Satu lagi, kalau seandainya anda terlalu dalam menggali karakter suatu tokoh sementara setelah diurai ternyata tokoh tersebut tidak cocok dengan alur cerita maka anda tinggal memodifikasinya dengan menciptakan tokoh lain. Cara lain untuk menambahkan dimensi pada karakter tersebut adalah dengan fragmentasi. Biasanya ini memudahkan pembaca untuk memahami watak tokoh tersebut.