Disebuah desa kecil, ada seorang kakek yang memiliki sawah yang sangat luas. Ia tidak lagi sanggup mengurus sawahnya karena usianya sudah lanjut dan tenaganya melemah. Saat tengah malam dan ditemani hujan rintik, ia menulis surat buat anaknya yang kini mendekam di penjara.
“Anakku, betapa bapak sangat kesepian di rumah. Sejak engkau ditangkap polisi karena melaawan pemerintah. Bapak sedih sekali. Bapak tak punya tenaga lagi mengurusi sawah kita yang luas itu. Di usia yang tua begini, bagaiman mungkin bapak mencangkul sawah. Akh.. andai saja engkau disini. Tentunya enagkau dapat membantu Bapak mengurus sawah. Bapak rindu sekali padamu..”
Setelah selesai menulis, surat itupun dilayangkan kepada putranya yang ada di penjara. Sebelum surat itu diberikan, diperiksa dulu isinya oleh sipir penjara. Setelah dicermati tidak ada yang ganjil, baru diberikan kepada yang dituju. Sang anak yang mendapat surat itu merasa sangat terharu. Saat itu juga ia membalas surat untuk Bapaknya di desa.
“Bapak, saya minta maaf karena telah membuat Bapak tinggal sendirian. Saya pun rindu pada bapak. Harapan saya agar Bapak selalu mendoakan saya disini. Mengenai sawah kita, jangan dicangkul dulu, karena di dalamnya masih banyak bahan peledak yang disimpan teman-teman. Saya khawatir kalau Bapak cangkul sekarang malah dapat memicu bahan peledak yang tertanam disana. Itu saja pesan saya. Satu lagi, walaupun saya berada di dalam penjara, namun bakti saya kepada Bapak tidak akan pernah dibatasi oleh apapun juga.”
Begitulah ia menjawab surat Bapaknya. Lagi-lagi sebelum dikirim ke desa, terlebih dahulu diperiksa oleh sipir penjara. Betapa terkejutnya sipir tersebut begitu membaca isi surat yang menyatakan bahwa di sawah bapak itu terdapat banyak bahan peledak. Kontan saat itu juga sipir penjara melapor pada atasannya . Surat itu disita dan dalam waktu singkat Tim Densus 88 Anti Teror mendatangi desa tersebut. Semua sawah dicangkuli tanpa ada satu petak pun yang tersisa guna mencari bahan peledak yang dimaksud. Namun aneh, mereka tidak menemukan bahan peledak sama sekali. Akhirnya pasukan Tim Densus 88 Anti Teror itupun pulang dengan tangan hampa.
Bapak yang putranya di penjara itu heran melihat ada begitu banyak rombongan polisi yang datang langsung mencangkul seluruh sawahnya. Akhirnya ia kembali menulis surat pada anaknya,
“Aneh.. Pagi-pagi sekali puluhan polisi datang ke sawah kita sambil membawa cagkul. Dengan semangat mereka mencangkuli seluruh sawah tanpa minta ijin dulu pada Bapak. Bapak jadi heran, apap tujuan mereka?”
Surat ini dilayangkan dan seperti biasa diperiksa oleh sispir penjara. Setelah dicermati tidak ada yang aneh, surat itu lalu disampaikan kepada anak si Bapak. Membaca surat ini, si anak terkekeh-kekeh. Lalu ia membalas surat bapaknya.
“Bapak, seperti yang saya katakan sebelumnya, walaupun berada didalam penjara, namun bakti saya terhadap Bapak tidak akan terhalang oleh apapun juga. Bapak tidk usah memikirkan ulah mereka itu. Sekarang Bapak tidak usah bingung tentang sawah kita. Bukankah kini sawahnya sudah gembur dicangkuli oleh puluhan polisi yang datang itu?? Sekarang Bapak tinggal menanam saja benih yang Bapak inginkan.”
RENUNGAN KITA HARI INI :
Allah telah memberikan kita potensi akal. Dengan akal inilah kemudian yang membedakan manusia dengan hewan. Hewan tidak diberikan potensi akal sehingga hanya hidup dengan naluri dan hawa nafsu.
Karunia Allah berupa akal ini hendaknya dimanfaatkan sebaik mungkin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H