Siti tergolong gadis cantik di desa kami. Sikapnya yang ramah dan senyumnya yang manis membuat siapa saja senang bila berpapaan dengannya. Para gadis di desa mengakui bahwa kecantikan Siti melebihi semua gadis di desa itu. Jika satu hari saja Siti tidak tersenyum, desa kami berkurang keindahannya.
Senyum Siti bukanlah senyum Monalisa yang misterius. Senyum Siti adalah senyum yang membuat setiap insan yang memandangnya menjadi ceria.
Berita tentang kecantikan Siti akhirnya sampai juga ke telinga Brewok, Juragan kerupuk yang sekaligus anggota legislative dari partai Bambu Kuning. Walau sudah beristri empat, tapi rasa penasaran akan senyuman Siti akhirnya membawanya ke desa kami.
“Wah… ternyata memang benar apa kata orang. Senyuman Siti sungguh membuat hatiku menjadi ceria!” kata Brewok saat memandang Siti dari dekat. Sejak melihat Siti, Brewok mulai berkhayal hendak meminang Siti untuk menjadi istri kelimanya.
Brewok sepertinya benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama. Hingga akhirnya Brewok memberankan diri mendatangi kediaman Siti untuk membujuk orangtuanya agar sudi menikahkan Siti dengannya.
Begitu mendengar permohonan Brewok, hati Siti menjadi sedih. Kedua orang tuanya pun sebenarnya keberatan, tapi karena memandang Brewok termasuk orang yang berpengaruh di Kabupaten tersebut, sementara mereka hanyalah orang kampong yang tak berdaya. Penduduk desa menjadi bersedih. Seluruh kampong ikut bersedih.
Pagi-pagi buta, rombongan pengantin pria telah tiba di depan rumah. Calon pengantin wanita berkerudung telah duduk di pelaminan. Ketua rombongan pengantin pria kemudian menyerahkan mahar dan dimulailah prosesi pernikahan itu.
Ditengah prosesi berlangsung, pengantin wanita bermohon kepada pengantin pria pergi ke kamar mandi sebentar untuk buang air kecil. Namun ditunggu lama sekali, tak juga pengantin wanita menunjukkan diri. Sampai salah satu anggota rombongan menyusul ke kamar mandi. Tapi betapa terkejutnya anggota rombongan tersebut karena di dapatinya hanya baju pengantin wanita yang tergeletak di lantai. Segera saja ia berteriak,” Pengantin wanita hilang….”
Kemanakah Siti menghilang?
RENUNGAN KITA HARI INI :
Islam memberikan kesamaan hak terhadap laki-laki dan perempuan dalam memilih pendamping hidup masing-masing, dan islam tidak pernah memberikan power berupa hak maupun kewajiban kepada orang tua untuk memaksa anaknya dalam menikah, melainkan islam memberikan suatu peran bagi orang tua dalam berlakon sebagai penasehat, pemberi arahan dan petunjuk dalam masalah memilih calon pasangan anaknya dan tidak berhak orang tua memaksa anaknya baik laki-laki maupun perempuan untuk menikah dengan orang yang tidak mereka ingini atau bukan pilihan mereka.
Nikah adalah keistimewaan dan masalah pribadi setiap orang, sehingga pemaksaan orang tua atau salah satu orang tua terhadap anaknya untuk nikah dengan orang yang tidak diinginkannya hukumnya adalah haram secara Syar’i, karena itu merupakan perbuatan dzalim dan melanggar hak-hak orang lain. Wanita dalam islam mempunyai kebebasan mutlak dalam menerima atau menolak orang yang datang mempersuntingnya sehingga orang tua tidak mempunyai hak apalagi kewajiban dalam memaksanya karena kehidupan berumah-tangga tidak akan berjalan mulus bahkan akan merusak pernikahan apabila pernikahan tersebut didasari oleh paksaan dan kepura-puraan.
Telah banyak dalil-dalil dan fakta-fakta yang menunjukkan pengharamannya dalam islam yang mana telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW baik secara Qawli maupun Fi’ly sebagai bantahan terhadap aturan-aturan yang ada pada zaman jahiliah berupa diskriminasi terhadap wanita dalam masalah pernikahan, sehingga Rasulullah menetapkan suatu ketetapan hukum tentang keberadaan hak seorang wanita dalam menentukan pasangan hidupnya, serta membatalkan hukum suatu perkawinan yang dilandasi oleh pemaksaan dan keterpaksaan meskipun yang memaksa dalam hal ini adalah seorang ayah. Hal ini juga menunjukkan penyalahan terhadap adat istiadat orang-orang arab pada saat itu, sebagai ujian bagi mereka dalam menerima syariat islam yang sangat memuliakan wanita dan menjunjung tinggi hak-hak wanita dalam memilih pasangannya. Sebagaimana dalam hadits-hadits di bawah ini:
- Dalam musnad Ahmad jilid 2 hal:434 dan juga dalam Shahih Bukhari jilid 5 Hal:1974 dan dalam Shahih Muslim jilid 2 Hal:1036, Rasulullah SAW bersabda:”Janganlah mengawinkan anak wanita (perawan) sehingga kamu meminta izin dan mendapat persetujuan darinya, sahabat bertanya : bagaimanakah tanda setujuanya, Rasul menjawab:”diamnya” adalah setujunya.
- Dalam musnad Ahmad, jilid 1, Hal:117 dan Sunan Abi Daud jilid 2,Hal:232 dan Sunan Ibnu Majah jilid 1,Hal:603. Diriwayatkan bahwa seorang wanita telah datang mengadu kepada Rasulullah SAW akan perihal ayahnya yang memaksanya kawin dengan orang yang tidak diinginkannya. Maka Rasul menjawab La Nikaha Lahu”.
- Dalam Al Kubra diriwatkan oleh Nasai bahwa seorang ayah telah memaksa anaknya untuk menikah, hal tersebut diadukan kepada Rasulullah SAW, maka Rasul menjawab La Nikaha Lahu Inkihi Ma Syi’ta, tidak sah nikahnya, kawinilah yang kamu kehendaki.
- Dalam I’lam Al Muqiin oleh Ibnu Qayyim jilid 4, Hal:260-261. Seorang wanita telah mengadu kepada Rasulullah tentang ayahnya yang memaksanya untuk menikah dengan orang yang tidak diinginkannya. Maka Rasulullah menghampiri ayahnya dan menyuruhnya untuk meminta izin dan persetujuan dari sang anak.
Islam sangat memperhatikan masalah memilih pasang suami dan istri yang pada hakekatnya adalah memperhatikan dasar-dasar terbentuknya suatu keluarga yang sakinah, dimana dumulai dengan pertemuan antara laki-laki dan perempuan yang mempunyai keinginan dan untuk mewujudkannya haruslah dibutuhkan pengertian antara keduanya.
MARI SEBARKAN KEPADA SESAMA MUSLIM SEBAGAI SEDEKAH RUHANIYAH KITA DAN SEMOGA MENAMBAH AMAL JARIYAH KITA SEMUA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H