Mohon tunggu...
Andi Firmansyah
Andi Firmansyah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang pendidik yang bertugas di Tanjung Balai Karimun Prov. Kepri Aktif menulis di beberapa forum yang berkaitan dengan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bangsa Koeli

29 Maret 2015   13:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:50 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya gak enak menyebut bangsa sendiri seperti itu. Tapi begitulah keadaannya sekarang ini. Kalau ini terus berlanjut, maka kita justru akan terjebak kepada kemiskinan structural dimana rakyat akan terdorong untuk melakukan pekerjaan apa saja asal perut tetap terisi.

Tak usah dibandingkan dengan Negara-negara Eropah atau Amerika Serikat, dengan Malaysia saja yang dulu murid kita, Indonesia tak ada apa-apanya. Sialnya lagi, Malaysia makin sering menyerahkan tenaga kasarnya seperti kuli bangunan, pembantu, buruh pabrik dan sebagainya, kepada orang Indonesia.

Padahal sekitar tahun 70-an sampai 80-an untuk mempercepat mutu pendidikan, pemerintah Malaysia banyak mendatangkan guru dari Indonesia. Bahkan perusahaan minyak mereka, Petronas, yan sekarang mampu membangun The Twin Tower, dulunya adalah murid Pertamina.

Tapi itu dulu,  mantan murid Indonesia itu sekarang mulai kurang ajar sama anak gurunya. Lihatlah betapa banyak anak gurunya itu yang diperlakukan layaknya budak. Hanya karena masalah paspor dan ijin kerja yang harusnya bisa diseleaikan secara baik-baik sebagai bangsa serumpun, ratusan bangsa Indon (kata mereka) diburu layaknya binatang oleh sekumpulan oknum Polis Diraja Malaysia sehingga harus lari pontang-panting bahkan sampai bersembunyi dihutan segala.

Padahal sebenarnya anak-anak bangsa itu rela pulang aik-baik ke Indonesia asal gaji mereka dibayar. Tapi malah ini dijadikan peluang bagi majikan di Malaysia untuk menunggak gaji mereka yang telah diperas tenaganya selama setahun.

Kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Malaysia. Justru kitalah yang seharusnya memperkuat diri terutama dalam lobi-lobi Internasional. Posisi Malaysia jelas lebih kuat. Posisi mereka adalah majikan, yang punya duit, sedangkan kita jongos yang siap menerima pekerjaan apapun yang mereka suruh.

Apalagi didukung perangkat hukum yang lebih mengutamakan harkat dan martabat bangsa mereka, yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk memperlakukan “kuli-kuli”itu tak ubahnya sampah yang mengotori halaman rumah mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun