Mohon tunggu...
Andi Firmansyah
Andi Firmansyah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang pendidik yang bertugas di Tanjung Balai Karimun Prov. Kepri Aktif menulis di beberapa forum yang berkaitan dengan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Indonesia, Tiongkok, dan Alumunium

6 Juli 2014   17:03 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:16 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi, bahan mentah komoditas tambang kini dilarang diekspor oleh Pemerintah. (KOMPAS.com)"][/caption]

Akhir maret lalu pasar komoditas yang memperdagangkan nikel menunjukkan tren naik. Apa penyebab semua ini? Ternyata yang menjadi penyebab utamanya adalah kebijakan Pemerintah yang menghentikan atau bisa dikatakan melarang para eksportir untuk melakukan ekspor bahan mentah ke pasar. Alasan yang diberikan pemerintah kepada pasar cukup masuk akal. Sudah saatnya hasil bumi Indonesia itu harus memiliki nilai tambah dulu baru bisa dilempar ke pasar. Jadi kalau mau jual tebu gak boleh kecuali dalam bentuk gula. Harusnya jual CPO juga gak boleh karena kita harus ekspor dalam bentuk minyak goreng. Jual minyak juga gak boleh sih sebenarnya karena harusnya dalam bentuk plastic baru boleh dijual. Tapi terlepas dari semua itu saya setuju dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah agar hasil bumi Indonesia itu tidak seenak udelnya aja dikeruk tanpa memberikan manfaat apapun bagi kita.

Jadi dari kebijakan pemerintah yang melarang ekspor barang mentah tersebut menyebabkan pasar bereaksi cukup signifikan. Untuk nikel saja harganya sudah mencapai level tertinggi sejak Februari 2012 lalu dan bukan cuma nikel aja, alumunium juga terkena imbasnya. Gimana gak kena imbas coba, pemerintah kan melarang semua jenis bahan tambang untuk diekspor ke luar negeri termasuklah bauksit. Sementara bauksit digunakan untuk memurnikan Alumina dan setelah itu baru dimurnikan lagi menjadi alumunium. Jadi istilah sederhananya bahan bakar untuk mencetak alumunium adalah bauksit. Jadi kalau bauksit gak ada dipasaran trus mau nyetak alumuniumnya pake apa coba? Padahal untuk mencetak satu ton alumunium itu butuh tujuh ton bauksit, coba bayangin.

Periode tahun 2007-2013 Indonesia itu sudah menguasai 60 persen pasar bauksit dunia. Nah sekarang yang 60 persen itu udah gak ada lagi. Trus yang kena imbasnya siapa? Siapa lagi kalau bukan Negara yang sekarang ini sedang unjuk diri di Laut Tiongkok Selatan menantang Negara tetangganya dan (menyatakan) bakal mengusur hegemoni Amerika Serikat di dunia yaitu Tiongkok. Ternyata Tiongkok itu diam-diam adalah konsumen terbesar bauksit yang ada di pasar dunia termasuklah yang kita ekspor kemaren. Mereka menelan semua itu untuk mencetak setengah pasokan alumunium dunia. Bisa jadi ini salah satunya  yang membuat pemerintah itu berpikir untuk menghentikan ekspor semua bahan mentah ke luar negeri. Kita menguasai 60 persen pasar bauksit dunia kok malah Tiongkok yang menguasai setengah pasokan alumunium dunia. Gak bisa dong! Kita kan masih punya INALUM. Harusnya kita yang ada diposisi Tiongkok saat ini.

Sekarang Tiongkok lagi bingung nih, mau cari dimana lagi tuh bahan bakar untuk alumunium mereka. Tapi ya itu tadi selalu saja yang namanya kesulitan itu pasti ada kemudahan (itu sudah dijanjikan Tuhan dalam salah satu kitabnya) dan bagi pebisnis selalu saja ada peluang dibalik peluing atau pasti ada kesempatan dibalik kesempitan. Khusunya bagi Investor yang pegang saham alumunium (lihat artikel saya berikut) SUPER CONTANGO! Mari rame-rame borong saham Metal. Sudah pasti pasokan alumunium dari Tiongkok akan berkurang dan itu membuat harga komoditas ini di pasar saham menjadi kian tinggi. Itu bagi Investor, bagi supplier rejekinya lain lagi. Dengan absennya Indonesia di pasar bauksit dunia akan menyebabkan Tiongkok mulai bernegosiasi dengan Negara lain agar bersedia untuk menjual bauksitnya kepada mereka. Tentu harganya beda dong! He he he… Sekarang saja harga bauksit dipasaran luar negeri itu mencapai nilai tertinggi sejak Oktober 2008. Jadinya kok kita yang sial ya? Coba kalau seandainya bukan kita yang menguasai pasar bauksit dunia, Malaysia misalnya. Nah begitu mereka mundur dari pasar dunia kan kita bisa ambil untung lebih besar sekarang. Yah.. itung-itung buat nambal APBN lah (itupun kalau gak di korupsi). Ok sekarang mari kita simak siapa kira-kira yang yang dapat rejeki nomplok alias durian runtuh dari ketidak hadiran kita di pasar dunia.

Nama perusahaan tersebut adalah BHP BILLITON dan RIO TINTO PLC. Keduanya adalah perusahaan tambang yang beroperasi di Australia. Oh, jadi Australia toh yang ambil posisi kita.

Yup, mungkin segitu aja informasi dari saya. Bagi para investor yang saat ini masih wait and see silahkan menentukan posisi sebelum terlambat. Ingat! Incar saham alumunium di pasar LME (London Metal Exchange).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun