Jadi, menurut saya, untuk bisa membangun profesionalisme di industri TIK ke depannya, kita butuh kebijakan yang lebih kuat dan jelas dari para stakeholder. Pemerintah, perusahaan, akademisi, sampai profesional di bidang TIK perlu saling mendukung untuk menetapkan standar etika yang lebih jelas dan mendorong penerapan kode etik di lapangan. Misalnya, pemerintah bisa menetapkan regulasi yang lebih ketat soal keamanan data dan privasi, yang nggak cuma jadi tanggung jawab perusahaan besar, tapi juga semua pelaku di bidang TIK, termasuk startup atau pengembang individu. Ini sejalan dengan saran Johnson, agar ada kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat supaya nilai-nilai sosial dan moral ini benar-benar jadi landasan dalam setiap tahap pengembangan teknologi.
Selain itu, saya juga menyarankan agar perusahaan TIK lebih aktif dalam memberikan pelatihan etika dan profesionalisme untuk karyawannya. Jadi, bukan cuma hard skill yang diasah, tapi juga soft skill dan pemahaman soal etika profesi. Buat mahasiswa atau calon profesional, penting juga ada kurikulum yang lebih fokus pada pemahaman etika digital dan tanggung jawab sosial, supaya sejak awal mereka udah terbiasa untuk bekerja secara profesional dan bertanggung jawab.
Intinya, kalau kita mau industri TIK berkembang dengan baik dan bisa terus dipercaya masyarakat, maka profesionalisme dan kode etik harus jadi prioritas. Kita butuh kebijakan yang jelas, pelatihan yang memadai, dan komitmen dari semua pihak untuk menjaga standar tinggi di bidang ini. Dengan begini, kita nggak cuma menghasilkan teknologi yang canggih, tapi juga teknologi yang bermanfaat dan bisa dipercaya, seperti yang disarankan oleh Sollie dan Johnson dalam kajian mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H