Setelah pulang kuliah, aku dan temanku pergi ke warung kopi Pak Lik. Warungnya sederhana tapi sangat ramai karena selain jualan kopi, ada pula masakan dan cemilannya. Warung Pak Lik berada di pinggir jalan raya yang hanya dibatasi oleh trotoar jalan dan di seberang jalan ada dua pohon asam besar dan tua.
Saat itu, di dalam warung sudah tidak ada tempat duduk lagi. Kami memutuskan untuk duduk bersila diatas tikar menghadap ke jalan raya sambil melihat kendaraan yang lalu lalang. Sambil menikmati kopi, kami asyik mengobrol tentang mereka yang lewat di depan kami. Mulai dari mbak-mbak yang berpakaian seksi hingga orang-orang yang berkendaranya ngawur.
Di samping kananku, kami mendengar seorang pemuda yang sedang mengobrol dengan temannya.
“Hey lihat mobil box berwarna hitam di sebelah sana. Ada beberapa bapak-bapak yang keluar membawa spanduk besar. Kamu tahu tulisannya apa?”
“Mobil yang berhenti di depan pohon asam itu? Tidak tahu.” Jawab temannya.
“Partai Nasgor.” Celetuk pemuda yang seumuran denganku itu sambil tertawa.
Mendengar itu, aku dan temanku pun ikut tersenyum. Kami jadi tertarik untuk menyaksikan apa yang akan mereka lakukan dengan spanduk tersebut.
Mereka tampak sibuk membentangkan spanduk yang panjangnya dua meter lebih. Lalu salah satu dari mereka mengambil tangga lipat dari dalam mobil.
“Mau apa mereka?” Aku bertanya kepada temanku.
“Sepertinya mereka akan memasang spanduk, diantara kedua pohon asam tersebut. “ Temanku memberikan pendapatnya.
Dan benar saja, bapak yang berbadan besar, rambutnya gondrong, berkumis tebal sedang menaiki tangga dan memaku pohon. Lalu bapak yang satunya lagi yang rambutnya sedikit botak memasangkan tali pada paku yang telah ditancapkan pada pohon. Tidak ada sepuluh menit, pekerjaan mereka selesai. Spanduk besar berwarna biru kuning itu terpampang dengan jelas.