Mohon tunggu...
Andi Chairil Furqan
Andi Chairil Furqan Mohon Tunggu... Dosen - Menelusuri Fatamorgana

Mengatasi Masalah Dengan Masalah Baru

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Anomali Pilkada, Hanya Ahok & Terjadi di DKI

26 April 2017   18:03 Diperbarui: 27 April 2017   12:00 1951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Anomali yang ketiga adalah adanya salah satu kontestan yang di demo dan di seret kemeja hijau selama proses PILKADA sementara berlangsung. Tidak tanggung-tanggung, demo ini mengatasnamakan agama tertentu, sehingga menjadi isu nasional bahkan internasional. Inilah suatu fenomena yang mungkin hanya dijumpai pada PILKADA DKI. Disaat seorang kontestan yang akan bertarung diPILKADA seharusnya mengumpulkan dukungan sebanyak-banyaknya dengan janji-janjimanis yang diungkapkan, yang terjadi di DKI malah sebaliknya, Ahok sebagai salah satu peserta PILKADA DKI di demo, di cemooh, di usir, bahkan di ancam secara terang-terangan di muka umum. Suatu hal yang sangat tidak lazim dalam perhelatan pilkada di Indonesia. 

Uniknya, walaupun ahok sampai di seret ke pengadilan atas kasus "menistakan agama dan pemuka agama tertentu" yang dituduhkan kepadanya, ahok tidak kehabisan pendukung, malahan yang terjadi sebaliknya, dukungan dan simpati warga masyarakat kepada ahok juga terus mengalir, tidak hanya dari warga DKI, bahkan dari provinsi lain dan luar negeri. Inilah anomali yang semoga hanya terjadi diPILKADA DKI dan tidak terjadi pada PILKADA di daerah lain.

4. Penggalangan Dana Kampanye dari rakyat.

Anomali yang keempat adalah pendanaan kampanye yang sebagian besar dari sumbangan masyarakat. Sumbangan yang berasal dari masyarakat sudah biasa kita lihat dari Laporan Dana Kampanye Pasangan Calon Kepala Daerah pada PILKADA-PILKADAsebelumnya. Namun, jika ditelusuri bagaimana strategi tim kampanye ahok dalam mengumpulkan sumbangan-sumbangan masyarakat, hal itulah yang mungkin dapat membuat kita berdecak kagum. 

Berdasarkan laporan dana kampanye ahok-djarot yang diserahkan kepada KPUD DKI Jakarta, tercatat bahwa pada putaran pertama, sumbangan dana kampanye yang berhasil dikumpulkan mencapai sekitar Rp, 60,1 M, termasuk sumbangan yang berasal dari masyarakat sekitar Rp.58,1 M dari sekitar 10 ribu penyumbang, sedangkan pada putaran kedua, sumbangan yang didapatkan dari masyarakat sekitar Rp27,8 miliar yang terdiri dari sumbangan perseorangan (3.245 warga) sebanyak Rp10,1 miliar dan sumbangan dari perusahaan atau badan hukum swasta sebanyak Rp17,6 miliar. 

Menariknya, sumbangan dana kampanye yang diterima oleh tim kampanye ahok-djarot ini bersumber dari berbagai kalangan, termasuk pengusaha, artis bahkan masyarakat umum. Caranya pun terbilang unik, karena selain mengumpulkan dana melalui pengumpulan dana secara tunai di sekretariat pemenangan, juga melalui media lain seperti internet banking, termasuk dengan cara menyelenggarakan gala dinner dan lelang. Inilah bentuk anomali dalam pengumpulan dana sumbangan PILKADA yang patut untuk ditiru pada kontestasi PILKADA lainnya.

5. Bentuk Kampanye Kreatif.

Anomali yang kelima adalah bentuk kampanye kreatif. Sulit untuk dipungkiri bahwa kreatifitas relawan pendukung dan tim kampanye ahok-djarot dalam menyelenggarakan kampanye sangatlah brilian. Tidak hanya menciptakan berbagai lagu dan cuplikan parodi yang menggambarkan sosok ahok-djarot dan ajakan untuk memilih ahok-djarot, baik tim kampanye maupun para pendukung memiliki cara-cara yang sangat mengagumkan dalam mengampanyekan ahok-djarot kepada publik, misalnya dengan cara membuat konser, pesta rakyat, flashmob dan acara show dimedia sosial yang kemudian dikenal dengan acara "Ahok Show". Bentuk-bentuk kampanye ini tentunya suatu anomali yang diharapkan dapat memberikan inspirasi kepada para calon kontestan PILKADA lainnya.

6. Petahana yang kalah, mengajak pemenang PILKADA (calon Pejabat baru) untuk bersama-sama menyusun APBD/APBDP.

Anomali yang keenam adalah petahana yang kalah, mengajak pemenang PILKADA (calon Pejabat baru) untuk bersama-sama menyusun APBDP. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan apa yang telah dipertontonkan pejabat-pejabat daerah terdahulu. Biasanya, seorang petahana yang akan berakhir masa jabatannya dan sudah bisa dipastikan tidak akan menjabat kembali akan berupaya untuk memanfaatkan sisa-sisa akhir jabatannya untuk "mengumpulkan pundi-pundi kekayaan",terlebih lagi jika pejabat tersebut telah mengikuti PILKADA yang sampai-sampai menguras kekayaannya, bahkan menyisakan utang. 

Tentunya tidak mudah untuk seseorang berjiwa besar mau mengakui kekalahan sekaligus mengajak "lawan" untuk bersama-sama menyusun APBD (dalam konteks DKI, APBDP 2017). Karena sejatinya, inilah kesempatan terakhir bagi sang petahana untuk sepenuhnya menentukan kebijakan dalam rangka mewujudkan segala cita-citanya yang belum tercapai dalam membangun daerah, karena ketika mengajak pejabat terpilih, tentunya akan membatasi ruang gerak sang petahana dalam menentukan kebijakan anggaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun