Mohon tunggu...
Andi Bakhtiar Fransiska
Andi Bakhtiar Fransiska Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika SMK di Provinsi Banten, Peneliti bidang Manajemen Pendidikan, Awardee Beasiswa Pendidikan Indonesia tahun 2022 di Universitas Negeri Yogyakarta

Guru matematika SMK yang memiliki minat yang tinggi pada bidang kajian Manajemen Pendidikan utamanya tentang supervisory dan leadership pada pendidikan menengah (SMA/SMK).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Banten Darurat Bullying, Pantaskah Pengawas Sekolah dipersalahkan?

20 Februari 2024   16:23 Diperbarui: 22 Februari 2024   09:51 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus bullying di kalangan pelajar di Provinsi Banten kembali mencuat dalam beberapa waktu terakhir. Fenomena ini bukanlah hal baru, namun, jumlah kasus yang terjadi belakangan ini menimbulkan keprihatinan yang mendalam di masyarakat. Dalam menghadapi masalah ini, seringkali pengawas sekolah dijadikan sebagai sasaran kritik karena dianggap gagal dalam menjalankan tugasnya untuk mencegah dan menangani kasus-kasus bullying. 

Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah kasus bullying di Banten mengalami peningkatan yang signifikan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Faktor-faktor seperti kemajuan teknologi yang memudahkan pelaku untuk melakukan tindakan bullying secara daring, kurangnya pemahaman terhadap dampak psikologis dari tindakan bullying, serta kurangnya perhatian dari pihak sekolah dalam mengatasi masalah ini, menjadi penyebab utama maraknya kasus bullying di Banten. 

Dalam konteks ini, peran pengawas sekolah menjadi sangat penting. Pengawas sekolah bertugas untuk memastikan keamanan dan kenyamanan bagi seluruh siswa di lingkungan sekolah. Mereka juga diharapkan dapat mengidentifikasi potensi kasus bullying serta memberikan penanganan yang tepat jika kasus tersebut terjadi. Namun, dalam banyak kasus, pengawas sekolah dianggap lamban atau bahkan acuh terhadap kasus-kasus bullying yang terjadi di sekolahnya. 

Meskipun demikian, apakah benar pengawas sekolah sepenuhnya bersalah atas maraknya kasus bullying di Banten? Sebagai individu, tentu saja pengawas sekolah juga memiliki keterbatasan dalam melakukan pengawasan dan penanganan kasus-kasus bullying. Dalam banyak kasus, pengawas sekolah juga tidak selalu memiliki pengetahuan yang memadai terkait dengan tindakan bullying dan cara penanganannya. Namun artikel ini tidak berfokus pada kapasitas pribadi pengawas. Ada Hal yang lebih serius dari itu: Pemberdayaan Pengawas. 

Saat ini Pengawas sekolah baru saja mengalami perubahan peran. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 4831/B/HK.03.01/2023 tentang Peran Pengawas Sekolah dalam Implementasi Kebijakan Merdeka Belajar pada Satuan Pendidikan pasal satu ayat satu menyebutkan bahwa pengawas sekolah adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggungjawab dan wewenang untuk melaksanakan fungsi pengawasan dengan melakukan kegiatan pendampingan dalam peningkatan kualitas pembelajaran pada Satuan Pendidikan.

Dalam terjemahan awam, seakan akan tidak ada yang berubah karena masih berfungsi pada peran pengawasan hanya saja pendekatan lebih berfokus pada pendampingan yang sifatnya kolegial. Akan tetapi dalam pelaksanaannya di lapangan, perubahan terminologi ini secara fundamental memangkas kekritisan dan ketajaman supervisi yang sedianya menjadi kapasitas seorang pengawas sekolah. 

Apa yang disampaikan diataas adalah isu nasional. we cannot do much things on this. Namun Banten menghadapi tantangan yang berbeda. Konsep pendampingan yang diusung pada Perdirjen No 4831 ini mengisyaratkan pola interaksi yang lebih kualitatif antara Pengawas Sekolah dengan sekolah binaan. Ini bermakna, pengawas sekolah harus memiliki kesempatan yang luas untuk quality time dengan sekolah binaanya. Namun pada kenyataannya, Pengawas Sekolah jenjang SMA dan SMK di Provinsi Banten saat ini belum bisa merealisasikan mimpi itu. Bekerja mendampingi sekolah binaan dengan Quality Time yang baik hanya bisa terwujud bila Rasio sekolah binaan dapat dijaga pada titik optimal. 

Mari kita lihat lebih dalam, bagaimana rasio sekolah binaan di Tangerang Selatan. Menurut data jumlah pengawas SMA/SMK saat ini, Tangerang Selatan memiliki rasio beban kerja pengawas yang sangat tinggi. Saat ini secara rerata seorang pengawas SMA di Tangerang Selatan membina 23 sekolah binaan tingkat SMA, dan seorang pengawas SMK membina hingga 29 sekolah binaan tingkat SMK. Kota Tangerang dan Kota Tangerang selatan memang termasuk Cabang Dinas yang paling minim pengawas di Provinsi Banten. 

Apakah Banten krisis pengawas sekolah? Menurut media Lokal di Banten, terdapat 118 Calon Pengawas yang sudah lulus diklat Calon Pengawas untuk jenjang SMA SMK dan SKh yang saat ini belum mendapatkan penugasan sebagai Pengawas Sekolah. Banten sudah memiliki sumberdaya yang siap diberdayakan, namun ada begitu banyak alasan yang mendasari Penjabat Gubernur enggan memberdayakan Calon Pengawas hasil Diklat LP2KS ini. 

Aspek pertama yang sering digaungkan adalah terbatasnya anggaran bagi pengangkatan Pengawass Sekolah baru. Hal ini sangat mungkin terjadi karena besaran anggaran pendidikan di Provinsi Banten masih dikonsentrasikan pada peningkatan layanan dasar pendidikan melalui pembangunan Unit Sekolah Baru yang menelan anggaran cukup besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun