Mohon tunggu...
andi angkasa
andi angkasa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sesal timor Leste untuk Papua

31 Maret 2016   15:19 Diperbarui: 31 Maret 2016   21:41 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya akan awali kisah singkat saya ini dari negera muda Timor Leste yang memisahkan diri dari NKRI melalui jajak pendapat tahun 1999 lalu. 17 tahun berlalu, apa kabar Timor Leste ? Adakah kehidupanmu lebih baik kini? Adakah rakyatmu lebih sejahtera sekarang?

Inilah penjelasannya....perekonomian Timor Leste diklasifikasi sebagai ekonomi dengan pendapatan menengah ke bawah oleh Bank Dunia. Berada di peringkat 158 dalam daftar HDI (Human Development Index), ini menunjukkan rendahnya tingkat perkembangan manusia. 20% penduduk menganggur, dan 52,9% hidup dengan kurang dari US $ 1,25 per hari. Sekitar setengah dari penduduk buta huruf. Walaupun telah merdeka, Timor Leste masih sangat tergantung dengan pasokan barang-barang dari Indonesia, 80 % kebutuhan pokok mulai dari sembako sampai bahan bakar minyak (BBM) bersumber dari Indonesia terutama melalui provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain amat tergantung secara politik kepada mantan penjajah Portugal, Timor Leste mengadopsi mata uang Dolar Amerika Serikat sebagai mata uang yang mengakibatkan daya beli rakyat jauh menurun dibandingkan ketika masih menjadi provinsi Indonesia. Salah satu proyek jangka panjang menjanjikan yang pernah ada adalah pengembangan dan exploitasi minyak bumi dan gas alam bersama dengan Australia di celah Timor. Kini terkuak sudah eksploitasi minyak tersebut telah dicurangi Australia dan melengkapi penderitaan Timor Leste.

Oleh Karena tidak salah jika Xanana Gusmao menyatakan bahwa Timor Leste perlu kembali menjadi bagian RI, Karena cuma Indonesia yang bisa mensejahterakan rakyat Timor Leste.

Bagaimana dengan papua?

Sekelompok pemuda dan aktivis Papua Merdeka telah banyak juga yang terhasut untuk memisahkan diri dari NKRI. Salah satu kutipan suara  mereka “Jika kalian (Indonesia) tidak mampu, izinkan kami mengurus Papua sendiri”. Yah itulah suara aktivis papua merdeka yang pernah berunjuk rasa di Jakarta.

Sekarang mari kita lihat “war gaming nya”.

Permasalahan papua lebih kompleks, wilayah papua sangatlah luas, luas wilayahnya saja hampir 8 kali pulau jawa, sedangkan kepadatan penduduknya hanya 2,83 juta jiwa, sangat jarang jika dibandingkan dengan pulau Jawa yang berpenghuni hampir 100 juta jiwa, sehingga akan sangat sulit mengaturnya. Ditambah lagi jumlah suku yang banyak dengan egoisme kesukuan masih sangat kental, bahkan sudah didahului berbagai aksi menuntut kemerdekaan oleh beberapa orang yang menyandang nama suku-suku tertentu baik secara politis maupun bersenjata. Bisa dibayangkan jika terjadi referendum dan merdeka, maka antar suku akan terjadi persaingan atau perang demi merebut kekuasaan sentral.

Perbandingan penduduk pendatang dangan asli papua hingga tahun 2015 tercatat 42 % pendatang dan 58 % asli Papua, mayoritas pendatang berasal dari Bugis dan Jawa.  Mayoritas kaum pendatang menguasai bidang perekonomian dan perdagangan. Pasokan kebutuhan pokok sehari-hari pun didatangkan dari Jawa, Makassar dan kalimantan. Jika papua merdeka, maka pasokan kebutuhan pokok tersebut akan tersendat atau bahkan terhenti, bisa dibayangkan saat ini saja dengan pasokan yang lancar perbandingan harga masih cukup mencolok dengan daerah lain di Indonesia, apalagi jika pasokan terhenti, maka harga- harga akan selangit dan terjadi kelangkaan BBM bahan pokok dll, sehingga kesulitan rakyat papua akan semakin menjadi-jadi.

Sumber daya alam papua sangat berlimpah, kekayaan alam inilah yang menjadi alasan utama negara-negara besar seperti Australia, AS, negara-negara Eropa, dan China sangat bernafsu untuk mengeksploitasinya. Jika merdeka, maka pendatang asing akan datang mengedepankan kerjasama dan bantuan kepada Papua, padahal dibalik semuanya adalah untuk mengeksploitasi kekayaan papua sebanyak mungkin. Ditambah lagi dengan SDM Papua yang masih rendah, penduduk asli papua hanya akan menjadi penonton di daerahnya sendiri. Tidak ada sejarahnya bangsa kulit putih menempatkan derajat yang sama dengan pribumi apalagi dengan perbedaan warna kulit dan tingkat pendidikan, semuanya akan menempatkan penduduk asli papua menjadi kasta terendah.

Papua kini dan mendatang...

Kehidupan di kota-kota di papua sudah lebih maju daripada kota-kota di negara tetangga Papua New Guinea. Papua sangat metropolis dibanding Port Moresby, kendaraan bermotor sudah modern, barang-barang elektronik mudah didapat, dan tingkat kriminal sangat jauh lebih rendah jika dibanding Port Moresby dan kota-kota lainnya di negara tetangga tersebut.

Papua kini tengah menikmati pertumbuhan ekonomi sebesar 9,09 %, jauh diatas rata-rata daerah lain di Indonesia sebesar 5,02 %. Pertumbuhan akan semakin meningkat jika stabilitas keamanan dapat terjaga.  

Tulisan saya ini hanya untuk mengingatkan kepada saudara-saudaraku di Papua, bahwa untuk memisahkan diri adalah mencapai kesejahteraan. Jika dengan memisahkan diri akan lebih menyulitkan hidup seperti di Timor Leste, lebih baik meningkatkan pengetahuan, dan ambil bagian dari pembangunan papua. Kesempatan putera daerah untuk membangun papua jauh lebih besar dibanding pendatang pada era reformasi kini, apalagi papua memiliki otonomi khusus.

Pikirkan ulang mimpi merdekamu saudaraku, jika kalian hanya akan menjadi budak bangsa kulit putih yang hanya akan memanfaatkanmu semata......

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun