Disadari bahwa seiring perkembangan zaman, maka pendidikan sejatinya mengalami perubahan. Entah dari sistemnya, cara didik, cara belajar, silabus, kurikulum, materi ajar, dan sebagainya. Ditambah lagi dengan kondisi masyarakat yang tumbuh dalam serbuan teknologi masif tak serta merta membuat semua orang siap.
Sebagai murid pada pertengahan era 80an hingga 90an akhir, saya menyadari cara belajar dengan kurikulum lama cukup membuat bosan. Materi hapalannya lumayan banyak dan saya sendiri nyaris tidak bisa fokus dengan satu mata pelajaran. Kurikulum 2013 memberi kesempatan siswa untuk lebih aktif dengan materi tematik. Menyenangkannya karena siswa akan diajak melakukan kegiatan berkaitan dengan tema yang sedang diajarkan sehingga tak mudah bosan.
Tentu, disadari dengan sesadar-sadarnya, tak bisa dengan mudah menerapkan kurikulum 2013 dengan segala yang mengikat di dalamnya. Saya termasuk yang suka bereaksi ketika kurikulum pendidikan Indonesia berganti. Pernah saya ngedumel saat sekolah, "Ganti menteri terus aja ganti kurikulum. Trus ganti buku lagi. Boros banget!" Efeknya, saya bertekad tidak akan menyekolahkan anak-anak kelak di lembaga formal alias mengajar dan mendidik dengan metoda homeschooling. Yap, bukan tanpa halangan dan sandungan juga, toh?
Ketika akhirnya saya mempunyai anak dan mereka saya didik sendiri di rumah, bukan berarti saya langsung bisa. Saya mencari bahan ajar yang sesuai dengan mereka melalui internet dan toko buku. Semua berlangsung dengan lancar dengan penyesuaian kondisi keluarga. Hingga kasak kusuk perubahan kurikulum saya dengan di penghujung tahun 2012.
Jujur saya kurang menyimak gosip yang beredar tentang "akan sangat sulit untuk diadaptasi"-nya kurikulum yang baru dari Kemendiknas tersebut. Saya masih menganggap angin lalu sampai beberapa teman (ibu dan bapak dengan anak bersekolah di lembaga formal) mengajak saya berbincang dan saya menanggapinya dengan biasa saja. "Ada yang salahkah dengan kurikulum baru?" tanya saya polos waktu itu. Seorang teman saya menjawab dengan berapi-api, "Yaeyalah, An! Bayangin aja, beban materinya semakin banyak. Jam belajar semakin panjang. Belum lagi cara belajarnya belum tentu cocok dengan anak-anak, kan?" Saya nyengir salah tingkah. Waduh, ini pasti hoax. Masa sih sedemikian parahnya? Gak mungkin dong ah.
Perlahan saya mencoba bertamu ke rumah Om Google untuk mencari tahu ada apa dengan kurikulum yang baru? Saya juga mencoba mengulik dari beberapa teman yang lain. Apa sih keunggulan kurikulum 2013 yang digadang-gadang sebagai kurikulum terbaik (katanya).
Well, honestly, saya sendiri belum banyak belajar tentang kurikulum 2013 apalagi untuk menerapkan kepada kedua anak saya. Tetapi saya mengikuti perkembangan berita dan penggunaan kurikulum 2013 melalui media. Ilmu sebenarnya tidak terbatas, tetapi kemampuan kita untuk berpikir yang terbatas. Kelemahan kita adalah mudah menyerah dan menganggap sesuatu yang baru sebagai ancaman.
Tentunya, sebelum kurikulum 2013 digunakan oleh para siswa, persiapan sekolah, guru, dan orangtua benar-benar harus diperhatikan. Para siswa adalah pihak yang akan menjalani kurikulum baru dengan aktif. Mau tidak mau, suka tidak suka, semua elemen sekolah dan orangtua harus bisa mengikutinya.
Tidak, kita tidak perlu grasa grusu untuk menolak atau mengiyakan. Semuanya perlu adaptasi. Harus disadari bahwa masih ada sekolah yang belum sanggup memaksimalkan dan memanfaatkan teknologi terkini untuk mengoptimalkan hasil yang ingin dicapai para siswa. Terbatasnya sarana dan prasarana menjadi kendala. Belum lagi, faktor kompetisi guru juga menjadi salah satu pekerjaan rumah tersendiri.
Kurikulum 2013 tidak mendadak berjalan menjadi sempurna. Makanya, upaya perbaikan yang terus-menerus diperlukan, misalnya dengan praktik pembelajaran di kelas yang terus diperbaiki. Contohnya, pola pendekatan pembelajaran Kurikulum 2013 untuk siswa Sekolah Dasar (SD) yang diberikan secara tematik terpadu, membuat mereka melihat dunia sebagai suatu keutuhan yang terhubung. Ini kata Pak Mendikbud M. Nuh lho :)
Jadi, siapkah kita menerima kurikulum 2013? Tergantung siapa yang menjawab :) Saya sendiri masih perlu banyak belajar agar tidak ketinggalan informasi terbaru.
Begitulah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H