Mohon tunggu...
Andi Muhammad Yusuf Bakri
Andi Muhammad Yusuf Bakri Mohon Tunggu... -

Curious but kindly and friendly person

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sita Jaminan dalam Sengketa Waris

2 Oktober 2015   11:04 Diperbarui: 2 Oktober 2015   11:29 1479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh: Andi Muhammad Yusuf Bakri

Sita jaminan (conservatoir beslag) diatur dalam ketentuan Pasal 261 R.Bg.[1] dan Pasal 720 Rv.[2] Domain sita jaminan menurut teks kedua ketentuan tersebut hanya pada perkara mengenai tuntutan pembayaran sejumlah uang, dimana obyek penyitaan dimohonkan untuk dijadikan jaminan dari tuntutan pembayaran utang atau jaminan atas tuntutan ganti rugi. Dengan demikian, secara normatif ruang lingkup penerapan sita jaminan tidak mencakup sengketa kepemilikan atau perkara-perkara yang serupa dengan itu, misalnya sengketa mengenai hak waris, yang substansinya bukan mengenai pembayaran sejumlah uang.

Pada dasarnya, obyek-obyek yang disengketakan memang tidak perlu dimohonkan penyitaan, sebab dengan status sebagai obyek sengketa maka obyek-obyek tersebut menurut hukum tidak boleh dialihkan. Jika pihak berperkara ternyata mengalihkan atau menggelapkannya, maka jelas bahwa perbuatan pengalihan tersebut mengandung itikad buruk yang berakibat kerugian bagi pihak yang mengalihkannya. Namun demikian, karena sifat perkara serupa dengan party contract, yang daya ikatnya hanya terhadap kedua belah pihak yang terlibat, maka pihak ketiga tidak ikut terikat oleh prinsip dasar tersebut di muka.

Artinya bahwa apabila salah satu pihak berperkara mengalihkan obyek sengketa kepada orang lain (pihak ketiga), maka hanya pihak berperkara itulah yang dinilai melakukan suatu perbuatan berlandaskan itikad buruk. Pihak ketiga itu sendiri tidak terikat secara hukum, sehingga tetap diperlukan suatu lembaga penyitaan untuk mencegah pihak ketiga terlibat dalam pengalihan obyek-obyek yang sedang disengketakan.

Kebutuhan akan penyitaan dalam perkara waris dihadapkan pada problem wet vacuum atau kekosongan undang-undang. Maka, diperlukan penemuan hukum (rechtsvinding).

Dalam praktek umum peradilan, penyitaan terhadap obyek sengketa dalam perkara sengketa waris menggunakan instrumen hukum sita jaminan (conservatoir beslag). Ketentuan tentang sita jaminan yang pada dasarnya hanya diperuntukkan bagi perkara mengenai tuntutan pembayaran sejumlah uang diperluas cakupannya sehingga mengakomodir pula penyitaan dalam sengketa kepemilikan, termasuk sengketa waris. Syarat dan tata cara sita jaminan digunakan dalam memeriksa, mengadili, dan melaksanakan penyitaan dalam sengketa waris.

Salah satu syarat yang secara tegas diatur dalam ketentuan tentang sita jaminan adalah keharusan bagi Pemohon sita untuk membuktikan adanya kekhawatiran bersifat faktual bahwa obyek sita akan digelapkan atau dialihkan.

Praktek tersebut jelas keliru. Kekosongan undang-undang tentang penyitaan dalam sengketa waris tidak tepat diatasi dengan menggunakan tafsir ektensif peraturan tentang sita jaminan. Terdapat perbedaan mendasar mengenai sifat obyek sita dalam perkara tuntutan pembayaran sejumlah uang dengan obyek sita dalam perkara sengketa kepemilikan.

  1. Dalam perkara tuntutan pembayaran sejumlah uang, obyek sita bukan merupakan obyek yang disengketakan, sedangkan dalam sengketa kepemilikan, obyek sita adalah obyek sengketa itu sendiri.
  2. Dalam perkara tuntutan pembayaran sejumlah uang, obyek sita adalah barang milik Tergugat/debitur, tidak dibenarkan menyita obyek yang tidak jelas sebagai kepemilikan Tergugat, sedangkan dalam sengketa kepemilikan, kepemilikan obyek sita belum jelas karena masih disengketakan oleh para pihak.
  3. Dalam perkara tuntutan pembayaran sejumlah uang, obyek sita ada dalam penguasaan Tergugat/debitur, sedangkan dalam sengketa kepemilikan obyek sita tidak selamanya dikuasai seluruhnya oleh Tergugat, dalam konteks tertentu sebahagian obyek sita ada dalam penguasaan Penggugat.

Dalam sita jaminan, obyek sita jelas merupakan milik Tergugat, ada dalam penguasaan penuh Tergugat, dan tidak dalam keadaan disengketakan, sehingga penyitaan terhadap obyek tersebut secara tidak langsung berimplikasi pada kerugian Tergugat karena berakibat penguasaan penuhnya terhadap obyek sita menjadi terbatas padahal obyek tersebut adalah miliknya sendiri. Inilah ratio legis syarat adanya kekhawatiran bersifat faktual yang mendasari permohonan sita jaminan, agar penyitaan tidak menjadi tindakan pendzhaliman atas hak Tergugat.

Kondisi sebaliknya pada sengketa waris, kepemilikan obyek yang dimohonkan sita belum jelas menurut hukum karena masih berstatus sebagai obyek sengketa antara Penggugat dan Tergugat, penguasaan obyek juga tidak selamanya ada pada Tergugat seluruhnya sebab dalam konteks tertentu obyek seringkali dikuasai sebahagian oleh Penggugat. Oleh karena itu, penyitaan terhadap obyek-obyek yang disengketakan tidak bisa dinilai sebagai tindakan sepihak yang berimplikasi kerugian kepada pihak Tergugat, sehingga hukum tidak perlu menetapkan syarat khusus dalam penyitaan yang diorientasikan untuk perlidungan terhadap Tergugat.

Dengan demikian, penetapan syarat mengenai adanya kekhawatiran bersifat faktual menjadi tidak relevan diberlakukan, apalagi tidak logis kiranya menerapkan syarat tersebut sebab dalam hal sebahagian dari obyek sita berada dalam penguasaan Pemohon sita sendiri, maka Pemohon sita tidak mungkin dibebankan membuktikan adanya kekhawatiran bahwa keseluruhan obyek sita akan dialihkan.

Untuk mengisi kekosongan undang-undang mengenai penyitaan dalam sengketa waris, maka lebih tepat untuk menggunakan analogi (argumentum peranalogiam) dari instrumen hukum penyitaan pada sengketa harta bersama, atau juga dikenal dengan istilah sita harta bersama.

Sifat obyek sita dalam sita harta bersama sama dengan sifat obyek yang dimohonkan penyitaan dalam perkara sengketa waris, yaitu; 

  1. obyek sita adalah obyek sengketa itu sendiri,
  2. Kepemilikan obyek sita belum jelas karena masih disengketakan oleh para pihak, dan
  3. obyek sita tidak selamanya dikuasai seluruhnya oleh Tergugat, dalam konteks tertentu sebahagian obyek sita ada dalam penguasaan Penggugat.

Ruang lingkup sita harta bersama mencakup seluruh obyek yang sedang disengketakan. Adalah keliru jika sita harta bersama diterapkan sebahagian-sebahagian, terbatas pada obyek yang dikuasai Termohon sita saja. Keharusan penyitaan atas seluruh obyek yang disengketakan tersebut merupakan konsekuensi dari sifat sengketa harta bersama itu sendiri, dimana pembagiannya dilakukan secara kumulatif terhadap seluruh obyek yang berstatus sebagai harta bersama.

Sita harta bersama juga memiliki karakteristik tersendiri berdasarkan tujuan pelaksanaannya, yaitu untuk membekukan harta bersama agar tidak berpindah tangan sampai dilangsungkannya pembagian. Jadi, baik Pemohon sita maupun Termohon sita sama-sama berkepentingan terhadap pembekuan obyek tersebut. Kalaupun pembekuan itu dimaknai sebagai tindakan merugikan, maka Pemohon dan Termohon sita sama-sama kena imbasnya.

Sebagai perbandingan, dalam sita jaminan penyitaan sesungguhnya bukan membekukan obyek meskipun kenyataannya obyek-obyek dibekukan karena tidak boleh dialihkan. Yang dilakukan dalam sita jaminan adalah tindakan menghentikan perbuatan yang diindikasikan akan mengalihkan obyek sita. Jadi,sederhananya, sita harta bersama bersifat preventif, sedangkan sita jaminan bersifat kuratif.

Berdasarkan uraian tentang sifat obyek, ruang lingkup, serta tujuan pelaksanaan sita harta bersama itu, maka tidak ada urgensi sama sekali untuk menetapkan syarat "adanya kekhawatiran bersifat faktual bahwa obyek permohonan sita akan dialihkan". Dengan demikian, sita harta bersama menurut hukum dapat diletakkan sepanjang obyek sengketa terbukti: 

  1. Ada
  2. Jelas bentuk dan jenisnya
  3. Ada dalam penguasaan Pemohon dan/atau Termohon sita (bukan pada pihak ketiga), dan
  4. Tidak terbebani hak tanggungan, jaminan fidusia, atau sejenisnya.

Persamaan illat pada sifat obyek sita, ruang lingkup penyitaan, serta tujuan pelaksanaan sita yang ditemukan pada sita harta bersama dan penyitaan dalam perkara waris, dengan demikian, telah memenuhi kriteria-kriteria dasar untuk penerapan argumentum peranalogiam. Sehingga, ketentuan tentang syarat dan tata cara penerapan sita harta bersama dapat digunakan untuk mengisi kekosongan undang-undang mengenai penyitaan dalam sengketa kepemilikan, termasuk di antaranya sengketa waris.

[1] Pasal 261 R.Bg.: Seorang debitur yang belum diputus perkaranya atau yang telah diputus kalah perkaranya tetapi belum dapat dilaksanakan, berusaha untuk menggelapkan atau memindahkan barang-barang bergeraknya atau yang tetap, agar dapat dihindarkan jatuh ke tangan kreditur, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, ketua pengadilan negeri atau jika debitur bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri atau jika ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat tersebut, jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman debitur dapat memerintahkan penyitaan barang-barang tersebut agar dapat menjamin hak si pemohon, dan sekaligus memberitahukan padanya supaya menghadap di pengadilan negeri pada suatu hari yang ditentukan untuk mengajukan gugatannya serta menguatkannya.

[2] Pasal 720 Rv: Ketua raad van justitie dapat memberikan kepada kreditur, yang secara singkat dapat menunjukkan isi gugatannya serta menunjukkan adanya kekhawatiran yang nyata bahwa debitur akan menggelapkan barang-barang bergeraknya dan barang-barang tetapnya, izin untuk menyita barang-barang bergerak debitur itu; ia juga dapat mendengarnya lebih dahulu jika ada alasan-alasannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun