Mohon tunggu...
Andi Trinanda
Andi Trinanda Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Cuma orang biasa yang ikutan nimbrung memberikan opini tentang berbagai dinamika dan realitas keseharian. Semoga media kompasiana ini bisa menjadi media berbagi informasi dan komunikasi yang produktif dan konstruktif. Jika berkenan anda bisa bersilaturahmi di hompages saya : http://www.andi-trinanda.co.nr

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konflik Politik Partai Demokrat : Kegagalan Manajemen Komunikasi Politik Partai

6 Juni 2011   13:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:48 11846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara teoritis, sebagai partai pemenang kontestan pemilu, maka partai Demokrat amat layak dijadikan target atau orientasi politik partai lain sebagai pesaing untuk dikalahkan dalam pemilu berikutnya. Dalam konteks persaingan politik itulah maka distribusi pengaruh kekuatan politik selanjutnya menentukan sejauhmana peluang partai politik lain menempatkan jalan bagi sumber daya kelembagaan partainya untuk lebih memberikan peranan signifikan bagi upaya meredusir rezim pengaruh dominasi partai demokrat dalam kekuasaan politik nasional.

Upaya tersebut kerap dilekatkan pada strategi mempengaruhi kebijakan dan proses pengambilan keputusan terkait pada aspek-aspek yang mempengaruhi eksistensi kekuasaan baik yang berepisentrum di eksekutif maupun di legislatif. Misalnya terkait dengan kebijakan dibidang ekonomi, kebijakan dibidang hukum dan kebijakan-kebijakan lainnya. Termasuk pula adalah memanfaatkan setiap peluang terhadap terjadinya konflik politik yang dialami partai Demokrat.

Terkait dengan persoalan konflik politik yang dialami partai demokrat, maka dalam perspektif komunikasi politik, dinamika politik yang timbul sebagai sebuah konsekwensi diskursus komunikasi dalam berpolitik, akan melahirkan terjadinya konflik politik yang mempengaruhi eksistensi kelembagaan partai politik.

Dengan terjadinya konflik politik itulah maka peta persaingan dan pengaruh distribusi persepsi dan opini publik akan bertalian kelindan dengan ekspektasi partai politik secara alamiah yang saling berkompetisi dalam rangka mempengaruhi dan menjaring kepercayaan publik untuk target pemilu yang akan datang.

Oleh karenanya, menimbang sumber konflik politik yang dialami oleh partai Demokrat saat ini, maka publik bisa mengestimasi sejauhmana ekspektasi dan peluang partai demokrat dalam menghadapi pemilu di tahun 2014 mendatang.

Jika partai demokrat tidak hati-hati dan gagal mengelola manajemen konflik politik ditengah hegemoni peta persaingan antar partai politik saat ini, maka boleh jadi partai yang satu dekade ini berkuasa, bisa tergerus secara degradatif pada beberapa level di pemilu 2014 nanti.

Jika pun mampu bertahan dengan segala konsekwensi akibat berbagai kasus yang dialaminya saat ini, partai demokrat kemungkinan besar akan banyak kehilangan kader yang lompat pagar ke partai lain. Faktor ini alamiah bagi setiap politisi jika dikaitkan dengan perspektif naluri pasar kekuasaan yang memungkinkan dan tersedia dalam sistem rekrutment anggota partai saat ini. Kondisi demikian akan terjadi juga karena sebagai titik kulminasi ketidakmampuan mesin partai membangun konstruktivitas manajemen komunikasi politik di tubuh partainya sendiri.

Secara garis besar, jika diamati berdasarkan opini publik yang berkembang saat ini, maka kecenderungan konflik politik partai demokrat sebenarnya bersumber dari dua faktor.

Pertama faktor subyektif problems, yakni sumber konflik internal yang diproduksi sendiri oleh etika dan perilaku komunikasi kader demokrat. Sumber konflik dipicu oleh terjadinya kasus dugaan korupsi mantan Bendahara umum partai, Nazaruddin yang bereskalasi pada terbukanya konflik politik antar sesama kader partai di internal partai demokrat.

Kedua, faktor obyektif problems, yakni faktor yang bersumber dari lingkungan di luar partai demokrat yang salah satunya juga di picu oleh upaya KPK membongkar dugaan skandal kolusi dan korupsi kasus wisma Atlet Sea Games yang juga melibatkan sejumlah kader partai demokrat.

Namun kecederungan fakta opini publik di media memunculkan analisa bahwa terjadinya konflik politik yang bersumber dari kondisi obyektif ini, justru sebagian besar dipicu oleh respons atau reaksi atas tidak efektifnya pola komunikasi politik partai kepada publik dalam menyikapi kasus tersebut.

Akibat ketidakefektifan komunikasi publik inilah dinamika persoalan kemudian berkembang menjadi konflik baik antara partai politik lain terhadap partai demokrat, maupun konflik pemikiran yang berasal dari kalangan pengamat, akademisi dan LSM terhadap partai demokrat sebagai respons atas komunikasi politik yang dilakukan partai demokrat kepada publik atas berbagai kasus yang dialami.

Dengan kata lain konflik politik yang menerpa partai demokrat, sebenarnya dibidani sendiri kelahirannya oleh kader partai tersebut. Tidak maksimalnya Ketua Umum, Sekjen dan kepala Divisi Komunikasi Publik dalam berkomunikasi kepada publik, termasuk membiarkan kadernya merespons opini secara liar telah memberikan kesimpulan bahwa sejatinya strategi defensif program dalam komunikasi politik tidak mampu dilakukan oleh partai secara konstruktif.

Fakta opini tersebut kemudian diperjelas dengan kecenderungan “kegenitan eksistensi kader” yang justru menjadikan bencana politik di tubuh partai dengan kemasan “politainment” sehingga kerap “dimanfaatkan” media melalui narasumber yang berasal dari lingkungan diluar partai demokrat, baik yang berasal dari kalangan politisi, pengamat maupun LSM untuk terus mengeksploitasi konflik di tubuh partai.

Kasus pernyataan adanya “Mr. A” oleh salah seorang kader partai yang ditengarai sebagai tokoh politik dari partai lain yang memiliki motif akan menghancurkan partai demokrat merupakan contoh aktual bagaimana kader partai demokrat sangat “liar” dan tidak cakap dalam melakukan counter opinion atas berbagai serangan opini yang berasal dari luar. Hal tersebut juga menandakan bahwa manajemen konflik politik partai sangat lemah dalam mengantisipasi dan menyusun skenario pemulihan citra partai.

Partai demokrat melalui kader yang melempar issue baru alpa bahwa skenario menciptakan polarisasi issue tanpa menimbang dan mengukur sejauhmana implikasi politik, justru yang terjadi adalah isu bukan semakin terpolarisasi namun semakin mengkristal.

Kristalisasi issue inilah yang sejatinya justru akan menimbulkan opini baru tentang upaya publik terutama yang berasal dari partai politik pesaing demokrat (baik yang tergabung dalam koalisi maupun oposisi), termasuk media massa dalam mengambil opportunity terhadap masalah yang menimpa partai demokrat.

Bagi partai politik lain, momentum tersebut adalah peluang mengkomunikasikan dan menarik kembali akar pemilih partai yang kadung kecewa terhadap partai demokrat melalui pendekatan retorika komitment penegakan hukum dan etika politik dengan cara melalukan politisasi terhadap kasus yang menimpa partai demokrat. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk manifestasi manajemen komunikasi politik untuk tujuan merubah mindset dan paradigma publik yang tadinya positif terhadap partai demokrat menjadi negatif, sehingga akan menguntungkan partai politik lain terkait ekspektasinya di pemilu 2014 mendatang.

Sementara bagi media massa, momentum ini merupakan peluang untuk lebih memberikan perspektif lain, diluar tentunya nilai berita yang secara komersial menguntungkan. Perspektif lain tersebut misalnya saja dikaitkan dengan upaya media untuk mengaktualisasi segi-segi otentitas kelembagaan politik sebuah partai politik termasuk menguji otentitas politisi partai tersebut dimata publik. Sehingga, dengan demikian masyarakat akan semakin cerdas menelaah eksistensi sebuah partai politik dan iklim dinamika politik dalam sudut pandang yang lebih eksplisit.

Pada akhirnya manajenen komunikasi politik menjadi salah satu keniscayaan bagaimana kedepan, partai demokrat dan partai-partai lainnya mampu mengelola dinamika dan konflik politik menjadi produktif atau tidak. Sebab dengan majemen komunikasi politik yang efektif, maka sumber daya yang dimiliki oleh partai politik akan memberikan nilai konstruktif terkait penilaian publik terhadap existential life cycle sebuah partai politik yang semakin baik dimata masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun