Tanggal 11 Nopember 2015, jam 14 an, saya menunggu bus kota trans Jogja di jembatan Janti, mau menuju ke terminal Giwangan. Dari terminal, rencana mau naik bus lagi pulang ke Cilacap. Saat itu saya melihat seorang pengemis. Kakinya berbalut perban tanda luka. Berjalannya pun sambil ngesot. Tentunya hati ini kasihan melihatnya. Tetapi rasa kasihan itu sejenak membuatku terpana. Ketika bus trans Jogja ada yang datang ( tetapi bukan jurusan ke terminal Giwangan), tiba-tiba pengemis tadi berdiri dan berjalan normal. Dia naik bus tidak ngesot, tetapi berjalan dan mampu melompat naik bus ! Maka sejurus kemudian saya tertawa bersama para calon penumpang lain.
Lompatan pengemis ngesot ! Celetuk saya.....hahaha
Ah....ternyata tertipu. Dia itu sehat, tetapi pura-pura lumpuh. Dan mengemis....(tapi sayangnya tidak sempat difoto)
Tak lama kemudian, bus jurusan terminal pun datang, lalu saya naik bus sambil termenung. Saya teringat, punya teman namanya Saring. Saat sudah di Cilacap, beberapa hari kemudian, saya mengajak Saring untuk berbagi cerita.
Ceritanya begini..........
Pemuda kelahiran sekitar tahun 1980 an, lahir di Cilacap (mungkin). Saring sejak bayi dirawat oleh pak Sutar dan Bu Sudiyah, karena menurut ceritanya, Saring ini saat bayi oleh orang tua kandungnya diserahkan ke Pak Sutar dan Bu Sudiyah. Siapa orang tua aslinya? Sampai sekarang Saring dan orang tua asuhnya sendiri tidak tahu, kata Saring.
Bisa saya katakan, dia dibuang oleh orang tua kandungnya. Kenapa? Mungkin karena cacat yang dideritanya sejak lahir. Saring memang terlahir dengan cacat fisik. Dimana kaki dan tangannya tidak sepenuhnya sempurna. Walaupun masih bisa untuk beraktifitas. Pendidikan yang sempat dinikmatinya sampai sekolah kelas 3 SD, karena “pikirane mumet, diledeki kancane” (pikirannya pusing, sering diejek teman-temannya) kata Saring. Malah sampai sekarang saja tidak bisa baca tulis. Bahasa Indonesia juga tidak lancar....hmmmm
Dengan kekurangan fisiknya, Saring ini tidak kurang 20-25 km setiap harinya berkeliling menjajakan alat-alat rumah tangga. Ada sapu, abu gosok, kitiran dan lain-lain. Profesi yang sudah dia geluti selama kurang lebih 5 tahun. Awalnya jual abu gosok keliling dan di pikul. Kalau sekarang sudah pakai gerobak.
Sering juga kata Saring, jika dia ketemu orang yang mengemis karena dirinya cacat, Saring sering menasehati supaya jangan mengemis. Dia sarankan untuk usaha mandiri. Baginya, kekurangan fisik bukan halangan untuk bisa menjadi usahawan sukses.
Tidak berlebihan jika Saring yang penghasilannya per hari bersih sekitar Rp.30.000,- pun bercita-cita “pengin sukses dagang baen” (ingin sukses berdagang saja) katanya.
Saring
yang tak pernah meminta belas kasihan,
yang tak pernah mengemis,
yang tak pernah lebay menghadapi hidup ini,
yang tak pernah pusing mikirin korupsi,
Tetapi Saring tahu,
kalau Presidennya itu Pak Jokowi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H