Munculnya nama Wajo memang relatif lebih muda dibandingkan dengan unit politik lain yang sudah terlebih dahulu ada. Ketika orang belum mengenal Wajo, sudah ada beberapa komunitas atau unit politik yang eksis dan tersebar di wilayah yang kelak akan menjadi bagian dari Kerajaan Wajo. Akan tetapi, karena faktor kekuatan karakter dan penguasaan yang dominan terhadap unit politik yang ada di sekitarnya, maka Wajo menjadi entitas politik yang lebih masyhur di kemudian hari dan merangkum unit politik lainnya sebagai satu kesatuan.
Â
Setiap komunitas atau unit politik tersebut tumbuh dan berkembang dengan budaya, adat istiadat dan bahasa yang diwarisi dari nenek moyang mereka. Itulah sebabnya, di antara komunitas atau unit politik tersebut, terdapat berbagai kesamaan budaya, adat istiadat dan bahasa. Memang ada perbedaan-perbedaan kecil yang kemudian menjadi ciri khas dari komunitas yang satu dengan komunitas lainnya. Namun hal itulah yang kemudian turut memperkaya kebudayaan orang Bugis yang ada di Wajo.
Entah dari komunitas atau unit politik yang mana, akan tetapi kemungkinan dari salah satu komunitas itulah, atau mungkin juga dari komunitas di luar wilayah Wajo, seseorang mengembara lalu tiba di tepi Danau Lampulung. Pengembara ini kemudian menetap dan membangun peradaban di sana. Dengan wawasan dan bekal keahlian yang dia miliki, dia bekerja untuk melanjutkan hidup, dan menarik minat orang-orang dari komunitas lain untuk bergabung sehingga membentuk komunitas baru. Siapa sangka, dari komunitas kecil di tepi danau itu, sebuah negara demokrasi lahir yang kemudian kita kenal sebagai Kerajaan Wajo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H