Mohon tunggu...
Andi B. Wirastomo
Andi B. Wirastomo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Andi B.W. Lahir dan besar di Jogja. Lulus dari Jurusan Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Suka olah raga. Tertarik pada perlindungan binatang, masalah sosial, dan pendidikan. Email & FB : wild.jaws5@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mitos Pulung Gantung di Gunung Kidul dan Kisah Sedih Pelarian Majapahit

17 Oktober 2015   12:47 Diperbarui: 4 April 2017   17:35 7195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan pulung yang sering diartikan sebagai tanda pembawa berkah bagi calon raja atau calon pemimpin, pulung gantung di Gunung Kidul (GK), sebuah kabupaten yang terletak di sisi tenggara DIY, dipercaya sebagai sebuah kekuatan gaib yang akan membuat orang mati dengan cara bunuh diri. Orang yang kena pulung tersebut tidak punya daya untuk menolaknya dan seolah sudah ditakdirkan untuk mati dengan cara gantung diri.

Sudah banyak sekali ahli yang menyelidiki fenomena ini. Menurut para akademisi dan intelektual pemicu bunuh diri ini adalah kemiskinan dan kebodohan. Memang dulu GK terkenal sebagai daerah dengan angka kemiskinan cukup tinggi. Letaknya yang berada di atas perbukitan kapur menyebabkan masyarakatnya susah untuk mendapatkan air dan otomatis juga sulit utk berkembang. Namun itu dulu, mulai tahun 1985-an sudah ditemukan beberapa sungai bawah tanah yang dijadikan sumber air lewat pipa-pipa yang dibangun pemerintah dan donatur luar negeri.

Mahasiswa juga banyak yang menempuh KKN disana sehingga cukup membantu perkembangan GK. Jalan yang menghubungkan GK pun sudah dibangun mulus terhubung ke daerah lain. Sekolah-sekolah dibangun sampai ke pelosok desa. Sehingga bisa dikatakan GK sudah setara dengan daerah lain. Namun fenomena orang gantung diri masih saja terjadi di GK. Teori kemiskinan dan kebodohan menurut saya tidak sepenuhnya benar.

Saya pernah tinggal di Wonosari, ibukota GK sewaktu umur 3-5 tahun karena ikut Ibu saya yang saat itu bertugas menjadi guru di sebuah SMK di Wonosari, sehingga saya merasa ada ikatan batin dengan daerah ini. Hubungan kami dengan keluarga yang dulu rumahnya kami kontrak pun masih terjalin dengan baik dan sering menjadi tempat transit keluarga kami jika mengnjungi GK. Suasana mistis dan aneh memang sangat terasa jika kita berkunjung GK terutama malam hari. Gundukan tanah gamping raksasa yang berdiri di hutan atau ladang seolah mengatakan bahwa ada kekuatan tersembunyi yang ada disana. Ya...dibalik keindahan alamnya Gunung Kidul memang menyimpan sejuta misteri. Pun dari sisi spiritual dipercaya banyak orang sakti berasal dari sana dan alam sana dianggap mengandung kekuatan tertentu.

Gantung diri begitu sering terjadi disana. Warga sudah tidak kaget lagi mendengar ada tetangga desa yang meninggal karena gantung diri, seolah sudah biasa. Masyarakat setempat percaya orang yang mati gantung diri tersebut pada malam sebelum kejadian rumah yang dia tempati kejatuhan pulung gantung yang konon berbentuk bola api. Bola api itu dipercaya membawa tali yang akan digunakan calon korban untuk menjerat lehernya.

Saya mencoba menggali keterangan langsung dari warga setempat, karena kalau akademisi dari dulu jawaban sama yaitu masalah kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan, namun mereka tidak mengalami langsung kejadian itu. Sebut saja Wage, seorang buruh pemasang tenda, dia bercerita Pakde-nya yang gantung diri. Menurutnya sang pakde tidak pernah punya masalah apapun dan terlihat baik-baik saja malam sebelumnya, tiba-tiba paginya keluarga terkejut karena menemukan sudah tewas tergantung di pohon di belakang rumah.

Menurut Wage jika ada seseorang gantung diri,  kemudian tanah dibawah tempatnya gantung diri tersebut digali maka ada 3 buah tanah berbentuk bola, tanpa bisa menjelaskan apa artinya. Orang yang mati gantung diri biasanya tidak dimandikan, tidak disholatkan (jika Islam), tidak dikafani, tidak didoakan. Hanya dikubur begitu saja. Karena dipercaya jika dimandikan maka energi negatif yang bersemayam di di tubuh orang tersebut akan berpindah ke orang lain. Masyarakat mengibaratkan seperti mengubur anjing mati.

Lain lagi cerita Budi, seorang sopir yang berasal dari Kecamatan Karangmojo. Ada tetangganya orang tua yang sakit menahun. Dia tidak bisa berjalan. Beberapa hari sebelumnya ada warga yang melihat bola api jatuh ke rumah orang tua itu. Keluarga yang mendengarnya langsung siaga, bersama para tetangga mereka menunggui orang tua tersebut dengan harapan bisa mencegah jika akan melakukan gantung diri. Hingga pada suatu hari, sang penunggu yang siaga disamping ranjang keluar sebentar karena disuruh mengambilkan sesuatu oleh orang tua itu.

Tidak sampai 15 menit, ketika kembali alangkah kagetnya ketika dilihatnya sang orang tua sudah tergantung tewas di pojok kamar dengan kain sarung melilit lehernya. Padahal orang tersebut tidak bisa berjalan sehingga mustahil bisa berjalan ke pojok kamar apalagi menalikan kain sarung keatas lubang angin. Menurut Budi mau dijaga 1000 orang pun ketika ada seseorang terkena pulung gantung maka ada saja cara untuk membuat lena penunggu dan menggantung dirinya sendiri.

Sekitar 2 tahun lalu, juga ditemukan seorang mahasiswa PT swasta terkenal di Jogja yang ditemukan gantung diri disebuah gubug di daerah GK. Mahasiswa tersebut berasal dari luar daerah dan sedang menempuh skripsi. Dia agak tertekan karena skripsinya belum selesai dan berusaha menenangkan diri ke GK namun justru nasib berkata lain, dia harus meregang nyawa dengan tali di lehernya. Ternyata tidak semua pelaku gantung diri mati, Jono penjual angkringan yang sering saya kunjungi berasal dari daerah Panggang GK bercerita tentang tetangganya yang gantung diri.

Tetangga tersebut menggantung di pohon dekat rumahnya, namun sebelum mati diketahui beberapa warga sehingga bisa diselamatkan. Orang tersebut ketika ditanya kenapa bunuh diri, mengaku tidak tahu dan tidak merasa akan bunuh diri. Setelah menjelaskan hal itu orang itu tidak bisa bicara sampai sekarang. Secara medis mungkin karena ada syaraf yang rusak akibat terjerat tali.

Pendampingan rohani dan sosialisasi sudah sering diadakan dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat namun fenomena bunuh diri tetap terjadi. Misteri yang melingkupi sepertinya masih susah untuk dijelaskan penyebabnya. Sebagai orang beragama kita tentunya juga percaya dengan adanya makhluk dari alam lain, sebagai orang yang pernah bersekolah kita juga dituntut untuk berpikir mengedepankan logika.

Sesepuh desa dan mahasiswa asal GK yang saya tanya juga tidak bisa menjawab secara pasti penyebab pulung gantung ini. Mereka hanya mengatakan kronologi mulai dari rumah yang kejatuhan pulung gantung yang berbentuk bola api hingga penghuninya bunuh diri, namun tidak bisa menjelaskan penyebab atau asal-usulnya atau minimal kisah dibalik peristiwa itu.

Pencarian saya sedikit terjawab justru ketika adik saya yang mempelajari falsafah Jawa dan kenal dengan seorang sesepuh yang tinggal tak jauh dari komplek makam raja-raja Mataram, beliau cukup paham sejarah Gunung Kidul. Sebut saja namanya Pak Harto. Saya mencoba  menggabungkan logika ilmu pengetahuan dengan sisi budaya dan sejarah. Pak Harto bercerita bahwa dulu ketika ada pergolakan Kerajaan Majapahit dengan Demak para punggawa kerajaan, prajurit, dan rakyat yang setia terhadap Raja Brawijaya V melarikan diri ke arah Gunung Kidul. Mungkin karena daerah tersebut waktu itu daerah terpencil dan susah dijangkau sehingga dianggap aman untuk melakukan persembunyian.

Sebenarnya saya sedih mendengar lanjutan cerita dari sesepuh tersebut karena seperti membuka luka lama antara perseteruan dua kerajaan yang pernah terjadi di Jawa waktu itu. Namun inilah sejarah yang pernah terjadi. Lanjut ke cerita, para pelarian tersebut sebagian berhasil menjangkau GK dan sebagian lagi tewas dalam perjalanan. Raja Brawijaya V yang memimpin pelarian dan memiliki kesaktian tinggi kemudian bersemadi di Pantai Ngobaran kemudian melakukan muksa, menghilang bersama raganya untuk menghadap Yang Maha Kuasa. Para pengikutnya yang berusaha muksa ternyata tidak mencapai tingkat sempurna sehingga berubah menjadi jenglot, atau manusia berwujud kecil setinggi boneka namun dipercaya masih hidup dengan meminum darah.

Faktanya memang ditemukan banyak jenglot di pesisir pantai selatan. Pengikut lain yang tidak memiliki kesaktian merasa sedih, putus asa dan frustasi karena ditinggal pemimpinnya dan merasa sudah kalah perang kemudian melakukan gantung diri masal. Mungkin gantung diri juga dianggap jalan terbaik untuk mengakhiri hidup karena kerajaan sudah jatuh ke pihak musuh, lebih baik mati bunuh diri daripada harus mati di tangan musuh yang mengejarnya.

Dari sini terkuak, bahwa dulu pernah ada peristiwa gantung diri masal. Peristiwa gantung diri masal ini menimbulkan energi negatif yang besar, yang masih ada hingga sekarang dan berputar-putar di atas wilayah GK dalam wujud bola api berwarna merah dan siap mencari korbannya. Jadi pemicu bunuh diri dengan cara menggantung tersebut adalah kumpulan roh atau energi yang terbentuk dari peristiwa bunuh diri masal ratusan tahun lalu yang bisa mempengaruhi psikis seseorang untuk melakukan hal serupa. Dari sisi agama sering dianggap bahwa roh orang yang bunuh diri tidak diterima di alam akhirat dan masih berkeliaran di dunia. Dari sisi ilmu pengetahuan, James Prescott Joule menyebutkan bahwa : Energi tidak bisa diciptakan ataupun dimusnahkan namun bisa berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain.

Apakah semua pelarian Majapahit tersebut gantung diri? Tidak. Masih banyak pelarian Majapahit yang bertahan dan melanjutkan hidup, mereka banyak tinggal di Kecamatan Nglipar dan Karangmojo. Faktanya memang banyak warga GK yang mengaku keturunan Majapahit dan ada juga yang beragama Hindu walau jumlahnya tidak banyak. Disana ada sebagian masyarakat yang berkulit putih bersih, beda dengan orang Jawa pada umumnya. Nah mereka yang berkulit putih itu dipercaya keturunan dari para selir raja yang berasal Negeri Campa (sekarang Vietnam).

Mengenai benar tidaknya cerita dari Pak Harto saya tidak bisa memastikan karena memang tidak pernah tertulis dalam buku sejarah. Namun kisah bunuh diri masal saya rasa cukup masuk akal dihubungkan dengan fenomena pulung gantung, setidaknya ada kisah yang mendasari di balik semua peristiwa itu. Salam...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun