Secara sekilas mungkin seseorang akan berpikiran bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi tampa batas dan meningkatkan kecanggian kehidupan di dunia dunia maka semakin bahagialah seseorang karena dapat membantu kehidupan manusia secara cepat dan gampang. Hampir semua umat sapiens di abad ke-21 ini secara mayoritas memiliki smartphone canggih dan kita lebih sering menatap pada layar monitor dengan sistem yang di kenal dengan sebutan algoritma.Â
Di era sekarang ini tidak sedikit umat sapiens banyak melakukan komunikasi sosial ataupun berdialektika di dalam monitor genggaman pribadi daripada berdialektika secara nyata dengan adanya pertemuan fisik.Â
Umat sapiens menjadi tidak bisa di jauhkan dengan teknologi algoritma yang dimilikinya seperti halnya smartphone, hal itu membuat kehidupan manusia seperti hidup di dunia artifisial dan virtual. Memang Mark Zuckerberg pernah memiliki keinginan untuk menyatukan manusia secara global dengan akses yang mudah untuk saling berteman, beromunikasi sosial, berdialektika dengan pesan singkat  tanpa harus berjumpa secara fisik dengan suatu sistem algoritma yang kita kenal dengan nama Facebook, dengan mudahnya kita memberi informasi-inforamsi kita berikan kepada algoritma seperti hal-hal kecil yakni mengisi biodata diri dan lain lain tampa kita mengetahui sebenarnya data yang kita berikan itu kemana dan untuk siapa data itu di dapatkan.Â
Kita pun sangat menikmati hidup di bawah sistem algoritma, karena memberi kenyamanan menghabiskan beberapa jam waktu untuk menatap layar monitor meskipun yang ditatap terkadang bukanlah sesuatu hal yang penting.Â
Bahkan yang terjadi pada era ini adalah dimana algoritma itu jauh lebih mengetahui tentang diri kita dari pada kita sendiri seperti halnya dengan kita sering menonton youtube berulang kali yang dimana ketika suatu saat kita ingin menonton lagi youtube terkadang dapat memberikan rekomendasi yang tepat untuk kita tonton berdasarkan historis apa yang pernah kita tonton sebelumya, memang hal ini terlihat sempele tetapi secara tidak langsung terjadi karena adanya akses data yang di dapatkan oleh kemampuan algoritma.Â
Yang jadi pertanyaan lain iyalah Apakah kita telah mengkhianati fisik manusia untuk menjalani kehidupan secara nyata tampa terlalu banyak hidup di kehidupan artivsial? Masyarakat pemburu pengumpul walau tidak di bawah genggaman teknologi algoritma tetapi mereka dapat menjalani kehidupan secara nyata, menikmati nilai kekeluargaan yang memiliki harapan dengan berkumpul bersama saling melengkapi tanpa harus tunduk ke bawah berjam-jam untuk menatap layar smartphone.
Pada zaman dulu, sebelum ditemukan teknologi internet untuk mengirim pesan singkat, seseorang menulis pesan di atas kertas dengan penuh hikmat dan berhati-hati dengan harapan agar pesan tersebut dapat dibalas juga dengan hikmat dan kata yang hati-hati dengan mengharapkan jawaban pesan yang penuh kebahagiaan pula.Â
Namun, bagaimana dengan di era sekarang? Bukannya kita menulis pesan dengan harapan dapat menerima balasan cepat tanpa menulis dengan memperkirakan hikmat dan hati-hati seperti masyarakat pemburu pengumpul. Tidak sedikit pesan yang dituliskan di media sosial akhirnya merujuk kepada subuah ajang pembulian.Â
Kita telah hidup di era dengan penuh pengetahuan ada banyak hal yang kita ciptakan di abad ke-21 ini. Ilmu-ilmu baru pun terus berkembang seperti pengembangan dunia artificial intelegence, bio teknologi dengan banyak melakukan hal-hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya seperti melakukan rekayasa genetika yang telah diterapkan pada makhuk hidup bahkan pada manusia yang pertama kali dilakukan di Amerika Serikat oleh Brian Madeux  dari Arizona.
Manusia telah dapat merancang dan merekayasa genetikanya sendiri, untuk melakukan percobaan itu tentunya membutuhkan modal yang besar dengan memanfaatkan ilmu sains.Â
Bukan tidak mungkin bagi seorang yang memiliki banyak modal untuk melakukan eksperimen untuk mengembangkan percobaan-percobaan dengan ilmu bio teknologi untuk menghasilkan makhluk super genetik atau manusia superior dengan memanfaatkan ilmu sains oleh para sainstis.Â