Bully atau perundungan dalam Bahasa Indonesia, secara etimologi berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah, dan secara terminologi menurut Ken Rigby dalam Astuti (2008 ; 3, dalam Ariesto, 2009) adalah "sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, sehingga menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang" Sedangkan menurut Olweus (1993, dalam Georgiou, 2007) bullying didefinisikan sebagai serangan fisik, verbal atau psikologis atau intimidasi yang dimaksudkan untuk menyebabkan rasa takut, tertekan atau merugikan korban. Perundungan atau bullying sendiri terbagi menjadi dua yaitu bullying yang dilakukan di dunia nyata dan yang dilakukan di dunia maya atau cyberbullying. Berdasarkan pemahaman diatas, maka konteks yg akan diangkat kali ini adalah tentang kasus bullying yang belakangan ini sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia, yaitu bentuk perundungan di dunia maya atau biasa disebut dengan cyberbullying.
Cyberbullying, terdiri dari 2 kata yaitu Cyber dan Bullying. Istilah cyber digunakan untuk menggambarkan entitas yang ada (atau peristiwa yang terjadi) di dunia maya. Sedangkan menurut Tambunan (2014) cyber adalah suatu istilah yang digunakan orang untuk menyatakan sesuatu yang berhubungan dengan internet atau dunia maya dari definisi tersebut maka dari itu dapat disimpulkan bahwa cyber adalah suatu istilah yang dapat digunakan untuk menyebutkan aktivitas yang terjadi pada media elektronik yang tehubung dengan internet. Jadi cyberbullying sendiri adalah peristiwa intimidasi yang di lakukan dan terjadi melalui sebuah platform jejaring sosial yang berbasis teknologi digital yang terintegrasi oleh internet. Hal ini dapat terjadi di semua platform digital seperti, platform chatting, platform game, dan smartphone. Menurut Think Before Text, cyberbullying adalah perilaku agresif dan bertujuan yang dilakukan suatu kelompok atau individu, menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut.
Cyberbullying sendiri bagi masyarakat Indonesia merupakan peristiwa yang tidak asing lagi, bahkan beberapa dari mereka beranggapan bahwa
peristiwa cyberbullying ini adalah wujud dari bentuk bela negara jika terjadi sebuah kasus yang menyinggung negara Indonesia. Bukan sekali atau dua kali peristiwa ini terjadi, bahkan menurut survey yang diterbitkan Microsoft pada Februari 2021 menyebutkan bahwa masyarakat
Indonesia berada pada urutan ke-29 dari 32 negara yang disurvei untuk tingkat kesopanan dalam bersosial media, sekaligus menjadi yang terendah di Asia Tenggara.Â
Cyberbullying yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia sendiri menggunakan cara yang beragam, mulai dari men-spam kolom komentar akun sosial media, beramai-ramai men-tag akun yang diserang, hingga menyerang personal chat akun tersebut. Baru-baru ini survei yang dilakukan oleh Microsoft-pun terbukti, dengan ramainya perundungan terhadap akun-akun sosial media yang bersinggungan dengan Indonesia atau bersinggungan dengan seseorang dari Indonesia. Berikut adalah beberapa contoh kasus perundungan pada dunia maya (cyberbullying) yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Perundungan terhadap akun instagram official microsoft yang di awali dengan pemberitahuan hasil survei microsoft tentang tata krama berinternet. Yang mana masyarakat internet Indonesia menempati urutan terbawah se Asia Tenggara, hal ini secara tidak langsung juga membuktikan bahwa survei yang dilakukan oleh microsoft benar adanya, karenanya setelah itu akun instagram microsoft langsung di banjiri komentar dari netizen Indonesia sehingga membuat akun instagram tersebut terpaksa
menutup kolom komentar untuk sementara waktu.
Jika ditelisik menggunakan analisis teori habitus pierre bourdieu, maka dapat diketahui bahwasanya kebiasaan warga netizen indonesia ini ialah selalu untuk melontarkan argumentasi yang acap kali bertumpu pada cyber bullying atau melontarkan komentar yang senonoh.
Dengan melihat fenomena-fenoma kita dapat menilik paradigma tokoh sosiolog "PIERRE BORDIEU" mengemukakan Realitas sosial sebagai habitus. Realitas sosial ini adalah dunia empiric (dunia sosial). Habitus sendiri dari hasil jangka panjang disuatu posisi dunia sosial tetapi tidak semua orang memiliki habitus yang sama. Habitus pula merupakan sebuah kebiasaan yang menghasilkan dan dihasilkan oleh dunia sosial. Habitus bukan bawaan alamiah atau kodrat namun merupakan hasil pembelajaran dan sosialisasi dimasyarakat.
Proses pembelajaran habitus yang sangat halus, tak disadari dan tampil sebagai hal yang wajar. Dimana dalam hal ini, budaya lokal perlu tetap ditempat keberadaannya diera digital saat ini. Dengan memanfaatkan teknologi yang terkesan jauh dari nilai normatif sehingga berimbas pada perilaku atau tindakan cyber bullying dunia maya oleh netizen indo.
Upaya ataupun solusi yang dapat saya hadirkan untuk meminimalisir tindakan cyber bullying yang dilakukan oleh netizen indo ialah dengan faktor internal yakni kesadaran dari para individu netizen indo dan dari faktor eksternal yakni adanya regulasi yang mengatur terkait etika ataupun normatif berkomentar dalam dunia maya. Upaya internal disini yakni bagaimana setiap individu mampu memahami dan menghargai bagaimana posisi setiap orang dalam dunia maya. Jika kesadaran menggunakan teknologi yang sebaik mungkin kemudian diperkuat oleh penggunaan etika atau nilai normatif dalam bertutur kata di dunia maya maka pasti tidak ada lagi laporan ataupun cap buruk yang akan diberikan oleh suatu pihak tertentu baik itu berskala nasional atau skala internasional terhadap warga netizen indo.
Kemudian, yang kedua ialah faktor eksternal. Dari sisi ini, kita mengharapkan ada sebuah regulasi yang mengatur mengenai etika tata krama dalam hal berkomentar di dunia maya. Salah satu contohnya ialah adanya regulasi UU ITE yang mengatur terkait hal tersebut. Didalamnya juga telah jelas sanksi ataupun pidana yang ditetapkan bagi individu" yang melanggar ataupun melontarkan kalimat yang senonoh dalam dunia maya.
Sehingga, harapan saya ialah sebaiknya warga netizen indo dalam berselancar di dunia maya haruslah menggunakan teknologi itu sebaik mungkin untuk maslahat bersama. Jangan menggunakan penggunaan bahasa yang tidak sepatutunya dilontarkan apalagi sampai menjadi habitus atau kebiasaan yang menjadi budaya bagi individu.