Mohon tunggu...
Andi Arfian S.H
Andi Arfian S.H Mohon Tunggu... Guru - guru

guru hebat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Sekolah Dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik

17 Desember 2024   16:46 Diperbarui: 17 Desember 2024   16:46 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karakter adalah watak, sifat, akhlak, ataupun kepribadian yang membedakan seorang individu dengan individu lainnya. Karakter dapat dikatakan juga sebagai keadaan yang sebenarnya dari dalam diri seorang individu, yang membedakan antara dirinya dengan individu lain. Dikatakan sebagai karakter, jika apa yang ada pada diri seorang individu melekat sebagai ciri-ciri khusus. Jika hanya sesekali saja dilakukan, belum bisa dikatakan sebagai karakter. Misalnya, karakter pemarah. Tentu label pemarah disematkan sebab seorang individu tersebut berulang kali melakukannya

Karakter adalah watak, sifat, akhlak, ataupun kepribadian yang membedakan seorang individu dengan individu lainnya. Karakter dapat dikatakan juga sebagai keadaan yang sebenarnya dari dalam diri seorang individu, yang membedakan antara dirinya dengan individu lain. Dikatakan sebagai karakter, jika apa yang ada pada diri seorang individu melekat sebagai ciri-ciri khusus. Jika hanya sesekali saja dilakukan, belum bisa dikatakan sebagai karakter. Misalnya, karakter pemarah. Tentu label pemarah disematkan sebab seorang individu tersebut berulang kali melakukannya

Sekolah bisa dikatakan adalah rumah kedua bagi anak/peserta didik. Hal ini disebabkan begitu banyak waktu yang dihabiskan oleh anak di sekolah. Jika dikalkukasi, waktu beraktivitas anak sebagian besar dilakukan di sekolah. Terlebih di sekolah yang menerapkan sistem full day school. Anak berangkat sekolah pagi dan pulang di sore hari. Malam lebih banyak digunakan untuk istirahat. Maka, membahas peran atau kontribusi apa yang bisa dilakukan oleh sekolah terhadap pembentukan karakter anak tentu sangat beralasan.

Sekolah bukan saja tempat untuk belajar dari segi ilmu akademis, melainkan banyak hal yang dapat dilakukan oleh sekolah atau para guru untuk memberikan materi pembelajaran yang bersifat nonakademis, seperti yang kita kenal dengan istilah life skill. Banyak sekolah yang memasukkan materi life skill dalam kurikulum pendidikan mereka. Life skill dapat dimaknai sebagai keterampilan atau kecakapan hidup. Dalam arti, bekalbekal keterampilan yang penting untuk dimiliki seseorang dalam menghadapi persoalanpersoalan kehidupan. Life skill menjadi materi yang penting untuk diajarkan di sekolah, di samping materi utama pelajaran yang sudah termaktub dalam mata pelajaran yang baku/standar

Barangkali, pernah kita menjumpai seorang anak yang cerdas dari sisi akademis, misalnya dilihat dari prestasi akademik seperti nilai rapot, tetapi sangat manja dan kurang mandiri dalam melakukan aktivitas yang sejatinya dapat dia kerjakan sendiri. Atau ada anak yang sangat pemalu dan terkesan introvert, sangat tidak nyaman menemui orang yang baru dia kenal atau situasi baru yang selama ini belum diakrabi. Ada juga anak yang sangat cerdas, tetapi kurang memili sopan santun dalam bersikap dengan orang yang lebih tua.

Figur guru adalah salah satu figur yang paling banyak berinteraksi dengan peserta didik di sekolah. Guru adalah orang tua kedua bagi peserta didik. Sebelum membentuk karakter peserta didik, tentu pembentukan karakter guru seharusnya lebih dulu dilakukan. Hal sederhana, guru yang ideal tentu harus menjadi contoh yang baik bagi peserta didik, terutama dalam hal yang paling standar dan kasat mata. Misalnya adab bergaul, berbicara, kesantunan, berpakaian, kejujuran, kedisiplinan, dan lain-lain. Jika hal-hal yang sdemikian tidak ada pada guru, tentu untuk membentuk karekter positif pada peserta didik juga tidak mudah.

Selain itu, guru seyogianya menjadi tempat yang nyaman bagi peserta didik untuk menyampaikan apa yang dirasakan peserta didik. Jangan sampai, guru di mata peserta didik adalah sosok yang menakutkan dan peserta didik menjadi enggan untuk mendekat. Jangan sampai ada peserta didik yang tidak mau ke sekolah sebab takut dengan guru. Tanpa harus menggugurkan wibawa, seorang guru dapat menjadi 'teman' bagi peserta didik untuk berbagi dan bercerita. Guru sedapat mungkin dapat menjadi pendengar yang baik terkait apa-apa yang dinginkan peserta didik. Guru pun dapat berbagi cerita pengalaman yang inspiratif tentang sesuatu yang sudah dialami guru, meskipun tidak secara langsung berhubungan dengan materi pembelajaran. Tinggal bagaimana guru mengemasnya. Sekali lagi, celah ini tidak lantas melunturkan wibawa guru di mata peserta didik. Seyogianya guru dapat bersikap kapan tegas dan saat kapan lembut dan sosok yang menyenangkan bagi peserta didik. Dalam penyampaian materi pembelajaran, banyak kemungkinan bagi guru untuk mengaitkan materi pembelajan dengan pendidikan karekter yang dibungkus dengan strategi yang menarik. Pesan-pesan moral kebaikan dapat diuraikan dengan bahasa yang lebih membumi dan sesuai dengan kehidupan nyata. Guru tidak sekadar mengejar target materi yang harus selesai atau nilai akhir akademis peserta didik yang tinggi. Namun, hal-hal yang barangkali selama ini dianggap sepele dan belum banyak diaplikasikan, seharusnya perlu ditekankan. Hal ini perlu juga diterapkan dalam metode dan strategi pembelajaran yang variatif, menyenangkan, dan sarat dengan pembentukan karakter positif. Guru perlu mencoba hal-hal baru seperti variasi permainan, diskusi yang sarat pendidikan karakter, dan hal-hal lain yang selama ini belum pernah dilakukan. Tujuannya agar siswa mendapat penyegaran dan materi lebih efektif untuk disampaikan

Guru yang baik adalah yang senantiasa bersemangat belajar. Profesi guru sejatinya menuntut untuk terus mengasah diri. Belajar tidak saja saat di bangku sekolah atau kuliah. Mengikuti berbagai forum pelatihan yang bertujuan meningkatkan kompetensi tentu penting dilakukan. Banyak membaca dan membuka diri akan hal-hal baru juga perlu dilakukan sebagai sarana mengevaluasi diri. Yang baru bukan berarti selalu bagus, begitu juga yang lama tidak selalu kuno dan usang. Tinggal bagaimana kita pandai-pandai memilahnya. Ada hal-hal lama yang memang layak dipertahankan, tetapikadang ada juga hal lama yang perlu ditinggalkan. Begitu juga, hal baru banyak yang perlu diraih dan diterapkan, tetapi ada juga hal baru yang belum tentu lebih baik dan sesuai dengan kondisi yang ada. Hal-hal teknis terkait apliaksi ide-ide yang ditulis dalam makalah ini, disampaikan oleh pamateri secara langsung dalam forum seminar dan tidak semuanya dapat diuraikan detail dalam makalah ini. Mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan. Semoga ada manfaatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun