Mohon tunggu...
ANDI HERMAWAN
ANDI HERMAWAN Mohon Tunggu... Guru - Bukan Siapa Siapa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menjadi Guru adalah panggilan Nuraniku dan panggilan Tanggung jawabku, terpanggil berkiprah untuk mencerdaskan anak bangsa. Meski bukan ahli, bukan pintar, bukan hebat, dan bukan siapa siapa, yang utama dan terutama adalah sudah berbuat yang optimal bisa kulakukan. Menjadi guru swasta adalah jalan Keberkahan dan Ridho Allah SWT. Sesuatu yang selalu menjadi harapanKu dan DoaKu. Inshaa Allah Berkah. Aamiin YRA.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jenuh Vs Kejenuhan Pogram Keahlian SMK

20 Januari 2022   11:15 Diperbarui: 20 Januari 2022   11:19 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara statistik peserta didik SMK adalah terbesar dalam jumlah dibandingkan jenjang pendidikan yang lain. Walhasil output pun besar sedangkan untuk menjadi outcome tentu bukan perkara mudah. APK terdongkrak tetapi mutu dan masalah pengangguran terdidik adalah hegemoni baru yang butuh solusi luar biasa.

Pejabat public dan bahkan direktorat yang menangani SMK berkali kali menyebut program keahlian jenuh di SMK. Penulis lebih jenuh daripada pernyataan pejabat public yang hanya berstatemen tetapi tidak ada upaya nyata memperbaiki keadaan. 

Jenuh mendengarnya dan jenuh dengan ketiadaan program perbaikan. Kepala daerah pun menambah jenuh dengan pernyataan tentang output SMK yang menambah penganggur terdidik di republik ini.

Saat ini SMK banyak berdiri hampir di setiap wilayah. Bahkan di Bogor dan Bekasi bisa disebut setiap RW punya SMK dengan program keahlian yang sama tanpa alat praktik yang standar IDUKA (industri dan dunia usaha). 

Perizinan yang mudah tanpa seleksi yang berorientasi mutu mengakibatkan masalah. Yayasan swasta nakal dengan strategi SMK berdiri baru izin diurus. Ketika murid sudah ada maka tidak mungkin SMK dibubarkan. Alasan klise adalah kemanusiaan.

APK terdongkrak naik dan prestasi bagi capaian pendidikan untuk kepala daerah sebagai jargon politik saat kampanye. Namun masalah pengangguran terdidik tidak terampil tidak terelakkan.

Keniscayaan SMK khususnya swasta yang tidak lengkap alat praktik dan workshop dapat memenuhi tuntutan kerja. IDUKA dalam rekruitmen masih syarat nepotisme dengan alasan memudahkan proses kerja jika yang direkrut sudah dikenal meski program keahlian tidak sesuai kebutuhan.

Link and Match SMK berpuluh puluh tahun sudah digagas tetapi inkonsistensi terjadi di setiap saat. Peran pemerintah menjembatani tripartit sekolah, iduka dan pemda sangat minim. Bahkan dikembalikan kepada sekolah. Semakin jauh dari harapan ketika sekolah tidak mampu merealisasikan. BKK (Bursa khusus Kerja) hanya plangboard yang tanpa aksi nyata.

Dimata mastarakat SMK dahulu memiliki tinjauan sekolah menyiapkan kerja kini berubah menjadi sekolah mengentas kemiskinan. Mereka berharap anak anaknya sekolah untuk siap dan diterima bekerja. 

Namun mereka tanpa kajian selalu asal memilih smk dan program keahlian, khususnya di smk swasta. Banyak peserta didik memilih smk dan program keahlian hanya ikut ikutan temannya.

Harapan orang tua seakan musnah ketika lapangan kerja sedikit di tengah ekonomi yang tidak tumbuh. Pengangguran terus bertambah tak terkendali. Dan menyakitkan ketika pejabat public hanya menyampaikan pernyataan program SMK jenuh tanpa ada solusi riil. Ironi juga masih banyak SMK swasta didirikan diam diam tetapi program keahliannya dikelompok jenuh seperti pernyataan pemerintah.

Bonus jumlah penduduk usia produktif akan menimbulkan masalah ketika mereka tidak terserap di lapangan pekerjaan yang jumlahnya cukup. Pengangguran terdidik yang tidak terampil memenuhi republik ini. Sampai detik ini belum ada upaya nyata khususnya di pemerintah daerah.

Sebagai kajian seyogyanya dilakukan penanganan yang riil bagi SMK. Awalnya harapan saat penanganan tidak optimal maka masalah yang timbul. Saling menyalahkan pasti yang lumrah terjadi di republik ini. Minim pejabat solutif karena tidak ada koordinasi yang baik dan tidak ada yang serius urus pendidikan.

Pemerintah khususnya  pemerintah daerah harus berani memerger smk swasta untuk menjadi smk ideal. Syarat alat praktik, woekshop dan kerjasama dengan iduka harus dikedepankan. Penertiban kelembagaan SMK hukumnya wajib, tidak lagi boleh ada yang bermain. Izin pendirian SMK harus diperketat. 

Pengawas SMk harus  membeikan data tentang SMK dengan benar. Tanpa merger ratusan SMK muncul tapi mutu tidak ada, masyarakat akan lebih kecewa karena SPP bukan hal yang murah.

Dibutuhkan kepala SMK yang tidak biasa yang berani dengan terobosan untuk SMK. Gila adalah gampang memaknainya dimana gila bukan tentang kejiwaan tetapi dari akronim Growth (Menumbuhkan) Interaktif, Leverage dan Achievement. Sehingga dihasilkan banyak perubahan. 

Bagi SMK swasta pelanggaran atas permendikbud no 6 tahun 2018 atau perubahan menjadi permendikbudristek no 40 tahun 2021 tentang kepala sekolah menghasilkan mindset yang tidak berubah.

Usia kepala sekolah diatas 60 tahun akan menghasilkan pemimpin yang hanya berorientasi pada jumlah murid tanpa berfikir tentang outcome selalu merasa bagian dari sejarah dan puas di zona nyaman tanpa berpikir tantangan kekinian. Pemerintah harus tegas. Apalagi orientasi hanya BOS semata menjadi kepala sekolah tua hanya berpikir BOS aman tanpa program yang jelas. Jika mindset kepala sekolah tidak diperbaiki maka SMK tidak akan berubah. SMK harus dbenahi apalagi peserta didik SMK sangat banyak. 

SMK dituntut memiliki kurikulum industri yang outcome nya jelas. Hentikan penyeragaman kurikulum. BOS dan SPP siswa harus dioptimalkan menyusun kurikulum industri yang berujung terserap kerja. Perlu likuidasi atau merger SMK yang tidak mampu menyusun kurikulum industri. 

Pemerintah daerah mewajibkan IDUKA bekerjasama dengan SMK sebagai klausul berinvestasi di wilayahnya. Daerah dampak industri dengan dana nya dioptimalkan untuk  mendukung ketersediaan tenaga kerja. Daripada iduka mengeluarkan dana hanya untuk alokasi CSR yang tidak jelas peruntukan hanya menjadi tumbuh suburnya premanisme.

Perlu dicatat, mulai tumbuh semangat memilih PKBM bagi masyarakat, dgn asumsi kerja bisa jalan ijazah sama resminya dan saat ini biaya di pkbm murah. Ini adalah dampak dari kebijakan yang tidak solutif karena SMK banyak mencetak penganggur.

SMK harus memiliki teknologi, metode dan layanan nyata untuk membuka kerjaan baru. Semangat BMW (bekerja, melanjutkan, wirausaha) menjadikan improve lebih leluasa. Maka di zaman now adalah kecerdasan menciptakan peluang adalah tuntutan.

Tulisan ini penulis sampaikan karena jenuh nya penulis atas statemen pejabat public yang menyatakan program keahlian SMK jenuh tetapi tidak ada solusi berupa kebijakan. Hanya pencitraan public dengan semangat menyalahkan. Butuh usaha nyata tidak butuh pencitraan. Ingatlah ledakan usia produktif bisa jadi masalah besar jika tidak di cari solusi dari awal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun