Bonus jumlah penduduk usia produktif akan menimbulkan masalah ketika mereka tidak terserap di lapangan pekerjaan yang jumlahnya cukup. Pengangguran terdidik yang tidak terampil memenuhi republik ini. Sampai detik ini belum ada upaya nyata khususnya di pemerintah daerah.
Sebagai kajian seyogyanya dilakukan penanganan yang riil bagi SMK. Awalnya harapan saat penanganan tidak optimal maka masalah yang timbul. Saling menyalahkan pasti yang lumrah terjadi di republik ini. Minim pejabat solutif karena tidak ada koordinasi yang baik dan tidak ada yang serius urus pendidikan.
Pemerintah khususnya  pemerintah daerah harus berani memerger smk swasta untuk menjadi smk ideal. Syarat alat praktik, woekshop dan kerjasama dengan iduka harus dikedepankan. Penertiban kelembagaan SMK hukumnya wajib, tidak lagi boleh ada yang bermain. Izin pendirian SMK harus diperketat.Â
Pengawas SMk harus  membeikan data tentang SMK dengan benar. Tanpa merger ratusan SMK muncul tapi mutu tidak ada, masyarakat akan lebih kecewa karena SPP bukan hal yang murah.
Dibutuhkan kepala SMK yang tidak biasa yang berani dengan terobosan untuk SMK. Gila adalah gampang memaknainya dimana gila bukan tentang kejiwaan tetapi dari akronim Growth (Menumbuhkan) Interaktif, Leverage dan Achievement. Sehingga dihasilkan banyak perubahan.Â
Bagi SMK swasta pelanggaran atas permendikbud no 6 tahun 2018 atau perubahan menjadi permendikbudristek no 40 tahun 2021 tentang kepala sekolah menghasilkan mindset yang tidak berubah.
Usia kepala sekolah diatas 60 tahun akan menghasilkan pemimpin yang hanya berorientasi pada jumlah murid tanpa berfikir tentang outcome selalu merasa bagian dari sejarah dan puas di zona nyaman tanpa berpikir tantangan kekinian. Pemerintah harus tegas. Apalagi orientasi hanya BOS semata menjadi kepala sekolah tua hanya berpikir BOS aman tanpa program yang jelas. Jika mindset kepala sekolah tidak diperbaiki maka SMK tidak akan berubah. SMK harus dbenahi apalagi peserta didik SMK sangat banyak.Â
SMK dituntut memiliki kurikulum industri yang outcome nya jelas. Hentikan penyeragaman kurikulum. BOS dan SPP siswa harus dioptimalkan menyusun kurikulum industri yang berujung terserap kerja. Perlu likuidasi atau merger SMK yang tidak mampu menyusun kurikulum industri.Â
Pemerintah daerah mewajibkan IDUKA bekerjasama dengan SMK sebagai klausul berinvestasi di wilayahnya. Daerah dampak industri dengan dana nya dioptimalkan untuk  mendukung ketersediaan tenaga kerja. Daripada iduka mengeluarkan dana hanya untuk alokasi CSR yang tidak jelas peruntukan hanya menjadi tumbuh suburnya premanisme.
Perlu dicatat, mulai tumbuh semangat memilih PKBM bagi masyarakat, dgn asumsi kerja bisa jalan ijazah sama resminya dan saat ini biaya di pkbm murah. Ini adalah dampak dari kebijakan yang tidak solutif karena SMK banyak mencetak penganggur.
SMK harus memiliki teknologi, metode dan layanan nyata untuk membuka kerjaan baru. Semangat BMW (bekerja, melanjutkan, wirausaha) menjadikan improve lebih leluasa. Maka di zaman now adalah kecerdasan menciptakan peluang adalah tuntutan.