Beberapa hari yang lalu, Taufiq Ismail membuat sebuah tulisan yang diterbitkan oleh Republika. Isinya antara lain tentang hubungan sebab akibat dalam peristiwa G30S. Menurutnya apa yang terjadi pada simpatisan PKI adalah akibat dari ulah PKI itu sendiri. Bagi saya ini terlalu umum. Karena disini PKI digeneralisir pada oknum yang melakukan serta pada simpatisan yang tidak tahu menahu apapun tentang peristiwa ini. Kita ini harus berlaku adil dalam membuat sebuah justifikasi, apalagi ini menyangkut sebuah sejarah dan nasib manusia.
Saya tidak berada pada sisi mendukung PKI / Komunisme maupun pada sisi mendukung langkah rezim saat itul. Saya lebih menyoroti pada bagaimana sejarah itu diluruskan dan diungkap yang sebenarnya. Seandainya pemerintah mau membuat tim ad hoc untuk melacak kebenaran sejarah peristiwa G30S ini dan mempublikasikannya pada khalayak, sehingga kita tahu secara gamblang siapa aktor intelektual, siapa algojonya dan bagaimana peristiwa itu terjadi, tentu tidak menjadi masalah kemudian pemerintah meminta maaf pada para korban [saya tidak mau merujuk pada istilah meminta maaf pada PKI, karena saya sendiri juga tidak setuju dengan agenda-agenda PKI sejak PKI masih menjadi embrio hingga dibubarkan pada tahun 1965]. Saya berharap suatu hari nanti sejarah akan benar-benar terungkap sehingga kita tahu siapa yang sesungguhnya bersalah dan siapa yang hanya menjadi korban / dikorbankan. Sehingga ritual maaf memaafkan nantinya akan menjadi sebuah obat mujarab yang menyembuhkan [tidak berefek samping] bagi pihak-pihak yang disakiti. Sebagai bagian dari masyarakat yang diberikan kesempatan menempuh pendidikan tinggi, sudah sewajarnya kita harus berlaku adil. Bahkan kita sudah seharusnya adil semenjak dalam pikiran. Iya kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H