Taiwan mungkin tidak memiliki pantai-pantai dan pegunungan se-indah di Indonesia. Taiwan hanyalah negara yang berbentuk 1 kepulauan besar di pinggir samudera pasifik. Taiwan terbentuk dengan keminimalisannya, namun mereka mampu mengembangkan keminimalisannya tersebut menjadi sesuatu yang istimewa. Kita tidak bisa membandingkan Indonesia dengan Taiwan dalam hal kekayaan keindahan alamnya. Namun kita bisa melihat bagaimana Taiwan mampu mengelola minimalisnya alam yang mereka miliki menjadi tempat wisata yang terkenal. Dan salah satu yang pernah saya kunjungi adalah Yehliu Geopark.
Yehliau Geopark adalah kawasan batuan kapur yang membentuk suatu gugusan serta bentuk-bentuk unik  seperti jamur, kepala ratu, lilin, sandal, dan sebagainya. Batuan kapur ini terbentuk sebagai akibat erosi samudera pasifik yang berarus deras. Selain itu gugusan ini juga terbentuk akibat pergerakan lempeng bumi dimana pulau formosa sendiri masuk ke dalam cincin apinya. Dari sejarahnya, Yehliu sendiri berasal dari bahasa Pinpu, yaitu bahasa asli dari suku "aborigin" nya Taiwan. Selain itu istilah ini juga berasal dari bahasa Spanyol Punto Diablos yang berrarti Tanjung Setan. Dibalik penamaannya, ada suatu cerita mengapa tempat tersebut dinamakan Yehliu. Ceritanya pada zaman dahulu warga sekitar merupakan nelayan yang hidup di laut, mungkin jika di Indonesia seperti orang Bajo. Mereka mendapatkan beras dari penduduk pulau. Uniknya pengambilan beras dilakukan dengan menggunakan bilah bambu yang sudah dilubangi bagian ujungnya, dan para pedagang pada akhirnya menyebut proses ini sebagai "beras yang dicuri oleh suku asing" dimana suku asing dalam bahasa Taiwan disebut "Yeh" dan dicuri disebut "Liu". Inilah asal muasal dari penamaan kawasan ini. Untuk menuju kawasan Yehliu ini, kita bisa menggunakan bus dari Terminal Bus Timur (Taiwan Main Station). Kemudian cari bus dengan tujuan Keelung. Kita bisa menggunakan kartu Easy Card atau Student ID yang sudah terintegrasi dengan kartu bus. Biaya yang dibutuhkan sekitar NTD 30 (Kalau kita kurskan ke rupiah, sekitar Rp. 12.000). Untuk biaya masuk kita dikenakan biaya NTD 50. Sebelum memasuki kawasan ini, kita harus berjalan sekitar 1 Km terlebih dahulu jika kita menggunakan bus umum. Jangan khawatir, walaupun jauh, di sepanjang jalan kita bisa menikmati susunan batuan bukit serta pohon-pohon yang cukup rindang, sehingga jauh pun tidak terasa. Oy, sebelum sampai di kawasan ini, kita juga akan melewati kawasan pelabuhan nelayan terbesar kedua di Taiwan. Disini banyak TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang bekerja sebagai ABK (Anak Buah Kapal). Kebetulan sewaktu kesana, kami disapa oleh beberapa TKI yang kebetulan sedang sandar di pelabuhan. Mereka mengenali kami dari jilbab yang dikenakan oleh rekan saya serta dari pembicaraan kami yang memang menggunakan bahasa Indonesia. Kawasan ini cukup istimewa, karena dikemas dengan model alur tracking berkelok. Di tiap-tiap spot kita akan disuguhkan oleh beraneka ragam batuan kapur yang berbentuk unik. Selain itu, di akhir jalur tracking, kita akan disuguhkan langsung dengan pemandangan langsung ke samudera pasifik yang berangin kencang. Sebagai informasi, cuaca disini cepat sekali berubah. Sehingga ada baiknya kemana-mana kita membawa jas hujan dan payung.