Mohon tunggu...
Andi Perdana G
Andi Perdana G Mohon Tunggu... -

Hidup adalah Ibadah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Komitmen Mengakhiri Politik Impor Pangan

25 Maret 2016   17:00 Diperbarui: 25 Maret 2016   17:07 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia telah masuk fase jebakan impor pangan yang sangat mengkhawatirkan. Impor serealia (gandum, beras, kedelai, dan jagung) meningkat 61 persen periode 2011-2013 dibandingkan periode 2007-2009 (Food Outlook, FAO 2010-2013). Persentase gandum sebagai bahan pangan pokok yang 12 tahun lalu sekitar 7,66 persen (2001) saat ini menyusun 14,59 persen makanan pokok rakyat Indonesia, meningkat hampir 100 persen dalam dua periode jabatan presiden. Tidak hanya bahan pangan pokok, ketergantungan impor kita terhadap belasan jenis pangan lainnya dari bawang hingga daging sapi perlahan-lahan juga mulai meningkat.

Sejak pemerintahan Presiden SBY dan Kabinet Indonesia Bersatu II terbentuk, swasembada pangan, terutama untuk lima komoditas utama, seperti beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi, menjadi prioritas utama pencapaian kinerja. Targetnya mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan. Bahkan, kemudian Presiden SBY meminta surplus produksi 10 juta ton tahun 2014. Target produksi beras 45 juta ton dan konsumsi 34,9 juta ton.

Selanjutnya komoditas gula, jagung, kedelai, dan daging sapi ditargetkan swasembada 2014, dengan pengertian ada toleransi impor 10 persen. Rinciannya, produksi gula 2014 ditargetkan 5,7 juta ton, jagung 29 juta ton, kedelai 2,7 juta ton, dan daging sapi 0,51 juta ton. Target produksi yang ditetapkan tersebut sudah mempertimbangkan pertumbuhan konsumsi, baik karena peningkatan populasi penduduk Indonesia yang rata-rata 1,49 persen maupun peningkatan konsumsi sebagai dampak pertumbuhan ekonomi nasional.

Namun swasembada pangan yang ditargetkan itu tampaknya hanya menjadi angan-angan semata. Untuk gula misalnya, Kementerian Pertanian merevisi target produksi 2014 dari 5,7 juta ton menjadi 3,1 juta ton. Alasannya, tidak ada penambahan lahan dan revitalisasi industri gula juga tidak jalan. Kedelai tidak tercapai karena butuh tambahan produksi 3,1 juta ton untuk mencapai swasembada. Jagung juga butuh tambahan 10 juta ton. Demikian juga dengan beras, swasembada beras sudah 100 persen gagal. Target surplus produksi beras 10 juta ton juga tidak dicapai sekalipun sudah menggelar berbagai program terobosan bahkan mengundang korporasi masuk dalam budidaya.

Sekarang menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintahan Presiden Jokowi untuk mewujudkan mimpi besar meraih swasembada pangan sekaligus berkomitmen mengakhiri politik impor pangan. (andi perdana gumilang/Bayu K, diolah kembali)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun