Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan karena ulah (kemasiatan) manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari akibat ulah meeka itu agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (QS ar-Rum [30]: 41).
Mewaspadai Bencana Baru
Selain karena merupakan akibat manusia yang tetap enggan menerapkan syariah Allah SWT, berbagai bencana kemanusiaan yang terjadi di dunia, termasuk di negeri ini, sebetulnya karena penjajahan yang dilakukan oleh negara-negara Barat, khususnya AS, sebagai pengemban utama Kapitalisme global. AS-lah, dengan sekutu-sekutunya, yang nyata-nyata telah menciptakan bencana kemanusiaan di Irak, Afganistan dan Pakistan sampai hari ini. AS pun terus mendukung secara penuh penjajahan Israel di Palestina sekaligus membunuhi ratusan ribu penduduknya selama puluhan tahun. AS pula yang sejak berdirinya hingga kini menciptakan berbagai konflik, bahkan melakukan aksi militer langsung, di berbagai negara. AS pun telah membunuh serta memenjarakan dan menyiksa ribuan Muslim di seluruh dunia-termasuk di negeri ini melalui tangan para agennya-hanya karena mereka disangka teroris.
AS pula yang saat ini, langsung ataupun tidak langsung (antara lain melalui IMF, Bank Dunia, USAID), melakukan penjajahan baru (terutama penjajahan ekonomi) atas Indonesia. Akibatnya, melalui sejumlah modus penjajahan AS, termasuk lewat legislasi UU di DPR, berusaha terus menguras habis kekayaan alam negeri ini (minyak, gas, emas, perak, dan barang tambang lain) melalui perusahaan-perusahaan mereka seperti Freeport, Exxon Mobile, dll. Tambang emas di Papua dikeruk oleh PT Freeport dan 90% keuntungannya masuk ke AS. Blok Natuna yang diperkirakan memiliki kandungan gas hingga 222 TCF (triliun kubik kaki), 76%-nya dimiliki oleh ExxonMobile. Blok Cepu yang diprediksi memiliki kandungan minyak lebih dari 600 juta barel sehingga bisa menjadi andalan bahan bakar minyak (BBM) Indonesia, 45%-nya juga dimiliki oleh ExxonMobile. Selain itu, masih banyak perusahaan major AS yang secara keseluruhan menguasai 90% minyak dan gas, seperti Total Fina Elf, BP Amoco Arco, Texaco, Conoco, Repsol, Unocal, Santa Fe, Gulf, Premier, Lasmo, Inpex dan Japex.
Terkait dengan ini, buku The Shock Doctrine; The Rise of Disaster Capitalism karangan wartawati Kanada, Naomi Klein, yang diterbitkan Penguin Books, London, Inggris (2007), mengungkap secara gamblang bagaimana kaum kapitalis (tentu saja dengan AS sebagai gembongnya, pen.) melakukan aksi-aksi jahatnya terhadap bangsa dan negara lain. Buku ini pun menyebut krisis moneter Asia 1997 sebagai hasil desain kaum kapitalis karena mereka ingin menguasai aset-aset strategis di kawasan itu, mencaplok aset-aset perusahaan nasional Asia yang tumbuh meraksasa dan hendak menggulingkan rezim-rezim yang berubah kritis, seperti Soeharto di Indonesia. Ketika Indonesia dan Asia akhirnya lunglai karena krisis moneter, IMF datang menawarkan obat dengan syarat liberalisasi pasar. Hasilnya, hanya dalam 20 bulan, perusahaan-perusahaan multinasional asing berhasil menguasai perekonomian Indonesia, Thailand, Korea Selatan, Filipina dan juga Malaysia lewat 186 merger dan akuisisi perusahaan-perusahaan besar di negara-negara ini. “Ini adalah pengalihan aset dari domestik ke asing terbesar dalam limapuluh tahun terakhir,” kata ekonom Robert Wade.
Itulah ‘secuil’ bencana kemanusiaan yang telah diciptakan AS atas Dunia Islam, termasuk di negeri ini.
Menerima Obama: Mengundang Bencana
Karena itu, jika kemudian Pemerintah dalam waktu dekat akan menerima kedatangan Obama-Presiden AS sang penjajah-di Tanah Air, jelas Pemerintah seperti sedang “mengundang” bencana baru. Pasalnya, sebagai pemimpin negara penjajah, Presiden AS Obama tentu bakal makin mengokohkan penjajahan barunya atas negeri ini. Apalagi sebelum kedatangan Obama Pemerintah sudah menandatangani kerjasama kemitraan menyeluruh dengan AS. Kemitraan menyeluruh dengan negara penjajah seperti AS tentu harus dibaca sebagai penjajahan menyeluruh AS atas negeri ini. Pasalnya, kemitraan Indonesia-AS ini mencakup kerjasama kedua negara di bidang politik, keamanan, ekonomi, pembangunan, sosial, budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kenyataannya, sebelum ini pun setiap kesepakatan atau perjanjian kerjasama Indonesia dengan AS sesungguhnya lebih merupakan penjajahan AS atas negeri ini. Di bidang ekonomi, Amerika, misalnya, memfasilitasi bantuan (baca: utang luar negeri) untuk sekaligus mendorong pembangunan berbasis investasi asing di Indonesia. Dengan cara ini, Amerika menjebak Indonesia dalam perangkap utang (debt trap) sehingga negeri ini mudah didikte bahkan hingga “bertekuk lutut”.
Di bidang keamanan, Indonesia meneken kerjasama dalam penanggulangan terorisme. AS bahkan mengucurkan bantuan dana untuk Indonesia sebagai bagian dari proyek Perang Melawan Terorisme. Hasilnya, melalui aparat Densus 88, sejumlah Muslim ditangkap dan ditembak di tempat hanya karena disangka teroris. Di sisi lain, proyek Perang Melawan Terorisme ala AS ini terbukti hanya demi memenuhi ambisi politik AS, yakni menguasai berbagai negeri Islam, seperti Irak dan Afganistan, sekaligus mencegah kebangkitan Islam, termasuk di Tanah Air.
Inilah yang perlu disadari oleh bangsa ini, terutama penguasa dan elit-elit politiknya. Oleh karena itu, tentu sangat menyedihkan jika kaum Muslim yang mayoritas di negeri ini sampai membiarkan Obama-presiden negara penjajah, AS-menginjakkan kakinya di negeri ini; apalagi jika sampai mereka menerima dan menyambutnya dengan penuh kehangatan. Jika ini yang terjadi, sungguh ini adalah sebuah kemaksiatan di sisi Allah SWT sekaligus merupakan ‘bencana lain’ bagi bangsa dan negeri ini. Allah SWT berfirman: