Aturan-Aturan Hukum yang Relevan
Dalam penyelesaian sengketa wanprestasi akad murabahah, terdapat beberapa aturan hukum yang menjadi landasan, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama:
- Kompetensi Absolut: Menetapkan bahwa Pengadilan Agama memiliki kewenangan penuh untuk menyelesaikan perkara perdata yang diajukan oleh dan antara orang-orang yang beragama Islam, termasuk sengketa terkait akad murabahah.
- Materiil Perkara: Mengatur jenis perkara yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama, di mana perkara perdata yang berkaitan dengan hukum Islam, seperti akad murabahah, termasuk di dalamnya.
- Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHESy):
- Akad Murabahah: Mengatur secara rinci mengenai syarat sah, rukun, dan akibat hukum dari akad murabahah.
- Wanprestasi: Menetapkan akibat hukum dari wanprestasi dalam akad murabahah, termasuk hak-hak pihak yang dirugikan untuk meminta ganti rugi.
- Hukum Acara Perdata:
- Tata Cara Persidangan: Mengatur tata cara persidangan, mulai dari pengajuan gugatan, pembuktian, hingga putusan.
- Beban Bukti: Menetapkan pihak mana yang bertanggung jawab untuk membuktikan kebenaran atas dalil yang diajukan.
Analisis Lebih Lanjut Berdasarkan Putusan 455/Pdt.G/2019/PA.Kds
Dalam putusan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Agama Kudus kemungkinan besar telah menerapkan aturan-aturan hukum di atas untuk:
- Menetapkan Kesahihan Akad Murabahah: Majelis Hakim akan memeriksa apakah akad murabahah yang diajukan sebagai dasar gugatan telah memenuhi syarat sah menurut hukum Islam, seperti adanya ijab kabul yang sah dan objek jual beli yang jelas.
- Membuktikan Terjadinya Wanprestasi: Majelis Hakim akan menilai apakah pihak tergugat terbukti telah melakukan wanprestasi, misalnya dengan tidak membayar angsuran sesuai perjanjian atau melanggar ketentuan lain dalam akad.
- Menentukan Besarnya Ganti Rugi: Majelis Hakim akan menghitung besarnya ganti rugi yang harus dibayar oleh pihak yang melakukan wanprestasi, dengan mempertimbangkan kerugian yang dialami oleh pihak penggugat.
Sociological Jurisprudence dalam Kasus Wanprestasi Akad Murabahah
Aliran sociological jurisprudence lebih menekankan pada fungsi sosial hukum dan bagaimana hukum berinteraksi dengan masyarakat. Dalam kasus ini, sociological jurisprudence terlihat dalam:
- Pertimbangan terhadap konteks sosial: Hakim akan mempertimbangkan faktor-faktor sosial, ekonomi, dan budaya yang melatarbelakangi terjadinya sengketa. Misalnya, hakim dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi para pihak atau kebiasaan masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli.
- Upaya untuk mencapai keadilan: Hakim tidak hanya berorientasi pada penerapan hukum secara formal, tetapi juga berusaha untuk mencapai keadilan bagi semua pihak yang bersengketa.
- Analisis terhadap dampak putusan: Hakim akan mempertimbangkan dampak putusan terhadap masyarakat secara luas, bukan hanya terhadap para pihak yang bersengketa.
Sociological jurisprudence dalam kasus ini terlihat dalam upaya hakim untuk:
- Mencari solusi yang adil: Hakim akan berusaha mencari solusi yang tidak hanya sesuai dengan hukum, tetapi juga adil bagi semua pihak.
- Memperhatikan kepentingan masyarakat: Hakim akan mempertimbangkan kepentingan masyarakat secara luas, misalnya dengan memberikan putusan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha di bidang keuangan syariah.
- Menyesuaikan hukum dengan perkembangan zaman: Hakim dapat mempertimbangkan perkembangan hukum dan masyarakat yang dinamis dalam mengambil keputusan.
Kesimpulan
Dalam kasus wanprestasi akad murabahah, baik positivisme hukum maupun sociological jurisprudence memiliki peran yang penting. Positivisme hukum memberikan kerangka hukum yang jelas dan pasti, sedangkan sociological jurisprudence memberikan fleksibilitas bagi hakim untuk mempertimbangkan faktor-faktor sosial dan mencapai keadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H