Mohon tunggu...
Andhyaksa
Andhyaksa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

..

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pencatatan PPJB Notariil Atas Tanah Terdaftar di Kantor Pertanahan

13 Juni 2024   13:52 Diperbarui: 13 Juni 2024   16:07 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian yang timbul karena kesepakatan dua pihak atau lebih dengan tujuan timbulnya perikatan untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau disebut juga dengan perjanjian timbal balik dilihat dari aspek sifat dan akibat hukumnya, dan pada sisi lain disebut sebagai perjanjian bantuan.[1] 

Sebagai perjanjian bantuan maka fungsinya adalah untuk mempersiapkan para pihak pada perjanjian utama, yang tujuan akhirnya adalah pada perjanjian pokoknya, yakni perjanjian jual beli. Sejalan dengan hal tersebut Herlien Budiono menjelaskan bahwa perjanjian bantuan sifatnya memperkuat perjanjian pokok dan keberadaannya pun hanya mungkin jika perjanjian pokoknya ada.[2] 

 

Istilah PPJB dapat dijumpai dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang menyamakan istilah PPJB, dengan istilah Perjanjian Pendahuluan Jual Beli, sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 angka 11 PP No. 12 Tahun 2021 yang menjelaskan Perjanjian Pendahuluan Jual Beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang selanjutnya disebut PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli rumah atau satuan rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk rumah tunggal dan rumah deret yang dinyatakan dalam akta notaris.[3]

 

Selanjutnya istilah PPJB dalam praktik hukum kenotariatan dijumpai beberapa nama/sebutan pada awal akta yaitu: Pengikatan Jual Beli, Ikatan Jual Beli, Perjanjian Pengikatan Jual Beli atau dengan sebutan nama yang sangat singkat yaitu Perjanjian.[4] 

PPJB Notariil merupakan perjanjian pokok yang memerlukan instrumen tambahan / ikutan untuk pelaksanaannya yakni dengan Akta Kuasa untuk Menjual, sehingga muncul sebutan Akta PPJB dan Kuasa Menjual yang merupakan satu rangkaian perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak dihadapan Notaris. Sejalan dengan hal tersebut Habib Adjie dalam salah satu tulisannya berpendapat bahwa Akta PPJB dan Kuasa sering dibuat dalam transaksi hak atas tanah dengan alasan antara lain:

 

  • Pembeli tidak ingin melakukan balik nama/ peralihan hak, dengan alasan ingin dijual lagi kepada pihak lain (meskipun dalam hal ini pembeli telah membayar lunas kepada penjual).
  • Pembeli tidak ingin segera melakukan balik nama/ peralihan hak, dengan alasan belum punya uang untuk bayar pajak-pajak, (meskipun dalam hal ini pembeli telah membayar lunas kepada penjual)

 

Bertalian dengan PPJB dan Kuasa untuk Menjual, kedua akta Notariil tersebut sering disebut dengan PPJB Lunas. Dalam PPJB Lunas, fungsi akta Kuasa untuk Menjual dapat dilakukan kepada dirinya sendiri atau orang lain yang dikehendakinya sendiri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1792 KUH Perdata yang menjelaskan Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakn suatu urusan. 

Akta PPJB Notariil dapat terjadi karena 2 (dua) hal yaitu PPJB Lunas dan PPJB Belum Lunas (Angsuran). Untuk PPJB Lunas wajib diikuti dengan Akta Kuasa. Sehubungan dengan dimungkinkannya Akta PPJB yang dibuat para pihak dicatatkan pada Kantor Pertanahan, maka Permen ATR No. 16 Tahun 2021, yang mengatur mengenai pengajuan permohonan pencatatan PPJB  atas tanah terdaftar ke Kantor Pertanahan.

 

Pengaturan ketentuan pencatatan PPJB Notariil, dalam Permen ATR No. 16 Tahun 2021, menurut pendapat penulis bahwa obyek PPJB Notariil ditujukan terhadap tanah yang sudah bersertipikat, dan pada sisi lain masih kurang memadai dari aspek persyaratan. Ini berarti diperlukan persyaratan tambahan untuk lebih memberikan jaminan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para pihak, yaitu:

 

  • Kewajiban untuk melakukan pengecekan atas obyek atas tanah yang dimaksud dalam PPJB Notariil;
  • Kewajiban untuk melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) berdasarkan SPPT terakhir;
  • Kewajiban untuk melakukan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh), karena pihak penjual telah menerima uang dari pihak pembeli;
  • Kewajiban untuk menyerahkan salinan Akta Kuasa untuk Menjual Notariil.

 

Dengan diskripsi tersebut penulis berpendapat bahwa pencatatan PPJB Notariil atas tanah terdaftar pada Kantor Pertanahan hanya dapat dilakukan terhadap PPJB Notariil yang telah lunas. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 127B ayat (6) Permen ATR yang menjelaskan Dalam hal terdapat catatan mengenai PPJB yang dicatatkan maka Hak Atas Tanah tidak dapat dilakukan peralihan hak selain kepada pihak yang tercantum dalam perjanjian.[5] 

Sementara itu kemungkinan dilakukan penghapusan atas pencatatan perjanjian tetap dimungkinkan oleh pihak yang berkepentingan, dengan alasan: (a) dilakukan pembatalan oleh para pihak yang membuat PPJB Notariil, (b) dilakukan pembatalan berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, (c) Pihak Pembeli melepaskan haknya kepada Pihak Penjual. Sementara itu yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan adalah Pihak Pembeli atau Pihak Kreditur, jika PPJB Notariil atas tanah terdaftar tersebut menggunakan fasilitas kredit dalam proses jual belinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun