Â
Pengaturan ketentuan pencatatan PPJB Notariil, dalam Permen ATR No. 16 Tahun 2021, menurut pendapat penulis bahwa obyek PPJB Notariil ditujukan terhadap tanah yang sudah bersertipikat, dan pada sisi lain masih kurang memadai dari aspek persyaratan. Ini berarti diperlukan persyaratan tambahan untuk lebih memberikan jaminan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para pihak, yaitu:
Â
- Kewajiban untuk melakukan pengecekan atas obyek atas tanah yang dimaksud dalam PPJB Notariil;
- Kewajiban untuk melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) berdasarkan SPPT terakhir;
- Kewajiban untuk melakukan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh), karena pihak penjual telah menerima uang dari pihak pembeli;
- Kewajiban untuk menyerahkan salinan Akta Kuasa untuk Menjual Notariil.
Â
Dengan diskripsi tersebut penulis berpendapat bahwa pencatatan PPJB Notariil atas tanah terdaftar pada Kantor Pertanahan hanya dapat dilakukan terhadap PPJB Notariil yang telah lunas. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 127B ayat (6) Permen ATR yang menjelaskan Dalam hal terdapat catatan mengenai PPJB yang dicatatkan maka Hak Atas Tanah tidak dapat dilakukan peralihan hak selain kepada pihak yang tercantum dalam perjanjian.[5]Â
Sementara itu kemungkinan dilakukan penghapusan atas pencatatan perjanjian tetap dimungkinkan oleh pihak yang berkepentingan, dengan alasan: (a) dilakukan pembatalan oleh para pihak yang membuat PPJB Notariil, (b) dilakukan pembatalan berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, (c) Pihak Pembeli melepaskan haknya kepada Pihak Penjual. Sementara itu yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan adalah Pihak Pembeli atau Pihak Kreditur, jika PPJB Notariil atas tanah terdaftar tersebut menggunakan fasilitas kredit dalam proses jual belinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H