Â
      Surabaya merupakan salah satu kota dengan penduduk yang sangat padat. Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020 jumlah penduduk di Surabaya adalah 2,87 juta jiwa. Menyandang status sebagai kota metropolitan beban sosial yang ditanggung mengakibatkan berbagai problematika sosial yang beragam. Salah satu problematika yang marak di masyarakat di kota Surabaya adalah prostitusi.
      Perdagangan perempuan dan anak merupakan salah satu masalah yang paling memprihatinkan dan membutuhkan perhatian segera di tingkat provinsi Jawa Timur, tingkat nasional dan nasional dan tingkat internasional (Sutinah and Kinuthia, 2019). Perdagangan perempuan dan anak juga menjadi masalah yang marak terjadi di kota Surabaya. Anak di bawah umur yang seharusnya mengenyam pendidikan dipaksa oleh berbagai fakta sosial yang ada di luar dirinya. Fakta sosial ini berupa ekonomi, budaya, lingkungan sekitar dan lain sebagainya. Begitu juga dengan perempuan yang seharusnya memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan norma-norma sosial di Indonesia seperti yang tercantum dalam konstitusi.
      Di Surabaya praktik prostitusi berpusat di beberapa titik. Salah satunya adalah di gang Dolly yang sekarang secara resmi telah ditutup oleh pemerintah. Beberapa lokalisasi berada di wilayah kumuh (Slum Area) di pusat perkotaan. Meski telah ditutup oleh pemerintah, praktik prostitusi tetap marak dilakukan lewat aplikasi media sosial yang memberikan kemudahan dalam hal pemesanan service, sehingga kontrol sosial dari pemerintah dirasa menjadi semakin minim dan sulit untuk melacak praktik ini. Ketidakmampuan masyarakat mendapatkan dunia pekerjaan yang layak ditambah dengan tuntutan kebutuhan hidup menjadi alasan sebagian orang masyarakat kelas bawah untuk memasuki dunia pelacuran.
Kasus Prostitusi di Surabaya
      Berdasarkan informasi dari beberapa informan dan literatur yang ada perilaku menyimpang di Surabaya khususnya prostitusi, berpusat pada daerah-daerah kumuh di perkotaan. Seperti daerah di pinggir rel, pinggir sungai, dan daerah kumuh lainnya menjadi tempat prostitusi. Adapun daerah yang dimaksud adalah di area pemakaman Kembang Kuning dan berbagai tempat kumuh lainnya. Namun tidak menutup kemungkinan juga untuk melakukan prostitusi di hotel dan tempat penginapan lain.
     Dari seorang informan didapatkan data untuk tarif dari prostitusi di Kembang Kuning itu sendiri yakni untuk sekali main sebesar 100.000,-. Untuk yang full service adalah 700.000,- ke atas dan untuk short time adalah 200.000,- hingga 400.000,- Untuk cara pemesanan nya sendiri dapat melalui aplikasi Mi Chat. Sebenarnya penggunaan aplikasi ini adalah bentuk dari penyalahgunaan teknologi karena aplikasi Mi Chat pada awalnya tidak dimaksudkan untuk menjadi mucikari digital akan tetapi sebagai sarana bersosial dengan orang baru di sekitar.
     Berdasarkan literatur lain terdapat praktik prostitusi di area pemakaman Kembang Kuning Surabaya. Para waria dan calon pelanggan melakukan negosiasi di sekitar area pemakaman. Setelah dicapai kesepakatan maka pelacur dan pengguna jasa akan melakukan hubungan di area pemakaman dengan beralaskan tikar (Detiktravel, 2022). Karena itulah tarif yang ditawarkan menjadi cukup murah mengingat sederhananya sarana yang dipakai.  Salah satu pelacur di sana mengatakan bahwa alasan dia melakukan tindakan ini adalah karena terlilit hutang dan tidak mampu lagi untuk bekerja yang lain.
     Menurut Kompas.id Surabaya sendiri terdapat kasus prostitusi yang dijalankan oleh anak di bawah umur. 23 Oktober 2023 seorang mucikari berumur 17 tahun ditangkap bersama dengan korbannya di sebuah hotel di Gubeng. Pelaku sebagai mucikari mengiming-imingi korbannya yang juga merupakan anak SMA pekerjaan sebagai pemandu lagu. Mucikari mendapat sekitar 500.000,- 1.000.000 dari bisnisnya tersebut. Sementara korban mendapat 20 persen dari ongkos yang dibayar tamu kepada pemesan. Si mucikari dijerat dengan Pasal 76F Juncto 83 UU Nomor 35 Tahun 2014. Akan tetapi, karena masih di bawah umur pelaku dititipkan ke Badan Pengawasan Anak. Tampak disini penegakan hukum yang dapat dibilang terlalu lemah.
     Kasus yang lebih memprihatinkan lagi terjadi dalam dunia prostitusi melalui dunia digital. Pada Senin 25 Januari 2021 seorang mucikari ditangkap di sebuah hotel di Sidoarjo yang tengah bertransaksi dengan pria hidung belang (Medcom.id, 2021). Pelaku telah melakukan aksinya sejak November 2020. Tersangka menawarkan jasa threesome kepada pelanggan. Adapun korban adalah wanita berumur 16 tahun berinisial M. Menurut pelaku motif dari perbuatannya tersebut adalah terinspirasi dengan film porno. Pelaku berfantasi bisa bersetubuh bersama dengan pria lain.