Mohon tunggu...
Andhita Nur Jaya Oktaviana
Andhita Nur Jaya Oktaviana Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Jember University

Mahasiswa Jurusan Ekonomi Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Strategi Kebijakan Campuran: Menjadi Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Tengah Ketidakpastian

18 November 2024   22:05 Diperbarui: 18 November 2024   22:35 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia, sebagai negara dengan ekonomi yang berkembang pesat, sering kali menghadapi tantangan ekonomi yang kompleks dan dinamis. Ketidakpastian global, seperti fluktuasi harga komoditas, perubahan kebijakan perdagangan internasional, dan dampak pandemi COVID-19, telah menuntut pemerintah untuk mengadopsi strategi kebijakan yang fleksibel dan adaptif. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah strategi kebijakan campuran (policy mix), yang menggabungkan berbagai instrumen kebijakan untuk mencapai tujuan ekonomi yang berkelanjutan.

Strategi kebijakan campuran (mixed policy strategy) yang diterapkan di Indonesia selama pandemi merupakan pendekatan yang mengintegrasikan kebijakan moneter, fiskal, dan makroprudensial untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung pemulihan pasca krisis. Komponen-komponen ini dirancang untuk saling mendukung, sehingga dampak dari masing-masing kebijakan dapat lebih maksimal dalam mengatasi tantangan yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia.

1. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter berfokus pada pengaturan jumlah uang beredar di pasar dan pengaruhnya terhadap tingkat inflasi dan suku bunga. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter memainkan peran vital dalam menjaga stabilitas ekonomi melalui kebijakan suku bunga dan intervensi di pasar valuta asing.

  • Pengaturan Suku Bunga:

Bank Indonesia menggunakan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate untuk mempengaruhi tingkat bunga jangka pendek dan mengendalikan inflasi. Selama pandemi COVID-19, BI menurunkan suku bunga acuan secara bertahap untuk merangsang konsumsi dan investasi, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Penurunan suku bunga ini juga bertujuan untuk memperlonggar akses pembiayaan, terutama bagi sektor riil, UMKM, dan konsumen, yang membutuhkan likuiditas untuk bertahan dan tumbuh di tengah ketidakpastian ekonomi. Selain itu, suku bunga yang rendah juga berfungsi untuk mengurangi beban utang bagi pemerintah dan sektor swasta, meningkatkan daya tarik pasar domestik, dan mendorong sektor perbankan untuk menyalurkan lebih banyak kredit.

  • Intervensi Pasar Valuta Asing:

Nilai tukar rupiah sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal, seperti fluktuasi ekonomi global, kebijakan negara besar, dan harga komoditas. Dalam situasi krisis, seperti pandemi, intervensi pasar valuta asing menjadi kunci untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Bank Indonesia melakukan intervensi dengan cara membeli atau menjual dolar di pasar spot untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Hal ini juga bertujuan untuk mengurangi volatilitas yang dapat merugikan sektor ekspor-impor dan mempengaruhi inflasi domestik. Intervensi semacam ini mendukung stabilitas ekonomi yang lebih luas dan menghindari ketegangan lebih lanjut dalam sistem perekonomian Indonesia.

2. Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal melibatkan pengelolaan pengeluaran pemerintah dan kebijakan perpajakan yang bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan menanggulangi dampak krisis.

  • Belanja Publik:

Selama pandemi, pemerintah Indonesia memperluas belanja publik, terutama di sektor-sektor penting seperti infrastruktur dan kesehatan. Anggaran yang lebih besar dialokasikan untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) guna mendukung masyarakat yang terdampak oleh pembatasan sosial, serta untuk mempercepat pemulihan sektor usaha yang mengalami penurunan pendapatan. Pemerintah juga fokus pada program perlindungan sosial seperti bantuan langsung tunai, subsidi energi, dan jaminan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat. Di samping itu, proyek infrastruktur yang digulirkan berfungsi untuk menjaga lapangan kerja dan mempercepat pergerakan barang dan jasa, yang penting untuk pertumbuhan ekonomi pasca-pandemi.

  • Insentif Pajak:

Sebagai bagian dari upaya untuk memulihkan perekonomian, pemerintah memberikan insentif pajak kepada berbagai sektor, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang terkena dampak pandemi. Ini termasuk pengurangan tarif pajak, pembebasan PPN untuk sektor tertentu, dan penundaan kewajiban pajak bagi perusahaan yang menghadapi penurunan pendapatan. Insentif pajak ini bertujuan untuk mempercepat pemulihan sektor usaha, menarik investasi, dan menjaga stabilitas perekonomian domestik. Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif dan meningkatkan kepercayaan investor baik domestik maupun internasional.

3. Kebijakan Makroprudensial

Kebijakan makroprudensial berfokus pada pengelolaan risiko sistemik yang dapat mengancam stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Selama pandemi, Bank Indonesia (BI) dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melonggarkan beberapa kebijakan makroprudensial untuk mendukung likuiditas dan memastikan aliran kredit tetap mengalir ke sektor yang paling membutuhkan.

  • Rasio Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV):

  Salah satu kebijakan makroprudensial yang penting adalah pengaturan rasio LTV dan FTV untuk kredit perumahan dan sektor properti lainnya. Selama pandemi, BI memberikan pelonggaran atas ketentuan ini untuk mendorong pembelian properti dan mempercepat pertumbuhan sektor properti yang sangat tertekan. Pelonggaran ini memungkinkan bank memberikan pinjaman yang lebih besar kepada debitur dengan persyaratan yang lebih longgar, yang pada akhirnya meningkatkan penjualan properti dan mendorong konsumsi sektor terkait.

  • Giro Wajib Minimum (GWM):

GWM adalah kebijakan yang mengatur besarnya cadangan kas yang harus disimpan bank di Bank Indonesia. Selama pandemi, BI melonggarkan kebijakan GWM, khususnya bagi bank yang menyalurkan kredit ke sektor UMKM dan sektor prioritas lainnya, seperti kesehatan dan infrastruktur. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa bank memiliki lebih banyak likuiditas yang dapat disalurkan kepada sektor-sektor yang paling membutuhkan, yang sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi risiko kredit macet. Dengan pelonggaran ini, bank diharapkan dapat menyalurkan lebih banyak kredit kepada debitur yang terdampak oleh pandemi, sehingga sektor-sektor ekonomi yang penting tetap dapat beroperasi dan berkembang.

  • Penyesuaian Regulasi Bank:

Kebijakan makroprudensial juga melibatkan penyesuaian terhadap regulasi yang berlaku pada bank, seperti relaksasi terhadap persyaratan pencadangan kredit dan penangguhan pengakuan kredit macet. Relaksasi ini memberikan waktu lebih banyak bagi debitur untuk membayar pinjaman mereka tanpa mengalami dampak langsung terhadap status kredit mereka, yang pada gilirannya mencegah lonjakan kredit bermasalah (non-performing loans / NPL). Dengan demikian, kebijakan ini juga berperan dalam menjaga stabilitas sektor perbankan yang berisiko terimbas akibat meluasnya krisis ekonomi.

Sinergi Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Makroprudensial

Penerapan kebijakan moneter, fiskal, dan makroprudensial yang terintegrasi memungkinkan respons yang lebih cepat dan efektif dalam mengatasi guncangan ekonomi. Kebijakan moneter yang melonggarkan suku bunga dan intervensi pasar valuta asing memberikan likuiditas yang diperlukan untuk mendukung daya beli masyarakat dan sektor riil. Kebijakan fiskal yang memperbesar belanja publik dan memberikan insentif pajak memberikan dorongan langsung kepada sektor-sektor yang terpengaruh pandemi. Kebijakan makroprudensial yang menjaga stabilitas sektor keuangan dan memastikan ketersediaan kredit bagi sektor produktif menciptakan ekosistem yang kondusif untuk pemulihan ekonomi.

Strategi kebijakan campuran di Indonesia, yang melibatkan kebijakan moneter, fiskal, dan makroprudensial, terbukti efektif dalam mendukung pemulihan ekonomi selama dan setelah pandemi COVID-19. Kebijakan-kebijakan ini tidak hanya berfokus pada pemulihan ekonomi jangka pendek, tetapi juga memperhatikan ketahanan sistem ekonomi untuk mengurangi dampak krisis ekonomi di masa depan. Dalam jangka panjang, keberhasilan strategi ini bergantung pada keseimbangan dan sinergi antara kebijakan yang diterapkan, serta pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan untuk memastikan dampak positifnya terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun