Indonesia, sebagai negara dengan ekonomi yang berkembang pesat, sering kali menghadapi tantangan ekonomi yang kompleks dan dinamis. Ketidakpastian global, seperti fluktuasi harga komoditas, perubahan kebijakan perdagangan internasional, dan dampak pandemi COVID-19, telah menuntut pemerintah untuk mengadopsi strategi kebijakan yang fleksibel dan adaptif. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah strategi kebijakan campuran (policy mix), yang menggabungkan berbagai instrumen kebijakan untuk mencapai tujuan ekonomi yang berkelanjutan.
Strategi kebijakan campuran (mixed policy strategy) yang diterapkan di Indonesia selama pandemi merupakan pendekatan yang mengintegrasikan kebijakan moneter, fiskal, dan makroprudensial untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung pemulihan pasca krisis. Komponen-komponen ini dirancang untuk saling mendukung, sehingga dampak dari masing-masing kebijakan dapat lebih maksimal dalam mengatasi tantangan yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia.
1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter berfokus pada pengaturan jumlah uang beredar di pasar dan pengaruhnya terhadap tingkat inflasi dan suku bunga. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter memainkan peran vital dalam menjaga stabilitas ekonomi melalui kebijakan suku bunga dan intervensi di pasar valuta asing.
- Pengaturan Suku Bunga:
Bank Indonesia menggunakan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate untuk mempengaruhi tingkat bunga jangka pendek dan mengendalikan inflasi. Selama pandemi COVID-19, BI menurunkan suku bunga acuan secara bertahap untuk merangsang konsumsi dan investasi, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Penurunan suku bunga ini juga bertujuan untuk memperlonggar akses pembiayaan, terutama bagi sektor riil, UMKM, dan konsumen, yang membutuhkan likuiditas untuk bertahan dan tumbuh di tengah ketidakpastian ekonomi. Selain itu, suku bunga yang rendah juga berfungsi untuk mengurangi beban utang bagi pemerintah dan sektor swasta, meningkatkan daya tarik pasar domestik, dan mendorong sektor perbankan untuk menyalurkan lebih banyak kredit.
- Intervensi Pasar Valuta Asing:
Nilai tukar rupiah sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal, seperti fluktuasi ekonomi global, kebijakan negara besar, dan harga komoditas. Dalam situasi krisis, seperti pandemi, intervensi pasar valuta asing menjadi kunci untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Bank Indonesia melakukan intervensi dengan cara membeli atau menjual dolar di pasar spot untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Hal ini juga bertujuan untuk mengurangi volatilitas yang dapat merugikan sektor ekspor-impor dan mempengaruhi inflasi domestik. Intervensi semacam ini mendukung stabilitas ekonomi yang lebih luas dan menghindari ketegangan lebih lanjut dalam sistem perekonomian Indonesia.
2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal melibatkan pengelolaan pengeluaran pemerintah dan kebijakan perpajakan yang bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan menanggulangi dampak krisis.
- Belanja Publik:
Selama pandemi, pemerintah Indonesia memperluas belanja publik, terutama di sektor-sektor penting seperti infrastruktur dan kesehatan. Anggaran yang lebih besar dialokasikan untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) guna mendukung masyarakat yang terdampak oleh pembatasan sosial, serta untuk mempercepat pemulihan sektor usaha yang mengalami penurunan pendapatan. Pemerintah juga fokus pada program perlindungan sosial seperti bantuan langsung tunai, subsidi energi, dan jaminan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat. Di samping itu, proyek infrastruktur yang digulirkan berfungsi untuk menjaga lapangan kerja dan mempercepat pergerakan barang dan jasa, yang penting untuk pertumbuhan ekonomi pasca-pandemi.
- Insentif Pajak:
Sebagai bagian dari upaya untuk memulihkan perekonomian, pemerintah memberikan insentif pajak kepada berbagai sektor, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang terkena dampak pandemi. Ini termasuk pengurangan tarif pajak, pembebasan PPN untuk sektor tertentu, dan penundaan kewajiban pajak bagi perusahaan yang menghadapi penurunan pendapatan. Insentif pajak ini bertujuan untuk mempercepat pemulihan sektor usaha, menarik investasi, dan menjaga stabilitas perekonomian domestik. Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif dan meningkatkan kepercayaan investor baik domestik maupun internasional.