Waktu terus berubah. Dunia berubah. Pada bulan Juli 1979, hari ketika Sony merilis Walkman TPS-L2 yang ikonik, pemutar musik portable pertama yang merevolusi cara kita mendengarkan musik. Kini, kita mengenal Spotify.
Saat itu Boombox dan radio portable sudah populer sebelum Walkman dirilis, tetapi Walkman membuat musik portable bersifat lebih pribadi, memasuki era baru bagi orang yang ingin mendengarkan musik di luar rumah.
Sekarang kita memasuki era digital dengan perubahan alat pemutar musik. Spotify, Apple Music, Deezer, dan JOOX adalah sebagian dari sekian banyak platform penyedia layanan music streaming populer saat ini.
Saya termasuk anak generasi 90an. Dulu kita mendengarkan musik masih pakai kaset yang bisa diputar menggunakan radio tape ataupun walkman. Masa itu pengalaman menikmati musik sangat berkesan.Â
Kita mendengarkan album dari musisi/band favorit lagu per lagu. Kalau mau dengar lagu lain kita harus skip dengan tombol FWD, yang pastinya membutuhkan waktu.
Jadi, mau tidak mau kita akan mendengarkan setiap lagu dari album tersebut, menghafalkan, dan memaknai liriknya. Mungkin itulah salah satu mengapa lagu-lagu dulu lebih abadi.
Saat itu uang mulai terkumpul dan saatnya pergi ke toko kaset. Di toko kaset kita bisa mendengarkan demo lagu-lagu yang sedang hits dan saatnya membuat wishlist album yang akan dibeli berikutnya.Â
Pulang dari toko kaset kita ke rumah salah satu teman yang uangnya paling banyak untuk membeli kaset. Kita mulai mendengarkan Kirana, Aku Disini Untukmu, Bunga, sampai Kamulah Satu-satunya sambil membaca lirik di sampul kaset dan bernyanyi bersama.Â
Untuk teman yang paling banyak menyumbang, maka dia yang pertama boleh menyimpan kaset itu dan mendengarkannya sampai puas. Setelah itu kita bergantian menyimpan kaset itu di rumah dan bergantian memuaskan telinga.
Momen yang luar biasa dan tidak akan pernah saya lupakan. Selain gotong royong untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, hubungan pertemanan pun terasa sangat solid dan menyenangkan.Â
Tidak hanya itu, kita lanjutkan ngulik chord gitar lagu-lagu Dewa dan menyanyikannya bersama-sama sambil nongkrong. Hal ini lagi yang mungkin membuat lagu-lagu dulu lebih abadi dan menyenangkan karena bukan cuma memuaskan diri sendiri tapi kita memuaskan diri bersama-sama.
Selain patungan dan beli sendiri, kita juga sering saling meminjam album-album koleksi kita. Dulu saya punya koleksi Guns N' Roses, Backstreet Boys, Dewa 19, Padi, Base Jam, Sheila On 7, Slank, /Rif dan masih banyak lagi.Â
Bohemian Rhapsody dari Queen adalah salah satu lagu terbaik sepanjang masa. Saat itu teknologi belum seperti sekarang, tapi Freddie Mercury, Brian May, dkk mampu membuat lagu sehebat itu, baik dari lirik maupun aransemen.Â
Sekali lagi, lagu-lagu dulu lebih abadi. Bukan berarti lagu sekarang tidak abadi karena waktu masih berjalan. Tapi menurut saya, lagu-lagu sekarang tidak akan seabadi dulu.
Di Indonesia toko musik beramai-ramai tutup. Orang sudah tidak lagi mendengarkan musik dari kaset dan CD, walaupun masih ada beberapa toko yang tetap menyediakan ruang bagi para generasi terdahulu. Salah satu toko yang masih menjual kaset dan CD adalah Toko Rekam Jaya di Malang.
Sekarang di era digital, kita dengan mudah skip lagu yang tidak kita sukai. Sudah tidak ada momen kaset kusut yang harus kita gulung kembali dengan bantuan pulpen/pensil.Â
Kita sudah tidak terlalu mengenal band favorit seperti dulu kita mengenal mereka. Kita bisa beli lagu eceran tanpa beli satu album, dan cukup dengan berlangganan Spotify kita tidak perlu membeli single dan album seperti dulu lagi.
Saat ini, tren platform musik ini pun sepertinya masih terus berkembang. Melihat di tahun 2020, para musisi mulai menyentuh platform berikutnya untuk mempopulerkan lagu mereka: TikTok.
Doja Cat, merupakan salah satu nama musisi yang mulai bersinar setelah lagu-lagunya menjadi viral di TikTok. Kemudian ada Zico, musisi dari Korea Selatan dengan viral hits 'Any Song'.
Lirikan para musisi untuk platform TikTok juga nampak dari bagaimana marketing di platform ini mulai berjalan. Saat Justin Bieber merilis Yummy, misalnya. Ia lantas membuat TikTok dan menjadikan platform tersebut sebagai salah satu media untuk promosi.
Perkembangan musik di generasi Z memang tak akan berakhir di sini. Genre yang berkembang dan menolak dikotak-kotakan merupakan satu hal. Selain itu dengan platform yang semakin bervariasi untuk "menaikan" popularitas sebuah rilisan.
Era kaset dengan Walkman-nya memberikan pengalaman berbeda dalam menikmati musik. Jauh lebih banyak proses yang harus dilalui para musisi dalam membuat lagu dan akhirnya karyanya bisa sampai ke telinga para pendengarnya. Begitu juga bagi para pendengar, banyak proses yang dilalui untuk menikmati sebuah musik.
Waktu terus berubah, begitu juga dengan tren serta bagaimana sebuah karya dibuat dan dinikmati. Akan selalu ada pengalaman berbeda dalam menikmati musik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H