[caption id="attachment_302647" align="aligncenter" width="300" caption="(celebesonline.com)"][/caption]
Hajatan Pileg 2014 telah rampung dan hasilnya, berdasarkan versi hitung cepat, juga sudah telah terpampang dengan gamblang. Seperti yang telah diduga banyak pihak, PDIP pun keluar sebagai juara meski dengan perolehan suaranya relatif kurang memuaskan karena ternyata gagal mencapai batas minimal untuk pengajuan capresnya secara mandiri.
Jika mengutip hasil hitung cepat yang dilakukan Litbang Kompas, bisa diprediksi bahwa parlemen akan dihuni oleh 10 parpol. Urutan pemenang Pemilu 2014 adalah PDIP (19,24%), Partai Golkar (15,03%), Partai Gerindra (11,75%), Partai Demokrat (9,42%), PKB (9,13%), PAN (7,49%), PKS (6,99%), Partai Nasdem (6,7%), PPP (6,7) dan Partai Hanura (6,7%). Sementara dua kontestan lainnya, PBB dan PKPI tereliminasi secara alamiah karena hanya mampu meraup masing-masing 1,5% dan 0,94% suara.
Dari gambaran hasil seperti itu, maka koalisi diantara parpol mutlak dilakukan untuk memenuhi ambang batas pencalonan capres-cawapres di Pilres 2014. Pertanyaannya adalah siapa akan berkoalisi dengan siapa?
Untuk menjawab pertanyaan itu, tentunya harus dilihat faktor-faktor apa saja yang bisa memperjelas bagaimana peta jalinan koalisi dimungkinkan untuk terbangun.
Pertama, capres yang potensial bertarung diprediksi tidak jauh dari tiga figur yang marak diwacanakan saat ini, yakni Jokowi (PDIP), Aburizal Bakrie (Golkar) dan Prabowo Subianto (Gerindra). Sementara bakal capres-capres lainnya yang sebelumnya juga digadang-gadang, seperti Hatta Rajasa (PAN), Mahfud MD (PKB), Wiranto (Hanura) atau peserta konvensi Partai Ddemokrat bakal turun pangkat hanya untuk bakal cawapres saja.
Kedua, faktor chemistry politik. Faktor ini bakal menjadi salah satu penentu rancang bangun koalisi menuju pilpres 2014. Dari chemistry ini, diprediksi kuat moncong putih sulit berkoalisi dengan Partai Demokrat yang sepanjang 10 tahun terakhir memainkan peran diametral sebagai the rulling party dan oposan. Demokrat bakal dicoret dalam barisan koalisi PDIP.
Selanjutnya dengan Golkar, moncong putih juga diprediksi sulit menjalin koalisi setelah Ical dipastikan juga maju dalam Pilpres. Ical dan mesin partai beringin bakal membangun gerbong koalisi sendiri untuk berkompetisi di Pilpres 2014.
Sebagaimana halnya dengan Golkar, PDIP juga setali tiga uang dengan Gerindra. PDIP menghadapi hambatan besar berkoalisi dengan partai ini karena sejak jauh hari Prabowo telah dideklarasikan sebagai capres yang akan diusung Partai Gerindra. Gerindra bakal memimpin gerbong koalisi terpisah yang akan diadu dengan barisan pendukung Jokowi.
Dengan PKS, PDIP diprediksi tidak akan tertarik menjalin koalisi dengan partai ini. Chemistry politik moncong potih dengan PKS semakin sulit dipertemukan setelah vokalis PKS yang juga legislator Fraksi PKS di DPR Fahry Hamzah sudah membombardir PDIP dengan kritik tajam kepada Megawati dan Jokowi, dua figur utama partai moncong putih. Selain itu, rekam jejak PKS yang sering membuat gaduh dalam setgab koalisi yang dipimpin Demokrat serta belum redanya ingatan publik atas kasus korupsi mantan presiden PKS dalam kasus impor daging pasti menjadi catatan tersendiri bagi PDIP untuk tidak mempertimbangkan PKS masuk dalam barisan mereka.
Koalisi dengan PKB. Chemistry politik antara PDIP dengan PKB sangat mungkin terjalin setelah melihat perolehan suara dukungan ke PKB yang melejit bak meteor. dengan modalitas suara sebesar 9.13% itu, mau tidak mau harus diakui bahwa PKB telah membuktikan diri sebagai rumahnya warga NU dan hal ini menjadi sangat menarik bagi PDIP untuk bergandengan tangan menyongsong pilpres mendatang. Persoalannya tinggal bagaimana bargaining politik PKB? apakah akan menyodorkan capresnya sebagai cawapres untuk Jokowi dan PDIP mau menerimanya? Jika melihat dua bacapres yang selama ini diwacanakan PKB, yakni Rhoma Irama dan Mahfud MD, maka Jokowi tampaknya lebih pas disandingkan dengan Mahfud MD ketimbang Rhoma Irama.
Partai Nasdem juga sangat besar kemungkinannya bergabung dalam barisan koalisi PDIP. Hal ini didasarkan pada realitas politik bahwa partai besutan Surya Paloh merupakan pendatang baru yang belum tercemar dengan dosa-dosa politik sebagaimana parpol lainnya. Modalitas psikologi politik yang bebas kontaminasi ini masih ditambah lagi dengan suara dukungan sebesar 6,7% yang cukup menjanjikan sebagai partai papan tengah. Secara kasar, jika dikalkulasikan dukungan untuk pengajuan Pilpres 2014 apabila PDIP menjalin koalisi dengan PKB dan Partai Nasdem, maka koalisi ini sudah mempunyai modal sebesar 35.07%. Sudah sangat cukup untuk mengusung Jokowi di Pilpres 2014.
Sementara dengan PAN dan PPP, PDIP bisa saja bergandengan tangan tergantung bagaimana kelihaian elit kedua parpol itu bernegosiasi dan melobi elite PDIP. Untuk saat ini prediksi elektabilitas capres PDIP Jokowi jauh diatas dua pesaingnya, Ical dan Prabowo dan sangat lumrah apabila partai-partai ingin bergabung dengan capres yang mempunyai peluang keterpilihan paling besar. Mereka pastinya ingin ikut menikmati kekuasaan. Masalahnya bargaining politik PAN dan PPP jelas dibawah PKB yang angka elektoralnya lebih besar. Karenanya apabila insentif dukungan yang ditawarkan PDIP jauh dibawah tawaran Prabowo atau Ical, maka sangat mungkin kedua partai ini lebih memilih bergabung dalam barisan koalisi Gerindra atau Golkar.
Pada saat yang sama, Prabowo dan juga Ical masih membutuhkan banyak dukungan suara elektoral untuk mendapatkan tiket pencalonan ke Pilpres. Rasa-rasanya mantan Danjen Kopassus itu akan berupaya keras menarik dukungan parpol papan tengah untuk masuk dalam barisan koalisinya. Jika melihat kedekatan Prabowo dengan Suryadharma Ali (PPP), apabila dua partai ini berkoalisi maka suara mereka baru sebesar 18,45% dan masih kurang 6,55% untuk memenuhi dukungan untuk pencalonan capres yang mensyaratkan suara nasional 25%. Kekurangan suara ini masih bisa dipenuhi apabila Gerindra bisa merayu salah satu partai, yakni PD (9,42%) atau PKS (6,99%). Alternatif lainnya adalah mengajak bersama-sama Hanura yang punya modal (5,1%), PBB (1,5%) serta PKPI (0,94%).
Sedangkan untuk Ical, peluang koalisi yang mungkin dibangun adalah menggandeng PD dan PKS dan PAN. Modalitas suara barisan koalisi ini jika digabungkan berjumlah 29,51% dan cukup untuk mengusung Ical di Pilpres 2014.
Namun apabila PDIP menerapkan politik mengunci, dimana moncong putih mau menerima salah satu partai, yakni PAN atau PPP atau bahkan keduanya untuk ikut masuk dalam barisan koalisi pendukung Jokowi, maka syarat dukungan untuk pengajuan capres bagi Prabowo dan Ical dipastikan berkurang sehingga salah satu dari mereka tidak memenuhi syarat maju Pilpres 2014. Mungkin saja pilihan strategi ini juga dipertimbangkan si moncong putih sebagai salah satu opsi. Kita lihat bagaimana perkembangannya dalam beberapa hari mendatang. Berbagai kemungkinan dan kejutan akan datang silih berganti dan apapun keputusannya ada ditangan Megawati dan Jokowi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H