Mohon tunggu...
Andhika Fachrell
Andhika Fachrell Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Praktik Neo-Merkantilisme China Terhadap Kawasan Asia

7 Maret 2024   16:46 Diperbarui: 7 Maret 2024   16:50 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama : Andhika Fachrell Fatihah                                                                                                                                                                                                         

NIM :  220910101046
Kelas : Ekonomi Politik Internasional A1

 
Neo merkantilisme China telah menjadi subjek perdebatan yang besar dalam hubungan ekonomi global, terutama di kawasan Asia. China memiliki strategi ekonomi yang semakin agresif dan terbuka, China telah menciptakan gelombang perubahan dalam dunia perdagangan regional. Artikel ini akan mengeksplorasi dampak dari praktik neo merkantilisme China di Asia, serta dalam bentuk apa praktik Neo-Merkantilisme berwujud di kawasan Asia ini. 

Guna mengetahui praktik Neo-Merkantilisme yang dilakukan oleh China, pertama kita harus mendefinisikan apakah itu Neo-Merkantilisme terlebih dahulu. Neo-Merkantilisme adalah teori ekonomi yang menggabungkan prinsip-prinsip Merkantilisme klasik dengan elemen-elemen baru yang relevan dengan kondisi ekonomi modern. Merkantilisme klasik memiliki 3G yakni Gold, Glory, Gospel. Namun dalam konteks jurnal ini, Neo-Merkantilisme mengacu pada pendekatan ekonomi China yang aktif dan agresif dalam meningkatkan pengaruhnya di Asia dan dunia, dengan menggunakan kebijakan proteksionis, subsidi, dan intervensi pemerintah untuk memperkuat posisi China dalam perdagangan internasional dan investasi. Neo-Merkantilisme sendiri memiliki kesamaan tujuan akhir yakni memperkuat posisi Mother Country yang dalam konteks ini adalah China. 

Ada beberapa strategi yang dilakukan China untuk mencapai seperti Belt and Road Initiative (BRI), Praktik Dumping dan penekanan nilai tukar mata uang Yuan. Salah satu strategi Neo-Merkantilisme China yang telah menciptakan dampak yang signifikan terhadap ekonomi Asia dan memperbesar pengaruh ekonomi China adalah Belt and Road Initiative atau BRI. Belt and Road Initiative (BRI) adalah projek infrastruktur dan pembangunan ekonomi yang diinisiasi oleh pemerintah China pada tahun 2013. Inisiatif ini bertujuan untuk memperluas jaringan perdagangan dan investasi China ke seluruh dunia, dengan fokus utama pada kawasan Asia, Eropa, dan Afrika. Nama Belt and Road merupakan referensi terhadap Jalan Sutra Ekonomi (Silk Road Economic Belt) dan Jalur Laut Sutra (Maritime Silk Road), yang merupakan dua rute historis perdagangan kuno yang menghubungkan China dengan dunia luar.

BRI mencakup berbagai projek infrastruktur besar-besaran, termasuk pembangunan pelabuhan, jalan raya, jaringan kereta api, pipa gas, dan projek energi di berbagai negara. Inisiatif ini juga mencakup projek-projek non-infrastruktur seperti investasi dalam sektor keuangan, teknologi, pariwisata, dan budaya. Melalui inisiatif seperti Belt and Road Initiative (BRI), China telah memperluas jaringan perdagangan dan investasi di seluruh kawasan. Negara-negara Asia telah mendapat manfaat dari pendanaan infrastruktur besar-besaran yang disediakan oleh China, tetapi juga menghadapi tekanan untuk membuka pasar mereka kepada produk-produk China.

Meskipun BRI telah mendapat dukungan dari banyak negara, projek ini juga telah menuai kritik dan kekhawatiran. Beberapa kritik terutama berkaitan dengan transparansi, tanggung jawab lingkungan, dan dampak sosial dari projek-projek BRI. Dalam beberapa kasus, seperti pembangunan Pelabuhan Gwadar di Pakistan, negara-negara penerima projek BRI juga khawatir tentang peningkatan ketergantungan mereka pada China dan risiko utang yang terkait.

Strategi lainya yang menyebabkan ketidakseimbangan perdagangan dalam konteks praktik Neo-Merkantilisme China merujuk pada situasi di mana China memanfaatkan kebijakan perdagangan yang tidak adil untuk meningkatkan ekspor dan menekan impor, yang pada gilirannya menciptakan ketidakseimbangan dalam hubungan perdagangan dengan negara-negara di kawasan Asia. Praktik Dumping China adalah salah satu dari strategi tersebut. Praktik Dumping sendiri adalah praktik menjual produk di pasar internasional dengan harga di bawah biaya produksi atau harga pasar dalam upaya untuk memenangkan market share yang lebih besar dan mengalahkan pesaing. Praktik ini dapat merugikan produsen domestik di negara-negara lain yang melakukan import dan menciptakan ketidakseimbangan dalam perdagangan. 

Dalam praktik Dumping China sendiri ada 3 cara yang dilakukan China guna bisa lebih ungul dan memenangkan market share tadi. Cara pertama adalah mereka melakukan subsidi dari pemerintah China. Produsen di China sering kali mendapatkan dukungan finansial atau subsidi langsung dari pemerintah China. Subsidi ini dapat membantu mereka untuk menurunkan biaya produksi dan menjual produknya di pasar internasional dengan harga yang lebih murah. Cara Kedua adalah mereka melakukan produksi skala besar-besaran. 

China sering memiliki skala produksi yang besar, hal ini memungkinkan mereka untuk menghasilkan barang-barang dalam jumlah besar dengan biaya yang lebih rendah. Hal ini dapat membantu mereka untuk menurunkan harga produk dan bersaing secara agresif di pasar internasional. Cara ketiga adalah dengan melakukan penetapan harga kompetitik terhadap produk pasar internasional. Dalam beberapa kasus, produsen di China dapat menjual produk-produk mereka di pasar internasional dengan harga yang lebih rendah daripada di pasar domestik.

Dampak dari praktik dumping China dapat sangat merugikan bagi produsen domestik di kawasan Asia, yang mungkin menghadapi kesulitan bersaing dengan harga yang tidak wajar rendah dari produk China. Hal ini juga dapat menciptakan ketegangan dalam hubungan perdagangan antara China dan negara-negara lain, dengan tuduhan bahwa China tidak adil dalam praktik perdagangannya. Untuk mengatasi praktik dumping, negara-negara yang terkena dampak dapat mengambil langkah-langkah seperti menerapkan tarif anti-dumping atau melaporkan kasus dumping ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk penyelesaian sengketa. Namun, penegakan hukum terhadap praktik dumping sering kali kompleks dan sulit dilakukan dengan efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun