Mohon tunggu...
Kebijakan Pilihan

Ambivalensi Amien Rais

25 April 2019   06:57 Diperbarui: 25 April 2019   14:25 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Haji Amien Rais adalah sosok yg dulu saya kagumi selain karena sama-sama orang Hubungan Internasional saya juga kagum akan keberaniannya menentang orde baru, sampai-sampai ada perintah tangkap oleh Soeharto untuk Pak Haji Amien yang tidak mau dieksekusi oleh KJA.

Beliau juga pernah diancam tembak ditempat oleh anak buah Pak Prabowo yakni Kivlan Zein karena mau menggerakan people power menentang Soeharto tgl 20 Mei 1998. Saya sungguh salut dengan keberanian beliau 21 tahun yang lalu.

Namun nampaknya Pak Haji Amien Rais sudah kehilangan idealismenya atau memang meninggalkannya demi kepentingan tertentu. Reformasi yang diperjuangkannya dulu, sekarang terciderai karena justru beliau memperjuangkan era kelam masa lalu, bersama dengan kisah pilu kekejaman aparat tahun 1998. 

Lebih parah lagi Pak Haji Amien justru di era reformasi ini menyebut Jokowi sebagai pemimpin totaliter dan otoriter dan karena itu pula ingin menggerakan people power mirip 1998 untuk menumbangkan Jokowi.

Jika melihat ke belakang maka jelas bahwa autokrasi yang totaliter terlihat pada masa demokrasi terpimpin Soekarno dan masa orde baru Soeharto dimana gerakan mahasiswa dibungkam, media massa di bredel, peristiwa tanjung priok 1984 adalah masa kelam bagi umat muslim dengan adanya pembantaian oleh pihak militer terhadap ratusan muslim, setelah sebelumnya pada tahun 1982 orde baru melarang penggunaan hijab di sekolah-sekolah negeri. 

Peristiwa kudatuli 1996 juga adalah bentuk intervensi langsung pemeritah kepada partai, belum lagi setiap pemilu Golkar selalu menang dengan menciptakan floating mass di desa-desa dengan dalih Golkar "bukan" partai sehingga bisa kampanye disana, sementara dua partai lainnya dilarang masuk ke desa.

Maka silahkan gunakan nalar berfikir anda dan bandingkan masa orde baru dengan era reformasi masa Jokowi, dan tentukan apakah Jokowi seorang totaliter atau bukan, Jokowi membawa pers ke setiap acara kenegaraan dan kunjungan ke daerah, beliau juga tidak marah oleh pemberitaan pers yang kritis dan membredel media tersebut. 

Ingat ratusan tenaga honorer yang ditemui langsung oleh Jokowi dan semua didengarkan pendapatnya apakah itu sikap totaliter dan otoriter? Bagaimana dengan Bawaslu yang diperbolehkan oleh Jokowi untuk menerima aduan, curhatan dan makian oleh masyarakat?

Semua sikap Jokowi tidak ada yang menunjukan sikap totalitarian maupun otoritarian, salah satu terwujudnya demokrasi yang baik menurut Miriam Budiarjo adalah bukan dominasi mayoritas atas minoritas namun demokrasi yang mampu menciptakan KESETARAAN antar berbagai golongan. 

Kita semua mengetahui kubu mana yang sejak awal menggaungkan politik identitas, maka Pak Haji Amien, seharusnya anda sadar apa yang bapak lakukan adalah pengkhianatan terhadap demokrasi!

salam persatuan

Andhika Wirawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun