Sejak Indonesia merdeka, kita sudah akrab dengan demokrasi Pancasila. Demokrasi hakekatnya mengandung sistempemerintahan modern yang mencakup beberapa hal penting seperti persamaan dan kebebasan berpendapat, dan keadilan.Â
Dalam agama Islam tiga  hal itu yaitu kesetaraan (al-musawa) dan kebebasan (al hurriyat) serta keadilan (al-adl) merupakan suatu gagasan besar yang juga ada dalam landasan normatid ajaran Islam, selama tidak melanggar syariaat Islam.
Beberapa intelektual mengemukakan pendapat bahwa Islam dan demokrasi bisa hidup berdampingan dengan harmonis tanpa harus bertentangan satu sama lain.Â
Pancasila yang dimiliki oleh bangsa Indonesia hakekatnya juga merangkum banyak hal termasuk kebinekaan dalam keyakinan, etnis, ragam bahasa dll. Di sinilah keunikan Pancasila yang bisa menjadi bantalan kuat bagi banyak keragaman yang dimiliki Indonesia.
Kita sudah menghadapi banyak hal semisal agresi Belanda yang berkeali-kali dilancarkan untuk merebut kemerdekaan dari kita namun bisa dilawan meski menimbulkan banyak korban. Begitu juga dalam jalur diplomasi  dimana Indoensia sering harus berhadapan dengan propaganda Belanda, termasuk juga soal Papua dan Timor Timur.
Dalam perjalanannya, demokrasi kita juga mampu melampaui dua presiden pertama yaitu Presiden Soekarno dan Soeharto dimana mereka punya gaya kepemimpinan berbeda namun masih menjunjung demokrasi Pancasila sebagai azaz negara.
Masa reformasi memang membawa negara ini menjalani fase yang berbeda dengan sebelumnya. Hal itu ditambah dengan kemajuan teknologi informasi yang menyebabkan kebebasan (dalam mendapat dan menyuarakan informasi) semakin besar. Kita bisa mendapatkan info dari berbagai platform yang ada sehingga tak jarang kita kebanjiran informasi.
Nah, seiring dengan itu beberapa pihak merasa ada yang salah dengan demokrasi kita dan Pancasila sebagai dasar negara. Beberapa pihak itu menganggap bahwa demokrasi adalah system yang tidak mengandung ketentuan Islam. Sehingga demokrasi yang dijalani oleh pemerintaan yang sah dan rakyat Indonesia disebut oleh mereka sebagai kafir I(taghut)
Belum lagi Pancasila sebagai dasar negara. Mereka menyatakan bahwa mereka menolak Pancasila dan ingin menggantinya dengan bentuk negara khilafah.Â
Meski mereka berkali-kali membantah pernyataan ini namun dalam banyak hal, cara berfikir berbasis khilafah sering mereka usung disusupkan ke banyak segi kehidupan seperti pendidikan anak, pengajian ekslusif sampai pada kegiatan ekstrakulikuler rohanis islam (rois) di sekolah maupun di kampus-kampus.
Sehingga tak megherankan jika banyak penelitian yang menemukan banyak sekali sekolah dan kampus yang terpapar paham-paham pengusung khilafah.
Hal ini tentu saja merupakan pengingkaran Pancasila dan sejarah Indoensia. Pancasila yang merangkul banyak perbedaan merupakan hal yang dikagumi oleh banyak masyarakat dunia. Karakter ini mampu memunculkan Indoensia yang beragam tapi tetap bisa menjaga persatuan. Perbedaan yang kita miliki namun satu jua merupakan kekayaan yang sangat berarti bangi bangsa ini.
Karena itu mari kita kembali yakini betapa bangsa kita harus maju dan mencapai cita- cita yaitu kesejahteraan dan keadilan. Dan Pancasila merupakan penuntun sekaligus dasar untuk meraihnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H