Mohon tunggu...
Alec Pris
Alec Pris Mohon Tunggu... lainnya -

Saya pemula di bidang tulis-menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Enaknya Hidup di Indonesia

10 Maret 2012   06:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:16 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ENAKNYA HIDUP DI INDONESIA

[caption id="attachment_165529" align="aligncenter" width="300" caption="Barang-Barang Bekas"][/caption]

Sudah beberapa minggu ini saya pusing dengan keberadaan beberapa barang di rumah yang sudah tidak bisa dipakai lagi. Ada komputer, koper dan sepeda bekas. Sebenarnya jika saya mau susah sedikit dengan tiupan sedikit fulus, barang-barang itu akan bangkit lagi dari mati surinya. Tapi entahlah, apakah memang karena sudah "ada yang lain di hati", sehingga badan ini berat rasanya untuk menghidupkan mereka lagi. Teringat satu dasawarsa lalu, ketika masih tinggal di negeri Paman Sam, jika ada barang yang sudah tidak terpakai lagi, baik barang elektronik maupun perabot rumah, maka sudah terbayang dollar yang musti melayang untuk mengongkosi tukang sampah membuang barang tersebut ke atas truk sampah. Atau kalau tidak mau ngongkos, maka barang tersebut harus mengonggok di depan halaman rumah sewa selama beberapa hari atau minggu sampai ada orang yang mau menjadikannya "anak pungut". Itu baru barang-barang yang ukurannya masih muat di dalam keranjang belanjaan, kalau harus membuang barang sebesar sofa, maka tidak kurang dari US$50 harus dirogoh dari kocek ini untuk membiayai si tukang sampah. Bagi yang beruntung memiliki halaman cukup luas, bisa mengadakan acara 'Garage Sale'. Tapi acara yang satu ini tidak gratis, dan untuk manusia malas seperti saya ini, seremoni seperti itu masuk ke dalam daftar dari kegiatan-kegiatan hidup yang perlu dihindari. Sama seperti di Indonesia, orang Amerika pun pada umumnya hidup konsumtif. Jika ada barang keluaran baru, maka yang lama, walaupun masih berfungsi 100%, lebih enak rasanya jika barang lama tersebut dipensiunkan atau dimusiumkan di pinggir jalan. Bahkan sering saya lihat orang meninggalkan barang-barang elektronik seperti TV, kulkas, komputer di trotoar depan rumah mereka. Ada seorang kawan dari tanah air yang secara beruntung bisa mendapatkan sebuah video player dari pinggir jalan dalam kondisi gress dan masih tampil cantik di rak TV nya serta masih berfungsi dengan sempurna. Di Indonesia ini, keadaan 180 derajat berbeda. Sering kita lihat para tukang lowak berkeliling mendorong sebuah gerobak yang masih kosong, kadang pun sudah ada barang-barang bekas di dalamnya. Nah, mereka lah yang saya anggap sebagai pahlawan hari-hari saya belakangan ini. Karena jasa merekalah, beberapa barang di rumah saya yang sudah beberapa tahun belakangan ini teronggok di gudang, di halaman belakang, di sudut dapur, berhasil saya enyahkan dari pandangan mata saya. Jika di Amerika sana kita harus mengeluarkan uang untuk membuang barang-barang tersebut, tapi di sini, di negeri tercinta ini, saya malah mendapatkan uang untuk membuang barang-barang "used" tersebut. Walaupun tidak seberapa rupiah yang saya peroleh dari "membuang" barang-barang itu, tapi sudah lumayan lah. Untuk sebuah koper bekas, dana yang diperoleh sudah cukup untuk dibelikan 5 mangkok bakso. -adz-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun