Mohon tunggu...
Andang Masnur
Andang Masnur Mohon Tunggu... Relawan - Komisioner

Komisioner KPUD Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara | Sedang Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Putusan MK Nomor 55: Pemilu Selanjutnya Tetap Serentak

27 Februari 2020   08:26 Diperbarui: 27 Februari 2020   08:46 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak banyak yang tahu bahwa kemarin Mahkamah Konstitusi baru saja membacakan putusan atas pengajuan permohonan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). 

Pokok pengajuan ke MK oleh Perludem adalah perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, dan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Perludem mengajukan desain waktu keserentakan Pemilihan Presiden, pemilihan anggota DPR, pemilihan anggota DPD, pemilihan anggota DPRD Provinsi, pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota, dan pemilihan kepala daerah (Gubernur dan Bupati). Kesemuanya ditolak oleh Mahkamah dalam putusan yang dibacakan bernomor 55/PUU-XVII/2019 dengan alasan pokok-pokok permohonan yang diajukan tidak beralasan menurut hukum.

Namun, MK mengembalikan desain waktu untuk diatur kembali oleh pengubah Undang-Undang karena merasa bahwa MK tidak berwenang menentukan model Pemilihan. 

Meskipun tidak memutuskan model keserentakan itu seperti apa, tetapi MK dalam putusannya mengisyaratkan agar Pemilu selanjutnya tetap serentak dengan opsi beberapa varian. Adapun varian model pemilu serentak yang dimaksud MK untuk digagas oleh pengubah UU sesuai dengan ketentuan UUD 1945.

Enam varian tersebut yaitu:

Pertama, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan presiden.

Kedua, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden, gubernur, bupati, dan wali kota.

Ketiga, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten/kota, presiden, gubernur, bupati, dan wali kota.

Keempat, pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden, dan beberapa waktu setelahnya pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, gubernur, bupati, dan wali kota.

Kelima, pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden, dan beberapa waktu setelahnya pemilu serentak provinsi untuk memilih DPRD provinsi dan gubernur, dan beberapa waktu setelahnya pemilu serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota.

Keenam, pilihan-pilihan keserentakan lain.

Tetapi MK juga menyebutkan bahwa dalam memutuskan modelnya, MK mewajibkan pembentuk undang-undang untuk memperhatikan beberapa hal, yakni :

  • (1) pemilihan model yang berimplikasi terhadap perubahan undang-undang dilakukan dengan partisipasi semua kalangan yang memiliki perhatian atas penyelenggaraan pemilihan umum;
  • (2) kemungkinan perubahan undang-undang terhadap pilihan model-model tersebut dilakukan lebih awal sehingga tersedia waktu untuk dilakukan simulasi sebelum perubahan tersebut benar-benar efektif dilaksanakan;
  • (3) pembentuk undang-undang memperhitungkan dengan cermat semua implikasi teknis atas pilihan model yang tersedia sehingga pelaksanaannya tetap berada dalam batas penalaran yang wajar terutama untuk mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas;
  • (4) pilihan model selalu memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak untuk memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat; dan
  • (5) tidak acap-kali mengubah model pemilihan langsung yang diselenggarakan secara serentak sehingga terbangun kepastian dan kemapanan pelaksanaan pemilihan umum;

Sebagai pihak pemohon Direktur Perludem Titi Anggraeni, menjelaskan bahwa yang paling ditekankan adalah dalam rangka memperkuat sistem presidensial putusan MK mengarahkan agar Pemilihan Presiden-Wakil Presiden, DPR dan DPD harus tetap dilaksanakan serentak.

Sementara itu di beberapa daerah justru mengharapkan agar Pilkada tidak diserentakkan pada tahun 2024. Selain mempertimbangkan aspek kerawanan karena di tahun yang sama baru saja digelar Pemilu, faktor lain yang menjadi pertimbangan adalah terjadinya kekosongan pemerintahan di banyak daerah yang masa akhir jabatan kepala daerahnya atau AMJ-nya berakhir tahun 2022 dan tahun 2023.

Kekosongan pemerintahan definitif tersebut dianggap akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam beberapa hal karena kepala daerah akan dipimpin oleh pejabat pelaksana tugas atau Plt dalam beberapa waktu yang cukup lama.

Sehingga harapannya adalah pengubah UU dalam hal ini DPR dalam merumuskan ulang desain keserentakan Pemilu ini dapat mempertimbangkan hal tesebut dan dapat segera didorong dalam agenda Prolegnas tahun 2020 ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun