Mohon tunggu...
Andang Masnur
Andang Masnur Mohon Tunggu... Relawan - Komisioner

Komisioner KPUD Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara | Sedang Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Buaya dan Mitos Perselingkuhan pada Suku Tolaki-Sulawesi Tenggara

24 Februari 2020   16:44 Diperbarui: 25 Februari 2020   05:53 3101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buaya merupakan hewan pemangsa yang terkenal buas. Di beberapa daerah di Indonesia terkenal dengan buaya sungai yang besar dan mematikan. Tidak terkecuali di Sulawesi Tenggara (Sultra). Bahkan belum lama ini, pejabat yang berwenang di Sultra mengatakan hampir semua sungai di Sultra dihuni oleh buaya.

Salah satu suku yang berada di daratan Sultra adalah Suku Tolaki. Tersebar di hampir seluruh jazirah Tenggara pulau Sulawesi, suku ini berjumlah kurang lebih 900 ribu jiwa. Mendiami mulai dari Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara, Kolaka Timur, Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara dan Kota Kendari sebagai Ibu Kota Provinsi.

Sebagai daerah dengan beberapa aliran sungai-sungai besar dan kecil, beberapa kali kita mendengar kasus kematian manusia akibat diterkam buaya. Ada dua sungai yang terbilang besar dan panjang di daratan Sultra ini, yaitu Sungai Lasolo di Konawe Utara dan Sungai Konaweha di Kab. Konawe.

Di beberapa daerah punya cerita khusus tentang buaya yang erat kaitannya dengan budaya di daerah tersebut. Jika suku Betawi mempercayai bahwa buaya adalah simbol kesetiaan dan keperkasaan, maka beda halnya dengan masyarakat Tolaki. Suku Tolaki mempercayai beberapa mitologi yang berkaitan dengan buaya. Bahkan kepercayaan ini turun temurun dipercayai oleh masyarakat suku Tolaki.

Yang paling sakral adalah isu atau kabar perselingkuhan. Masyarakat Tolaki mengenal istilah "mo engui" atau "umoapi" yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai perselingkuhan.

Seseorangyang telah menikah lalu melakukan hubungan terlarang dengan laki-laki atau perempuan lainnya dianggap sebagai perbuatan yang terkutuk oleh masyarakat Tolaki.

Suku Tolaki meyakini bahwa setiap orang yang mendengar kabar perselingkuhan itu harus atau wajib hukumnya untuk tidak menyimpan berita itu sendiri. Atau dengan kata lain kabar tersebut harus disampaikan kepada orang lain. Sebab jika kabar tersebut tidak disampaikan kepada orang lain, sama halnya orang tersebut dikategorikan ikut menyembunyikan dan membantu perselingkuhan itu. 

Orang yang tidak meneruskan kabar perselingkuhan itu disebut dengan "mohi ako okula". Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan menyembunyikan petaka. Orang yang menyembunyikan kabar tersebut diyakini akan menderita sakit yang parah. Masyarakat Tolaki juga meyakini bahwa siapa yang memendam sendiri kabar peselingkuhan itu akan mati diterkam buaya.

Kepercayaan ini masih dipegang teguh oleh sebagian masyarakat Tolaki. Sehingga saat ada kabar perselingkuhan begitu cepat menyebar dikalangan masyarakat.

Begitu juga misalnya ada musibah yang menimpa masyarakat dengan insiden diterkam buaya. Masyarakat akan spontan mengaitkan dengan kabar perselingkuhan yang dipercaya dilakukan oleh orang sekitar kampung tersebut.

Lalu tokoh masyarakat, tokoh adat dan masyarakat lainnya akan menggelar ritual adat yang bernama "mosehe" atau tolak bala untuk membersihkan kampung dari petaka yang diakibatkan perselingkuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun