Mohon tunggu...
Andana Aristyo Prayogo
Andana Aristyo Prayogo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis amateur

Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, Penjurusan Public Relations – Universitas Muhammadiyah Malang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jendela Sejarah: Sang Pemilik Rumah Rengasdengklok, Djiauw Kie Siong

21 Februari 2022   13:00 Diperbarui: 21 Februari 2022   13:18 2355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam banyak buku Sejarah yang dipelajari di  sekolah dari SD hingga SMA, Peristiwa Rengasdengklok hanya diceritakan persitiwanya berupa  Ir. Soekarno dan Muhammad Hatta yang merupakan golongan tua 'diculik' oleh para pemuda dan dibawa ke sebuah rumah di Rengasdengklok agar bersedia melakukan Proklamasi tanpa menunggu persetujuan Jepang, dan sejumlah hasil yang tercipta dari perundingan antara kedua golongan tersebut.

Jarang tertulis dan membahas sang pemilik dari rumah tersebut yang kehadirannya harusnya tidak kalah penting pada sejarah peristiwa tersebut, Pemilik rumah bernama Djiauw Kie Siong. beliau  adalah seorang Tionghoa dari Suku Khek (Hakka), yang lahir tahun 1880 di Desa Pisangsambo, Karawang, Jawa Barat. 

Pada usia 8 tahun, Djiaw Koe Song pindah ke Desa Bojong, Rengasdengklok bersama kedua orang tuanya. Djiauw Kie Siong yang saat itu masih muda muda dan keluarganya hidup dari menanam sayur dan beternak babi, dan profesi itulah yang ia lakoni hingga berusia lanjut.Selain itu, Djiauw Kie Siong juga menjual bambu dan membuat peti mati. Karena sumber pendapatannya beragam, ia pun mampu membangun rumah besar yang yang menjadi latar tempat Peristiwa Rengasdengklok pada 1920. 

Foto Djiauw Kie Siong di rumah Rengasdengklok (Kurniawan Mas'ud). 
Foto Djiauw Kie Siong di rumah Rengasdengklok (Kurniawan Mas'ud). 

Alasan mengapa para pemuda memilih rumah milik Djiauw Kie Siong adalah karena sejulah pertimbangan, yaitu yang Pertama, rumah itu terletak 81 KM dari Jakarta dan 15 KM dari Jalan Pantura. Rengasdengklok sendiri kala itu masih belum banyak penerangan, jalannya masih buruk dan menurut penduduk setempat masih banyak setannya. Jadi, tentu saja lebih aman dan sulit bagi Jepang untuk menjangkau Dwitunggal Soekarno-Hatta.Kedua, rumah beliau besar. Keluarga beliau sendiri tidak kecil, ia punya 9 anak. Karena itu, tentu rumah beliau sangat memungkinkan jika dipakai menginap oleh Soekarno-Hatta dan para pemuda.Ketiga, Djiauw Kie Siong sendiri juga seorang pejuang. Ia pernah bergabung dengan PETA sebagai Prajurit. 

Karena alasan tersebut, Djiauw Kie Siong bukanlah pengkhianat NKRI atau antek penjajah sebagaimana yang kerap dituduhkan pada keturunan Tionghoa. Sayangnya Kendati Djiauw Kie Siong memiliki andil jasa dalam memberikan tempat aman dan tempat bermalamnya para Perjuangan Kemerdekaan Indonesia dalam perstiwa bersejarah ini, ia hanya memperoleh imbalan berupa selembar piagam dari Pangdam Siliwangi, Ibrahim Adjie.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun