Mohon tunggu...
Andana Aristyo Prayogo
Andana Aristyo Prayogo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis amateur

Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, Penjurusan Public Relations – Universitas Muhammadiyah Malang.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jauhi Hinaan Tidak Berdasar pada Santri yang Tutup Kuping ketika Vaksin

17 September 2021   12:30 Diperbarui: 17 September 2021   12:33 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ANTARA FOTO/Syaiful Arif)

merujuk pada video sejumlah santri yang terlihat menutup telinga saat mendengar musik di lokasi vaksinasi virus corona (Covid-19) yang sempat viral. Perekam video yang diduga ustaz santri-santri itu menyebut bahwa mereka menutup telinga karena ada alunan musik di lokasi.

Sebagian warganet lantas membahas aksi tutup telinga santri sebagai kelompok radikal. Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono turut mengunggah video itu di akun Instagramnya disertai kritik.

"Kasian, dari kecil sudah diberikan pendidikan yang salah. There's nothing wrong to have a bit of fun !!" kata Diaz lewat akun Instagram @diaz.hendropriyono, Selasa (14/9).

Merespons hal itu, Yenny Wahid, putri Presiden keempat RI yang juga mantan Ketum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, meminta orang-orang tak seenaknya melabeli cap radikal kepada para santri yang menutup telinga saat mendengar musik.

Menurut Yenny, aksi para santri itu bukanlah indikator yang menunjukkan mereka terpapar radikalisme. Yenny mengatakan narasi-narasi yang menyematkan label atau cap kepada orang lain dengan mudah itu justru makin memperuncing keterbelahan di tengah rakyat Indonesia yang plural. Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat untuk saling belajar dan mengerti satu sama lain.

"Jadi kalau anak-anak ini oleh gurunya diprioritaskan untuk fokus pada penghafalan Alquran dan diminta untuk tidak mendengar musik, itu bukanlah indikator bahwa mereka radikal," kata Yenny dalam akun Instagram resmi miliknya @Yennywahid yang sudah diizinkan untuk dikutip juru bicaranya, Imron Rosyadi, Rabu (15/9).

Ziyad meminta agar semua pihak tak sembarang menuduh bahwa santri-santri tersebut radikal. Ia menilai upaya para santri untuk menghafal dan menjaga hafalan Alquran sangat berat. Sehingga tak bisa diganggu oleh sesuatu yang bisa mengganggu konsentrasinya.

"Karena itu harus dijaga dan dihindari oleh santri penghafal Alquran. Yakni suara-suara yang mengganggu konsentrasi hafalannya," kata Ziyad.

Dukungan lain untuk para santri juga datang dari Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Sunanto. Ia meminta para pejabat negara tidak mudah memberi cap atau stereotip radikal terhadap perbedaan pandangan kelompok lain, termasuk terhadap santri menutup kuping saat mendengar musik.

Menurut Sunanto, penting untuk membuka ruang dialog sebelum memberikan cap radikal. Tidak semua perbedaan perlu diserang balik sebagai radikalisme. Baginya, sikap terburu-buru melakukan stereotip akan memperkeruh suasana.

"Radikal itu kalau mau buat kehancuran atau keluar dari NKRI, kalau semua dicap radikal ya bisa berabe," kata Sunanto.

Menurut saya sendiri yang sebagai orang awam mengenai dunia tafidz Al-Qur'an, Menganggap hal ini bukanlah hal yang seharusnya diritkan, karena hal tersebut merupakan jalan hidup dan dedikasi seseorang pada keyakinan yang mereka pegang teguh dengan sangat kuat dalah hati mereka.

Bila di ambil logika sama halnya dengan orang yang berdedikasi tinggi pada hal lain, sebagai contoh singkatnya itu Pesepeda, Bagi orang awam mungkin hal aneh, buat apa membuang uang banyak hanya untuk bersepeda, pahadahal beli yang murah saja bisa melakukan hal yang sama.

Apalagi bukan hal yang main-main, mereka para pejuang dan penghafal Kalamullah, kitab suci yang diturunkan Allah kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW, hal yang sangat penting bagi Umat muslim di dunia, Karena itulah mereka harus memilah dan menentukan prioritas mereka, lagipula jika mereka tidak ada, siapa yang akan menjadi penerus para Tadfidz kedepannya ?, dengan dedikasi dan tekad tinggi merekalah relevansi Al-Qur'an masih bertahan hingga saat ini, jadi jangan seenaknya menghina atau memberikan statement kosong tidak berarti pada mereka.

Jika memang menganggap hal mereka lalukan sama saja mengikat mereka dari sebuah "Kebebasan" yang sering diutarakan golongan "open-minded"di Media Sosial, lantas  hal apa  yang membenarkan tindakan untuk memaksa mereka untuk meninggalkan keyakinan yang mereka pegang teguh itu benar-benar kebebasan ?, tidak ada bukan, kebebasan yang sebenarnya itu ketika seseorang bebas menjalani dan meyakini apa yang mereka percaya dengan kebenaran, jika tidak merugikan oranglain, dan bahkan bermanfaat, tidak ada salahnya bukan ?.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun