Mohon tunggu...
Andaka Bimo Wahyu
Andaka Bimo Wahyu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat 2021

Meraih mimpi dengan menjejaki aksara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandemi Tak Kunjung Usai, Implementasi Pancasila Dibutuhkan Demi Menjaga Keutuhan Bangsa

21 Oktober 2021   21:01 Diperbarui: 3 Desember 2021   23:04 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oleh: Akun Sosial Media Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIPRI)

Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Samana isun amukti palapa

-Maha Patih Gajah Mada

Pendahuluan

Sudah lebih dari 2000 tahun sejak Sumpah Amukti Palapa diucapkan oleh Maha Patih Gajah Mada Aamangkhubumi. Sumpah tersebut mengandung usaha dan kegigihan Gajah Mada yang luar biasa untuk menyatukan Nusantara. Namun nyatanya setelah 2000 tahun berlalu, sumpah ini seperti tidak ada artinya bagi generasi penerus bangsa saat ini. 

Sama seperti Pancasila, keduanya merupakan perekat dan alat pemersatu bangsa yang diambil dari akar-budaya bangsa. Sehingga menjadi akrab, dekat, dan tidak asing bagi kita sebagai generasi penerus bangsa. Meskipun keduanya hadir pada zaman yang berbeda, keduanya dipercayai dan diyakini sebagai ideologi dan pemersatu bangsa Indonesia.

Secara etimologi dalam bahasa Sanskerta, Pancasila berasal dari kata ‘Panca’ dan ‘Sila’. Panca artinya lima sedangkan sila atau syila berarti tingkah laku yang baik. Sehingga secara kebahasaan dapat disimpulkan bahwa Pancasila berarti lima tingkah laku yang baik. 

Sebagai Philosofische Grondslag Indonesia Merdeka (Soekarno, 1945) atau pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila memiliki dua tujuan penting, yaitu dapat menjadi pedoman dan petunjuk dalam menjalani keseharian hidup masyarakat Indonesia dan mampu menjadi dasar negara yang kokoh bagi masyarakatnya.

Pancasila pertama kali diucapkan oleh Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945 dihadapan seluruh anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang selanjutnya Pancasila dijadikan sebagai dasar negara bangsa Indonesia. 

Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia mengandung makna bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kenegaraan dan kemasyarakatan harus didasarkan ada nila-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan yang terakhir keadilan (Dewantara. A, Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini, 2017, hal. 13).

Kenyataan Pahit Implementasi Pancasila Dalam Sewindu

Namun kenyataannya implementasi dan penerapan Pancasila tidak maksimal dan memudar setiap harinya. Sudah banyak sekali prestasi “kemunduran” yang terjadi selama satu tahun terakhir dalam berbagai sektor. 

Mulai dari sektor pendidikan yang mengalami kasus pembungkaman dalam kebebasan bersuara dan politisasi jabatan akademik, sektor ekonomi dengan adanya UU Cipta Kerja Omnibuslaw semakin menangguhkan Oligarki dan mempercepat pertumbuhan penindasan, sektor lingkungan tentang izin tambang yang sangat mudah, proyek strategis nasional yang mengancam Hak Rakyat bersama ruang hidupnya hingga kasus korupsi yang berkorelasi dari UU hingga skandal TWK dan banyak lagi. Dikhawatirkan kasus-kasus yang ada tidak akan menjadi yang terakhir. 

Pantaslah sebagian orang berpendapat Pancasila telah gagal menjalankan perannya sebagai dasar negara dan philosofische grondslag bangsa.  

Maraknya tragedi terorisme, berkembangnya gerakan radikal yang mengatasnamakan agama, adanya sikap intoleransi antar sesama, dan munculnya fanatisme yang bersifat anarki yang akhir-akhir ini diberitakan menjadi bukti nyata bahwa pengamalan Pancasila belum dapat diimplementasikan dengan baik. 

Peristiwa ini sendiri jelas menyimpang dari sila pertama Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” karena menghilangkan nyawa seseorang walau alasannya adalah beribadah dan membela agama. 

Sila pertama ini mengandung arti keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai sang pencipta. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius, setiap individu berhak memeluk agama sesuai keyakinan masing-masing dengan tetap saling menghormati dan tidak diskriminatif.

Perkembangan wabah Covid-19 di seluruh dunia tidak hanya mengguncangkan masalah kesehatan publik, tetapi juga berdampak pada sektor ekonomi, bisnis, keuangan, sosial dan psiko-sosial. 

Pemerintah pun tidak hanya tinggal diam, melalui Bantuan Sosial pemerintah berupaya menekan peningkatan angka kemiskinan dan pemulihan ekonomi sebagai dampak dari Pandemi. Namun sayangnya upaya pemerintah dalam melindungi masyarakat melalui pengadaan Bansos justru dicederai oleh korupsi yang dilakukan oleh mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Tentu saja ini sangat merugikan masyarakat. 

Di tengah kesulitan dan membutuhkan uluran tangan, namun bantuan yang diberikan justru dicuri oleh pejabat negara. Ketidakadilan yang dirasakan ini tentu saja tidak sesuai dengan sila ‘kemanusiaan yang adil dan beradab’. Dalam sila ke-2 dijelaskan sebagai manusia kita dituntut untuk memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup dan melakukan sebagaimana mestinya dengan hati nurani.

Penyimpangan terhadap poin-poin pancasila bukanlah masalah yang baru bagi Indonesia, karena nyatanya penyimpangan ini sudah terjadi sejak lama. 

Pada tahun 1965 berdiri suatu organisasi pergerakan yang bertujuan memisahkan diri dari wilayah Indonesia dan ingin mendirikan negara sendiri, yaitu Organisasi Papua Merdeka (OPM). Sampai saat ini tanah Papua masih belum juga dapat lepas dari serangkaian konflik bersenjata. 

Hal ini menjadi bukti Pancasila gagal untuk mencapai tujuannya. Insiden tersebut merupakan bentuk penyimpangan yang nyata terhadap nilai dari sila ketiga berbunyi ‘Persatuan Indonesia’ yang mengandung arti kesatuan dan persatuan rakyat Indonesia untuk membina rasa nasionalisme dan mengutamakan persatuan seluruh Indonesia,

Tiga tahun yang lalu tepatnya pada Mei 2020, Jakarta Membara di Masa Pemilu. Kericuhan yang terjadi di latarbelakangi implikasi dari kalangan yang kecewa terhadap hasil Pemilu 2019. Kerusuhan 21-22 Mei ini mencoreng penyelenggaraan pemilu yang sejak reformasi tidak pernah berbuntut bentrokan. 

Kericuhan Pemilu 2019 tentu saja tidak sesuai dengan nilai sila ke-4 Pancasila yaitu ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan’. 

Sila ke-4 sejatinya mencakup berbagai hal yang berkaitan dengan sikap musyawarah dan demokrasi dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada dengan adil dan efektif. 

Namun sangat disayangkan nilai kebaikannya tidak dapat diimplementasikan dengan baik khususnya dalam Pemilu 2019 sampai menjadi kericuhan yang menimbulkan banyak korban jiwa.

Pancasila sebagai dasar negara juga memiliki peran penting dalam menjamin hak individu dan menjamin keadilan sosial bagi masyarakatnya. 

Namun nyatanya tidak demikian. Pada awal tahun 2020 yang lalu, Pemerintah melalui RUU Omnibus Law telah berupaya merubah tatanan perundang undangan, dengan dalih fleksibilitas dan efisiensi. 

Munculnya agenda RUU Omnibus Law telah suskes mengkhawatirkan kaum pekerja karena telah merombak sistem ketanagakerjaan secara tidak langsung. Hal ini tidak sesuai dengan semangat Pancasila utamanya sila ‘Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’.

RUU Omnibus Law memang bisa mendorong investasi masuk dan menggerakkan perekonomian nasional. Namun di sisi yang lain, hak-hak pekerja jadi terabaikan. Sedangkan dalam sila ke-5 dijelaskan cita-cita nasional bangsa Indonesia untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. 

Untuknya sangat diperlukan peran dari pemerintah untuk mengupayakan hal tersebut. Agar implementasi dari sila tersebut dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan bukan malah merugikan masyarakat.

Upaya Implementasi dan Revitalisasi Nilai Pancasila Demi Mempertahankan Keutuhan Bangsa 

Dewasa ini dalam Era Globalisasi, desakan dan pengaruh budaya asing semakin kuat terhadap eksistensi budaya bangsa Indonesia. Dalam keadaan yang sama, berbagai persoalan kebangsaan dari dalam negeri masih mewarnai dalam kehidupan bangsa. 

Karenanya tantangan terhadap Pancasila semakin besar. Hiruk pikuk dan kegaduhan yang terjadi akhir-akhir ini tentu saja mengancam persatuan dan kesatuan bangsa yang mengakibatkan kurangnya pemahaman terhadap implementasi Pancasila. 

Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus menjadikan Pancasila sebagai falsafah dalam berbangsa dan bernegara.

Terlebih lagi di masa  Pandemi Covid-19 yang tak kunjung berlalu. Di tengah hantaman pandemi yang menerpa bangsa kita, Pancasila dapat dijadikan sebagai vitamin untuk semakin mempererat persatuan bangsa. Rakyat Indonesia harus berjibaku melawan Covid-19 yang telah meruntuhkan berbagai sendi-sendi kehidupan berbangsa. 

Menerapkan nilai-nilai Pancasila menjadi obat yang ampuh melenyapkan bias Covid-19. Tersebab, seiring penyebaran virus, menyebar pula berita-berita hoax yang dapat memecah belah persatuan bangsa, khususnya generasi muda. Dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia terdapat dua syarat agar pancasila dapat diimplementasikan dengan optimal khususnya di masa Pandemi Covid-19. 

Pertama, Pancasila harus terpahami dan terinternalisasi pada setiap individu. Kedua, mampu menggunakan Pancasila sebagai alat penyelesaian masalah.

Dalam Era Globalisasi Pancasila harus dapat diimplementasikan dengan maksimal. Penting sekali menjadikan nilai religiusitas yang ada sebagai sumber etika dan spiritualitas dalam bersosial media. 

Menghargai perbedaan agama dan kepercayaan dalam bermedia sosial akan menghantarkan kesepadanan dalam kehidupan beragama. Tidak melontarkan konten penghinaan atau menyudutkan agama dan kepercayaan tertentu membuat kehidupan beragama menjadi tenteram dan damai.

Di masa Pandemi Covid-19, nilai persatuan juga seyogyanya diimplementasikan untuk memperkuat semangat nasionalisme. Memprioritaskan persatuan dan kesatuan bangsa di atas kepentingan golongan atau pribadi dapat diwujudkan dengan senantiasa menjaga jarak dan berdiam diri menghindari kerumunan. 

Sedangkan nilai musyawarah dalam sila ke-4 dapat diwujudkan dengan mendukung kebijakan pemerintah sebagai upaya dalam meminimalisir penyebaran Covid-19. Agar dapat diimplementasikan dengan maksimal juga diperlukan peran ikut serta masyarakat dalam menjalankan setiap keputusan yang ada

Nilai-nilai keadilan sosial, dapat diwujudkan dengan meyakini setiap orang mempunyai hak yang sama untuk memiliki kesejahteraan lahir dan batin untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Penting sekali agar sila ke-5 dapat diimplementasikan dengan baik dalam usaha untuk meminimalisir penyebaran virus Covid-19. Disinilah peran pelajar khususnya mahasiswa sangat dibutuhkan untuk menjaga Pancasila demi menjaga keutuhan Bangsa.

Mahasiswa sebagai tonggak perjuangan harus berada di barisan paling depan dan menjadi gugusan utama masyarakat dan bangsa Indonesia yang bersama-sama bergotong royong dan bekerja sama memajukan masyarakat, membangun dan memakmurkan bangsa yang berideologi Pancasila berdasarkan konstitusi UUD 1945 dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika. 

Memegang obor untuk mencegah paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila. Sehingga nasib generasi penerus bangsa Indonesia ke depan tidak berada di jalan yang salah. Dan Pancasila senantiasa berdiri ajeg dan lestari demi keutuhan Bangsa Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun