"anj***, sana kau.."
"diamlah kau, b***"
dua orang anak kecil sekitar kelas 4 SD, berinteraksi di salah satu tempat game online di Kota Medan
Miris hati melihat perkataan mereka, setelah sebelumnya melihat beberapa anak yang "ngelem" di sudut-sudut jalan. Pagi hari melihat anak-anak sekolah dengan tas berukuran sangat besar dan kaca mata minus. Sore hari harus les kembali dan belajar lagi di malam harinya. Dua fenomena yang sangat kontras, dan menunjukkan distorsi karakter yang perlahan mulai dibangun oleh sistem yang tanpa sadar melunturkan nilai-nilai "Keindonesiaan". Inikah yang akan menjadi penerus bangsa Indonesia?
20% anggaran pemerintah dialokasikan untuk anggaran pendidikan. harapan kedepan pendidikan mampu merubah Indonesia menjadi lebih baik dan memanusiakan manusia. Realita dilapangan sangat berbeda, pendidikan hanya ditentukan oleh 3 hari ujian dan diakui oleh selembar kertas, tanpa mempertimbangkan usaha dan pembangunan softskill siswanya. Pendidikan hanya mematokkan nilai bagus dan belajar sebanyak-banyaknya dan pada akhirnya bekerja dengan uang banyak, syukur-syukur bisa PNS. Pemahaman seprti ini pada akhirnya menimbulkan kegiatan yang menghalalkan segala cara agar mencapai tujuan diatas. Tak jarang sebelum Ujian Nasional, guru guru pada sibuk mengirim jawaban atau mencari jawaban bocor. Langkah kecil ini pada akhirnya akan berdampak dengan maraknya KKN di Indonesia, karena sadar atau tidak semua sudah dipupuk dari dasar.
kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh. Kurikulum yang bagaimanakah yang tepat? timbul pertanyaan, saat ini banyak sekolah yang berlomba menjadi RSBI atau National Plus. timbul pertanyaan lanjutan, apa indikator sekolah tersebut dan apa bedanya dengan sekolah lain?. Manakah kurikulum Internasional yang jadi patokan, sebenarnya mana acuannya.
Kita sering melupakan kelokalan kita, karena pada dasarnya kurikulum disusun berdasarkan kebutuhan dan apa yang menjadi tujuan pendidikan. Integrasi softskill dan hardskill mutlak diperlukan sebagai peningkatan kompetensi peserta didik. Guru juga harus siap dengan segala perubahan, tidak hanya pasrah dengan metode lama yang cenderung mencatat dan menerangkan sesekali saja. Orang tua juga harus jeli melihat potensi anak, dan kurikulum juga disusun berdasarkan penjurusan minat dan bakat anak, sehingga mampu bersaing di dunia kerja dan bisa menjadi manusia seutuhnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI